Setelah makan malam selesai, Bumi dengan alami ingin membantu membersihkan meja dan mencuci piring mereka. Namun, Ny. Sinta melarangnya dengan ramah."Tidak perlu khawatir, Bumi. Biarkan Tante yang menangani ini. Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang hari ini," kata Ny. Sinta sambil menepuk bahu Bumi dengan lembut.
"Aku bisa membantu. Ini tidak masalah bagiku," balas Bumi dengan sopan.
Ny. Sinta menggeleng lembut. "Kamu adalah tamu yang sangat istimewa untuk kami. Lebih baik kamu istirahat sekarang. Tante akan selesai dengan ini dalam sekejap."
Bumi mengangguk mengerti, merasa senang dengan perhatian dan penerimaan hangat dari keluarga Aksa. "Baiklah, Tan. Terima kasih atas kesempatannya."
Setelah membersihkan meja, Ny. Sinta mengantar Bumi ke kamar yang telah disediakan untuknya. Kamar itu terasa nyaman, dengan tempat tidur yang lembut dan pemandangan malam yang tenang dari jendela.
"Tante harap kamu nyaman di sini, Bumi. Jika ada yang kamu butuhkan, katakan saja," ujar Ny. Sinta sambil tersenyum lembut.
Bumi tersenyum balik. "Terima kasih, Tan. Semuanya sangat baik. Saya akan istirahat sekarang."
Namun, sebelum Ny. Sinta keluar dari kamar, Aksa muncul di ambang pintu dengan senyum lebar. "Bumi, kalau kamu mau, kamu bisa tidur di ranjangku malam ini. Kita bisa bercerita seperti dulu."
"Hmm gimana ya kak, gak mau ah" Jawab Bumi
"Ayo lah Bumi kita tidur bersama, pliss" Rayu Aksa
Bumi tersenyum senang. "Baiklah, Kak. Aku akan tidur bersamamu"
Ny. Sinta tersenyum bahagia melihat kedekatan mereka. "Baiklah, kalau begitu, jangan terlalu larut ya. Semoga kamu beristirahat dengan baik."
Malam itu, Bumi dan Aksa duduk bersama di ranjang seperti masa kecil mereka. Mereka berbagi cerita, tertawa bersama, dan merasakan kehangatan persahabatan mereka yang luar biasa.
"Aku bahagia bisa punya waktu seperti ini bersamamu, Kak," ucap Bumi sambil menatap langit-langit kamar.
"Aku juga, Bumi. Ini salah satu momen terbaik dalam hidupku," balas Aksa dengan tulus.
Mereka akhirnya tertidur dalam kehangatan dan kedamaian, dengan keyakinan bahwa hubungan mereka sebagai lebih dari sekedar saudara sepupu tidak pernah tergantikan.
-
Malam semakin larut, dan keheningan menyelimuti rumah. Di kamar, Bumi telah tertidur lelap di samping Aksa. Hembusan napasnya yang tenang dan ritmis menandakan kedamaian yang ia rasakan. Sementara itu, sejak tadi Aksa masih terjaga, sambil memandang wajah Bumi yang damai dalam tidurnya.
Hatinya bergejolak dengan perasaan yang sulit dijelaskan. Sudah sejak lama ia menyimpan perasaan lebih dari sekadar saudara sepupu terhadap Bumi hingga akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih. Bumi, dengan kebaikan hati dan ketampanannya, selalu berhasil membuat hati Aksa berdebar. Malam ini, di bawah cahaya lembut lampu kamar, Bumi tampak lebih indah dari biasanya.
"Aku beruntung bisa bersamamu," gumam Aksa pelan, nyaris tanpa suara, sambil memandang wajah Bumi dengan intens.
Ia memandangi setiap detil wajah Bumi – dari garis rahangnya yang tegas hingga bibirnya yang tampak begitu menggoda. Hawa nafsu perlahan menguasai hati Aksa. Ia merasa dorongan yang kuat untuk mendekatkan dirinya pada Bumi. Tanpa sadar, tubuhnya bergerak lebih dekat hingga wajah mereka hampir bersentuhan.
"Apa yang sedang aku lakukan?" pikir Aksa, namun dorongan dalam hatinya terlalu kuat untuk diabaikan.
Dengan perlahan, ia mendekatkan bibirnya ke bibir Bumi. Sentuhan lembut itu pada awalnya hanya dimaksudkan sebagai ciuman yang singkat, namun intensitas perasaannya membuatnya semakin dalam. Bibir mereka bertemu dalam kehangatan yang memabukkan.
Mata Bumi terbuka perlahan, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Ia melihat wajah Aksa begitu dekat, dengan mata yang tertutup rapat dan bibir yang masih menempel pada bibirnya. Kejutannya segera berubah menjadi kesadaran penuh ketika ia merasakan intensitas ciuman itu.
"kak Aksa?" Bumi bergumam pelan saat Aksa perlahan membuka matanya dan menyadari bahwa Bumi sudah terjaga.
"Bumi... aku..." Aksa tidak tahu harus berkata apa. Wajahnya memerah, campuran antara rasa malu dan keinginan yang belum tersampaikan.
Bumi terdiam sejenak, memproses apa yang baru saja terjadi. "Kak Aksa, apa yang barusan kamu lakukan?" tanyanya dengan nada bingung namun lembut.
"Aku tidak bisa menahan diri." jawab Aksa jujur, meski dengan suara yang sedikit gemetar.
Bumi terdiam lagi, memandangi mata Aksa yang penuh dengan ketulusan dan kecemasan. "Kak Aksa... aku tidak tahu harus berkata apa," katanya pelan.
Aksa menarik napas dalam-dalam, mencoba mengendalikan dirinya. "Aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman, Bumi."
Perasaan yang campur aduk melanda Bumi. Di satu sisi, ia merasakan kehangatan dan kejujuran dalam kata-kata Aksa.
"Apakah kamu marah padaku?" tanya Aksa dengan suara pelan, hampir berbisik.
Bumi menggeleng pelan. "Aku tidak marah pada pacarku. Aku hanya kaget atas kejadian tadi"
Aksa menundukkan kepalanya, merasa bersalah. "Maafkan aku, Bumi. Aku tidak bermaksud begitu."
Bumi menyentuh lengan Aksa dengan lembut. "Kak, aku butuh waktu untuk melakukan hal lebih dari itu."
Mereka terdiam sejenak, membiarkan keheningan malam mengisi ruang di antara mereka. Akhirnya, Bumi menarik napas panjang dan berkata, "Mari kita tidur sekarang"
Aksa mengangguk pelan, merasa sedikit lega meski hatinya masih penuh dengan kecemasan. Mereka berbaring berdampingan di ranjang, kali ini dalam keheningan yang penuh arti. Aksa merasakan kehadiran Bumi di sampingnya, dan meski hatinya masih bergejolak, ia berusaha tenang. Perlahan, mereka berdua tertidur, membiarkan malam membawa mereka ke dalam mimpi yang penuh cinta.
-
Keesokan paginya, sinar matahari yang lembut membangunkan Bumi. Ia membuka matanya perlahan, menyadari posisi mereka berdua yang masih berdampingan. Aksa sudah terjaga, memandang keluar jendela dengan tatapan penuh renungan.
"Selamat pagi, Kak," sapa Bumi dengan suara serak.
Aksa menoleh dan tersenyum lemah. "Selamat pagi, Bumi. Bagaimana tidurmu?"
"Baik," jawab Bumi singkat, mencoba menormalkan suasana.
Aksa mengangguk. "Kita mandi bareng yuk ."
Bumi menghela napas. "Hah gak dulu deh kak."
Mereka duduk di tepi ranjang, saling menatap dengan serius. "Ayo lah sayang" kata Aksa dengan jujur.
"Hmm baik lah kalau begitu, tapi dengan satu syarat" balas Aksa dengan sungguh-sungguh.
Aksa menggenggam tangan Bumi, mencoba bertanya. "Apa syarat itu."
Bumi meremas tangan Aksa dengan lembut. "Kita akan mandi bersama. Apapun yang terjadi, jangan berbuat macam-macam."
Aksa menatap dengan penuh pengertian, mengetahui bahwa apapun yang terjadi, larangan akan menjadi perintah .
"Let's go sayang kita mandi bersama." Ucap Aksa sambil menggandeng bumi
-
"Akh Kak Aksa apa yang kamu lakukan." Sentak bumi
KAMU SEDANG MEMBACA
My cousin, My boyfriend
Teen Fiction{Follow dulu sebelum baca} Jeno as Aksa Mahendra Bimantara Jaemin as Bumi Anshula Calief "Aku ga mau kehilangan kak Aksa, sekarang aku udah jatuh cinta sama kakak. Jangan tinggalin aku ya?" "Akhirnya, ini yang kakak mau denger dari kamu, Bumi. Kakak...