Setelah acara perpisahan selesai, Ny. Wini mengajak Aksa untuk menginap di rumah mereka. Ajakan tersebut disetujui dengan senang hati oleh Aksa. Mereka pulang bersama, penuh dengan cerita dan tawa sepanjang perjalanan.Sesampainya di rumah, mereka semua beristirahat sejenak. Bumi dan Aksa membersihkan diri setelah seharian penuh dengan aktivitas. Setelah itu, mereka berkumpul di ruang makan untuk makan malam bersama akan tetapi Ayah Bumi tidak bisa ikut berkumpul karena sibuk bekerja. Suasana terasa hangat dan penuh keakraban.
Ny. Wini memulai pembicaraan saat mereka menikmati makan malam. "Bumi, kamu sudah memikirkan akan lanjut sekolah kemana?"
Bumi tersenyum malu. "Belum, Bun. Aku masih bingung. Banyak pilihan yang bagus."
Ny. Wini mengangguk. "Kalau menurut Bunda, lebih baik kamu sekolah yang dekat saja. Biar Bunda bisa tetap mengawasi dan mendukung kamu."
Namun, Aksa yang duduk di samping Bumi memiliki pandangan berbeda. Dengan tekad yang kuat, ia mengajak Bumi untuk melanjutkan sekolah di kota asalnya. "Tante, saya punya ide. Bagaimana kalau Bumi melanjutkan sekolah di kota saya? Di sana ada sekolah yang bagus dan fasilitasnya lengkap."
Ny. Wini terdiam sejenak, mempertimbangkan usul tersebut. "Tapi, Aksa, itu berarti Bumi harus jauh dari rumah. Bunda khawatir kalau dia nanti kesulitan."
Aksa tersenyum dan menatap Ny. Wini dengan penuh keyakinan. "Saya mengerti. Tapi saya yakin Bumi bisa menyesuaikan diri. Saya akan selalu ada untuk mendukung dan membantu Bumi. Ini juga kesempatan bagus untuk Bumi mengembangkan diri di lingkungan yang baru."
Bumi yang sejak tadi mendengarkan, akhirnya angkat bicara. "Bunda, mungkin ini bisa jadi pengalaman yang baik buat aku. Aku tahu keputusan ini berat, tapi aku ingin mencoba tantangan baru."
Ny. Wini menghela napas panjang. "Kalau itu memang keputusanmu, Bumi, Bunda akan mendukung. Yang penting, kamu harus janji akan menjaga diri baik-baik dan tetap berkomunikasi dengan Bunda dan Ayah."
Bumi tersenyum lega. "Terima kasih, Bun. Aku janji akan selalu mengabari kalian dan menjaga diri baik-baik. Tapi bagaimana dengan Ayah apakah ia akan setuju? "
Ny. Wini berpikir sejenak. “Tenang saja biar itu jadi urusan Bunda.”
Aksa tersenyum penuh kemenangan. "Terima kasih, Tante, atas pengertiannya. Saya yakin Bumi akan sukses di sana."
Malam itu, keputusan besar telah diambil. Setelah makan malam, mereka berbincang-bincang di ruang keluarga, membahas rencana ke depan dan persiapan yang harus dilakukan. Bumi merasa bersemangat, meski ada sedikit rasa takut di hatinya. Namun, ia tahu dengan dukungan Aksa, keluarganya, dan teman-temannya, ia bisa menghadapi tantangan ini.
Setelah berbincang, mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat. Bumi dan Aksa menuju kamar yang telah disiapkan. Mereka berbaring di tempat tidur, masih terjaga karena semangat dan antisipasi yang mengisi pikiran mereka.
"Aku nggak nyangka Ibu setuju, Kak," kata Bumi sambil memandang langit-langit.
Aksa merangkul Bumi dengan lembut. "Aku tahu ini keputusan besar, tapi aku yakin kamu bisa. Kita akan hadapi ini bersama-sama, oke?"
Bumi tersenyum dan mengangguk. "Oke, Kak. Terima kasih sudah selalu ada untukku."
Mereka berdua tertidur dengan perasaan tenang dan penuh harapan untuk masa depan. Malam itu, mimpi mereka dipenuhi dengan harapan-harapan indah tentang perjalanan baru yang akan mereka tempuh bersama.
Pagi harinya, mereka mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk Bumi melanjutkan sekolah di kota Aksa. Bumi merasa bersemangat dan siap menghadapi tantangan baru, dengan Aksa yang selalu mendukung di sisinya. Keputusan besar ini menjadi awal dari babak baru dalam hidup Bumi, yang penuh dengan kesempatan dan harapan
Setelah keputusan itu diambil, Bumi merasakan kelegaan. Namun, ia juga tahu bahwa keputusan ini perlu disampaikan kepada teman-temannya, Fello dan Acel, yang selalu mendukungnya. Saat mereka berkumpul untuk melepas kebosanan, Bumi mengumpulkan keberanian untuk berbicara kepada mereka.
"Hey, guys, gue punya kabar penting," Bumi memulai dengan suara agak canggung.
Fello dan Acel saling bertukar pandang, lalu menatap Bumi dengan penasaran. "Apa tuh, Bum?" tanya Fello sambil menyeringai.
"Jadi, gue memutuskan untuk lanjut sekolah di kota tempat Kak Aksa tinggal," ungkap Bumi, merasa beban di dadanya sedikit terangkat.
"Wow, seriusan, Bum?" Acel terkejut tapi tersenyum lebar. "Itu keren! Kalian bakal lebih sering bareng, dong."
"Ya, begitu rencananya. Gue sudah ngomong sama orang tua, dan mereka setuju," jelas Bumi.
Fello menepuk bahu Bumi dengan semangat. "Kita bakal kangen kamu, Bum. Tapi senang lihat kamu bahagia."
"Terima kasih. Kalian memang teman terbaik," Bumi merasa hangat dengan dukungan mereka.
Setelah seminggu libur, hari keberangkatan pun tiba. Bumi dan Aksa bersiap-siap untuk naik kereta menuju kota Aksa. Sebelum berangkat, mereka berpamitan kepada orang tua Bumi.
"Bunda, Ayah, terima kasih untuk semuanya. Aku janji akan belajar dengan baik," kata Bumi dengan suara penuh haru.
Ibunya memeluknya erat. "Hati-hati di sana, ya. Jaga diri baik-baik, dan jangan lupa sering-sering kabari kami."
"Ya, Bun. Aku akan selalu menghubungi kalian," Bumi menjawab sambil tersenyum.
Aksa menyalami kedua orang tua Bumi. "Terima kasih sudah mempercayakan Bumi kepada saya. Saya akan menjaga dia dengan baik."
Ayah Bumi mengangguk sambil tersenyum. "Kami percaya padamu, Aksa. Jaga diri kalian berdua."
Setelah berpamitan, mereka naik ke kereta. Perjalanan panjang di depan mereka terasa penuh harapan dan sedikit ketegangan. Di dalam kereta, Bumi duduk di samping Aksa, merasakan kehangatan di sebelahnya. Tak lama kemudian, Bumi tertidur di bahu Aksa, menikmati momen damai ini.
Penumpang lain yang melihat mereka tidak bisa menahan diri untuk tidak berbisik-bisik. Beberapa gadis muda tampak histeris melihat pemandangan romantis tersebut, membicarakan betapa manisnya pasangan ini.
"Bisa lihat itu? Mereka begitu manis bersama," bisik seorang gadis kepada temannya.
"Ya, benar-benar seperti dalam series," balas temannya dengan mata berbinar.
Perjalanan pun terasa lebih cepat dengan kehadiran Aksa di sampingnya. Saat mereka tiba di kota tujuan, Aksa membangunkan Bumi dengan lembut.
"Sayang, kita sudah sampai," bisik Aksa sambil mengusap pelan kepala Bumi.
Bumi membuka matanya, tersenyum melihat Aksa. "Terima kasih, Kak," jawabnya setengah mengantuk.
Mereka turun dari kereta dan menuju rumah Aksa. Sesampainya di sana Ny. Sinta tampak terkejut melihat Bumi bersama anaknya.
"Bumi! Kamu datang lagi? Tante tidak menyangka," katanya dengan mata berbinar.
Bumi tersenyum lebar. "Iya, Tante. Aku akan lanjut sekolah di sini bersama Kak Aksa."
Ny. Sinta mengangguk, terharu. "Bagus sekali. Kamu selalu diterima di sini, Bumi."
Setelah masuk ke rumah, Aksa dan Bumi duduk di ruang tamu. Aksa mulai menceritakan rencana mereka kepada ibunya.
"Bubu, kami sudah memutuskan bahwa Bumi akan lanjut sekolah di sini. Dia akan tinggal bersama kita," kata Aksa dengan tegas.
Ny. Sinta tersenyum hangat. "Itu keputusan yang baik. Kalian berdua saling mendukung, dan itu penting."
Malam itu, mereka menikmati makan malam bersama, berbicara tentang rencana-rencana ke depan, dan merasakan kebahagiaan karena bisa bersama. Bumi merasa lega dan bersemangat untuk memulai babak baru dalam hidupnya.
Di kamar, sebelum tidur, Aksa memeluk Bumi erat. "Aku bangga padamu, Bumi. Terima kasih telah memilih untuk bersamaku."
Bumi membalas pelukan itu dengan hangat. "Aku juga bangga padamu, Kak. Terima kasih telah mendukungku."
Malam itu, mereka tidur dengan perasaan tenang dan bahagia, siap menghadapi masa depan bersama-sama
KAMU SEDANG MEMBACA
My cousin, My boyfriend
Teen Fiction{Follow dulu sebelum baca} Jeno as Aksa Mahendra Bimantara Jaemin as Bumi Anshula Calief "Aku ga mau kehilangan kak Aksa, sekarang aku udah jatuh cinta sama kakak. Jangan tinggalin aku ya?" "Akhirnya, ini yang kakak mau denger dari kamu, Bumi. Kakak...