-*⁠.⁠✧24✧.*-

7.9K 730 15
                                    

"Tidak ada yang meminta seperti ini, begitu pula dengan diriku."

---🌹🌹🌹---

Kedua alis Fransisco terangkat ketika melihat sang istri dan cucunya sedang berargumentasi di ruangannya. Netranya lalu beralih ke arah Sylvester. Anak itu terlihat menikmati, lihat saja tangan kanannya asik mengemili cookies sambil sesekali memanas-manasi keduanya.

Mereka bertiga sudah sampai ruangan Fransisco, tapi Margareta dan Eleander masih saja belum selesai berargumentasi, ditambah lagi dengan Sylvester yang memanas-manasi keduanya. Fransisco ingin tepuk jidat dibuatnya.

"Dasar." Fransisco mencubit hidung Sylvester. Sylvester memekik kecil, ia menyipitkan matanya dan mengerucutkan bibirnya seraya menatap sinis sang kakek yang menganggu kesenangannya.

Fransisco abai. Ia menarik pelan tangan kiri Sylvester untuk menjauh. Margareta dan Eleander tersadar, mereka berdua menoleh ke arah Fransisco yang akan membawa pergi Sylvester.

"Berhenti kau dasar kakek tua!"

Seruan mereka berdua mengalun secara bersamaan. Fransisco langsung menggendong Sylvester ala koala dan membawanya pergi. Margareta dan Eleander menggeram kesal, mereka mengepalkan tangannya.

"Gara-gara kau si kakek tua itu membawa cucu bungsuku pergi!" Margareta mengkerutkan keningnya. Ekspresi kesal yang kentara tercetak jelas di air mukanya.

"Ini semua karena grandma yang mengajak aku untuk berdebat, jangan salahkan aku!" seru balas Eleander membalas. Dirinya tidak terima, padahal kan sang nenek juga ikut andil dalam argumentasi tadi.

"Salah kau!"

"Salah grandma!"

-*.✧Sylvester✧.*-

Fransisco membawa Sylvester untuk pergi ke luar mansion. Tentu saja sebelumnya ia kenakan dulu pakaian hangat kepada cucu bungsunya, ditambah dengan syal warna cream yang melingkar untuk menghalau dingin. Sedangkan dirinya memakai OverCoat.

Kakek dan cucunya itu pergi ke restoran, salah satu restoran yang masih di bawah naungan Dimitri. Fransisco berniat untuk menetap di restoran itu sampai makan siang datang, sekalian mengenalkan Sylvester dengan salah satu usahanya di bidang kuliner.

"Grandpa, emang nggak pa-pa kalo aku nggak sekolah?" tanya Sylvester setelah meletakkan secangkir coklat hangat. Fransisco yang duduk di hadapannya menatapnya.

"Sekolah bisa di lakukan di rumah, Syl" Ia menghentikan ketikan keyboard laptopnya, tatapannya beralih lagi ke layar laptop.

Sylvester sekarang sudah sangat terbiasa dengan panggilan itu. Walau sisi cowoknya tidak terima, tapi yasudahlah, yang terpenting tidak menganggu terlalu menganggu dirinya sendiri.

"Hm...." Sylvester berdehem panjang. Ia mengambil garpu untuk spaghetti nya. Garpu itu ia putar, setelah mi spaghetti itu menyangkut ia masukkan ke dalam mulut.

'Enak sekali.'

Mereka berdua ada di restoran dengan lantai teratas yaitu lantai tiga. Restoran ini luas, sangat luas. Terlihat fancy dan mahal. Para pelayan juga terlihat sangat profesional dalam pelayanannya, kemewahan menjalar di setiap sudut restoran.

"Syl, sebentar lagi akan ada seseorang yang akan bertemu grandpa. Bagaimana?" Fransisco menutup layar laptopnya. Sylvester menghentikan memakan makan siangnya, ia merenung sebentar dan mengangguk.

"Setelah ini aku mau keliling grandpa."

Fransisco mengangguk mengerti lalu ia usak surai cucu bungsunya, "Ditemani?"

Sylvester menggeleng atas usulan Fransisco, lebih baik jika dirinya sendiri. Lagi pula dirinya ingin sendiri saat ini.

"Jangan jauh-jauh dan cepat kembali."

Sylvester segera bangkit setelah ia meminum minumannya, dirinya melangkah ke arah lantai bawah. Fransisco menatapnya sebelum punggungnya itu menghilang dari pandangannya.

Sylvester bersenandung lirih, langkahnya terlihat pelan tapi riang. Sekarang dirinya berada di semacam lorong lantai dua. Lorong ini di bagian dinding kanannya terdapat kaca besar yang terpasang sepanjang lorong, pemandangan salju turun terlihat indah dari sana.

Sylvester bersyukur lorong ini panjang, jadi dirinya bisa berjalan sembari menikmati pemandangan. Sekarang tujuannya adalah lantai satu, lalu kembali lagi ke ruangannya semula.

'Duk

Dentuman jatuh di atas karpet merah terdengar lirih di samping Sylvester ketika melewati seorang wanita, dirinya langsung melihat ke arah bawah. Sebuah cincin. Cantik, apalagi berlian putih yang berkilauan itu. Tapi, yang penting sekarang bukan itu!

A/N : Bayangkan kalau dialog di baca dalam bahasa inggris (⁠ಠ⁠_⁠ಠ⁠)⁠>⁠⌐⁠■⁠-⁠■

"Permisi!"

Ucapan permisi dari Sylvester mengarah ke seorang wanita yang telah di lewati dirinya. Wanita itu menolehkan kepalanya, ia berhenti dari langkahnya.

"Cincin ini milik anda?" Sylvester menghampiri, setelah ia mengambil cincinnya ia menyodorkannya ke wanita tadi. Wanita itu sekejap memasang air muka terkejut. Ia langsung menerima cincin itu.

"Terimakasih, terimakasih banyak karena sudah memberi tahu saya." Wanita itu tersenyum, ia sedikit menunduk saat mengucapkan kata tadi.

"Sama-sama. Kalau begitu saya permisi terlebih dahulu" pamit Sylvester setelah urusan tadi selesai.

"Sebentar, ini kartu nama saya." Wanita tadi menyerahkan sebuah kartu nama, Sylvester menerima itu.

"Baiklah, saya permisi." Sylvester tersenyum sebagai balasan. Dirinya memasukkan kartu nama tadi ke kantong celananya, ia melangkah pergi meninggalkan wanita tadi yang menatap dirinya dari belakang dengan tatapan rumit.

✿✿✿Bersambung.....

Play with me! :)

Sylvester [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang