Sudah berkeliling mengitari sekolah, Zhafira tersenyum begitu melihat sang sahabat sudah kembali datang dengan raut wajah sedih dan mata yang sudah memerah.
"Zanara." Zhafira mengambil tangan milik Zanara untuk di pegang nya.
"Lu kenapa?"
Zanara hanya menatap sekilas Zhafira, seakan tidak ingin bertatapan dengan manusia itu.
Begitu selesai menatap manusia itu, ia langsung menghempaskan tangannya.
"Gua nggak papa."
Zhafira di buat diam membeku olehnya.
Belum siap mencerna apa yang di ucapkan oleh Zanara, manusia itu sudah lebih dulu melangkah meninggalkan Zhafira.
Zhafira yang menyadari hal itu kembali berjalan ke arah Zanara.
"Zanara."
Namun tak di acuhkan oleh manusia itu.
"Hey Zanara."
Masih tidak ada respon dari sang empu yang di panggil.
Dirinya nekat menarik tangan Zanara. Begitu Zanara memutar tubuhnya. Zhafira menatap sang sahabat yang tengah tersedu-sedu.
Zhafira merangkulnya.
"Hey salah gua apa?"
Zanara tetap diam bungkam tak mau mengucapkan sepatah kata apa pun.
"Lu kenapa nangis Zanara?"
"Lu jahat Ra."
"Salah gua apa Zan?"
"Semua karena lu, gua nggak bisa bahagia karena lu Ra."
"Apa yang gua lakuin Zan?"
"Gua udah tahu semuanya, gua tahu Alvian sukanya sama lu bukan sama gua, gua tau Alvian cuman manfaatin gua buat bisa dapatin lu."
"Tapi gua nggak suka sama dia Zan, gua rela dia sama lo. "
"Tapi kenyataan nya dia selalu ngeliat lu setiap kali gua lagi sama dia. Sakit banget rasanya Zhafira."
"Maaf Zan, apa yang bisa gua lakuin buat bisa menghentikan itu Zan."
"Gua nggak butuh maaf lu, gua benci sama lo. Gua minta lu jangan pernah liatin wajah lu ke gua, gua benci sama lu dan sampai kapanpun gua nggak akan lagi berteman sama manusia kayak lu."
Zanara melangkah begitu saja tanpa peduli apa yang terjadi pada Zhafira.
"Kasihan banget sih, gimana rasanya."
Chelsea manusia itu kini hadir dengan sahabat karibnya, Vania.
Dua manusia yang awalnya mengaku jadi teman baik Zanara dan Zhafira itu kini telah berubah haluan menjadi seseorang yang menunggu kehancuran dari orang yang mereka akui sebagai teman itu.
"Makanya kalo punya hati itu di jaga, inget tuh sahabat bodoh lu kasihan gua, masak punya sahabat nggak punya ati kayak lu ini."
"Diem lu, lu kan yang bikin Zanara kayak gini. Gua tau wajah busuk lo itu."
"Oh ya, punya indra ke berapa lu sampai tahu wajah tersembunyi kita."
"Indra ke enam belas kali."
Dua insan itu tertawa, perlahan tetes air mata jatuh menyentuh pipi merah milik Zhafira.
"Gua nggak punya urusan ya sama lu."
"Tapi gua nggak seneng liat lu bahagia, dan itu udah jadi masalah di mata gua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanah Konstantinopel
Short StoryDiubah dari "Langit Senja Istanbul" Ke "Tanah Konstantinopel" "Apakah harus saya yang menanggung segalanya di saat semua ini berjalan begitu sulit kenapa saya harus di buat begitu tersiksa jelas jelas kamu yang tidak mengungkapkan nya." Zhafira Anas...