LSI ¶ 49

2 0 0
                                    

Fahzan nampak cerah dengan senyuman nya, tas itu ia pikul dengan senang hati. Menyusuri panjang nya jalanan menuju apartemen nya kala itu.

Matanya teralihkan oleh seorang pedagang yang nampak terhuyung dengan gerobak dorong nya, manusia usia kisaran 60-70 tahun itu nampak pasrah dengan dagangan nya.

Dengan berbahasa Arab lancar dirinya mulai berbicara dengan orang yang berjarak 5 meter darinya itu.

Note :
Semua Bahasa Arab aku tulis dalam bahasa Indonesia aja ya. Tapi dalam dunia fiksinya dia ngomong bahasa Arab.

"Permisi Pak, bapak jualan apa ya?"

"Bapak menjual ini. Tapi nggak ada satupun yang membeli dagangan bapak sudah hampir 3 bulan bapak selalu rugi."

"Loh kenapa bisa gitu pak?"

"Makanan ini sudah tidak ada peminatnya."

"Loh ini makanan yang enak loh pak."

Ujar Fahzan menunjuk roti tanpa rasa di depan nya itu.

Bapak itu hanya tersenyum.

"Saya mau beli rotinya pak, kebetulan saya sangat menyukai roti ini."

"Kamu anak muda yang punya akhlak yang indah. Semoga Allah memberkahi mu di setiap jalanmu."

Bapak tua itu berseru bersyukur karena Fahzan.

Fahzan di balik sana hanya mengamini doa si bapak.

"Saya seakan merasa kamu akan melewati akhir jalan mu."

Fahzan mengangkat alisnya sebelah.

"Maksud bapak?"

"Kamu akan menemukan jalanmu di balik sana, inilah saat nya dimana kamu harus berbahagia. Ingat Allah tidak pernah sia-sia jalan takdir Allah itu begitu indah."

Fahzan hanya tersenyum meskipun tidak paham dengan kalimat si bapak tua itu.

Tiga kantung kertas berisi roti itu di sodorkan ke arah Fahzan.

Dengan senyuman si bapak tua itu berkata.

"Syukur mu, sabarmu, do'a mu dan istikharah mu akan di jawab oleh Allah."

Ujar bapak itu yang membuat Fahzan kembali Menyerngit kan keningnya.

Ia hanya tersenyum terpaksa dan melangkah meninggalkan bapak tua itu.

Ia mempercepat langkahnya, tapi langkahnya juga ikut terhenti begitu ia kembali melihat seorang gadis yang sama dengan tangisan nya.

Fahzan kembali merasakan desiran di dadanya.

"Ya Allah perasaan apa ini."

Lirih Fahzan.

Nampak gadis itu seakan berjalan di tengah gempuran ombak dan sepinya manusia di tengah angin kencang itu.

Gadis itu kembali melanjutkan langkah nya.

"Anti jangan lakukan itu."

Volume suara itu tak sedikitpun terdengar di telinga gadis itu ia tetap melanjutkan langkahnya.

"Ya ukhti, jangan lakukan itu."

Teriak Fahzan tapi gempuran suara air itu tak memberi pengaruh pada gadis itu.

Fahzan berlari tanpa ia sadari tiga roti itu jatuh tanpa jeda.

Fahzan berlari menarik tangan wanita itu begitu tangan itu sudah di tarik Fahzan beristighfar dengan nafas tersengal.

Tanah KonstantinopelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang