LSI ¶ 51

2 0 0
                                    

Zhafira nampaknya tersenyum merekah begitu sangat kakak yang tengah menyamping seorang bayi berhamburan berlari memeluk nya.

Gus Saqqara nampak tersenyum menyaksikan istrinya dan sang adik ipar yang nampak begitu terharu, padahal baru satu bulan yang lalu mereka bertemu kini malah lebih antusias dari sebelumnya.

"Kenapa kamu nggak bilang Ra? Sebenarnya apa kesalah pahaman kalian sampai kayak gini?"

Ujaran itu membuat Zhafira terdiam sejenak terdiam mendengar pertanyaan itu terlontar dari mulut Ika.

"Zhafira pikir Fahzan sudah menikah, dia nggak mau menjadi madu dari wanita yang sudah Fahzan nikahi, padahal wanita itu adik susunya Fahzan."

Kalimat itu seketika membuat Zhafira dan Ika serta Gus Saqqara menoleh menatap sang ibu.

"Kok ibu bisa tahu?"

Zila sedikit menyunggingkan bibir nya.

"Kamu ingat kamu nelfon ibu dan kamu bilang mau menerima khitbah Zayn."

Zhafira memutar otaknya mengingat kejadian di mana dirinya berinteraksi secara tidak langsung bersama sang ibu membicarakan khitbah dari Zayn.

"Gimana bisa dek kamu mikir kayak gitu?"

Zhafira terdiam sejenak sebelum akhirnya ia mulai membahas persoalan itu.

Setelah di cerita kan begitu panjang lebar Ika tersenyum.

"Beruntung kamu dek, makanya jangan deket deketan dulu kalo masih ta'aruf."

"Hehe bener juga sih."

Kalimat itu terpotong dengan hadir nya sosok di sebrang sana dengan dua orang manusia di antara nya.

"Assalamu'alaikum." Ujar tiga orang di sebrang sana.

"Zayn." Nama itu berputar di kepala Zhafira, gadis itu nampak bingung dengan kehadiran nya, pria itu adalah salah satu teman mainnya di masa kecil entah apa tujuan manusia itu datang.

Zila datang menyambut sahabat nya itu.

Mempersilahkan nya masuk dan duduk di kursi itu Zhafira Ika dan Gus Saqqara ikut menyambut hadir nya mereka.

Zulkhaer yang merasa ada seseorang yang datang ke rumah nya keluar dari ruang makan dimana sudah tertata satu gelas kopi di atas meja yang sudah sedikit berkurang karena di minum oleh nya.

Zulkhaer nampak tersenyum hangat menyambut manusia di sana.

"Heh pak Zaid gimana kabarnya? Ya Allah udah lama kali kita nggak bertemu."

"Masya Allah, udah 3 tahun yang lalu kayaknya gimana kabar Anta?"

"Bikhoir walhamdulillah."

"Kamu Zayn?"

Zulkhaer menunjuk ke sebelah sahabat nya itu.

"Na'am, Saya Zayn."

"Ya Allah udah besar ya kamu, terakhir kita ketemu waktu itu kamu masih kelas 1 SMP sebelum akhirnya kamu pindah. Dari yang saya dengar sekarang kamu udah jadi Da'i ya?"

Kalimat itu berhasil membuat Zayn tersenyum.

"Alhamdulillah."

"Kalo nak Zhafira bagaimana, sudah wisuda?"

Zaid mengalihkan pembicaraan ke arah wanita bercadar di sana.

"Alhamdulillah saya sedang melanjutkan S2 pak."

Kalimat itu berhasil membuat Zayn sedikit berdecak kagum.

"Kalo boleh tahu dimana Nak Zhafira melanjutkan kuliah S2?"

Tanah KonstantinopelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang