Pria itu tengah merasakan sesuatu yang mengganjal di hatinya dengan langkah tertatih kakinya mengikuti langkah di mana saat ini jantungnya ingin mengarahkan dirinya untuk berlari.
"Mengapa saya tidak pernah mengenali dirimu, Ya Allah mengapa saya terlalu bodoh."
Ujaran itu terucap dalam hati Fahzan, ia sungguh menyesal saat dimana pertama kali ia bertemu dengan wanita itu namun ia sama sekali tak mengenalnya.
Setelah berlari jauh dari apartemen nya ia mendapati seorang gadis yang ia kenali dengan raut wajah sedih dan tangisan yang tiada henti.
Di belakang sana Fahzan mulai merasakan jantung nya berdetak tidak karuan dengan nafas tersengal Fahzan mulai mengeluarkan suara nya.
"Zhafira."
Lirihnya, perasaan nya terharu sudah lama sekali nama itu tak pernah ia sebut.
Gadis itu menoleh merasakan namanya di sebut.
Pada waktu itu seakan takdir yang sudah lama tidak mengikat kembali mengikat hadirnya mereka.
Zhafira yang mana telfon itu melekat pada telinga nya menatap Fahzan terkejut.
"Kenapa kamu tidak pernah memberi tahu saya siapa dirimu?"
Fahzan hampir saja meloloskan satu tetes air kala itu.
Fahzan sudah tak lagi paham dengan air matanya yang kini mulai jatuh, berurutan.
Pada waktu bersamaan telfon genggam di tangan Zhafira itu jatuh begitu saja.
"Saya sudah pernah berjanji akan menjadi imammu, tapi kenapa kamu menghindari saya?"
Zhafira dengan sedikit air mata yang hampir tumpah dari pelupuk matanya mulai membuka suara, untuk saat ini entah kenapa hatinya tak dapat berbohong menyembunyikan siapa diri nya.
"Kamu telah berkhianat kepada saya, kamu sudah menikah bukan. Lalu kenapa kamu tetap mencari saya, kamu ingin menjadi kan saya yang kedua."
Mendengar kalimat itu keluar dari bibir Zhafira serta derai air mata yang tak hentinya jatuh Fahzan mengangkat alisnya sebelah.
"Maksud kamu, yang kedua?"
Fahzan sungguh di buat bingung oleh pernyataan gadis itu.
"Bukankah kamu sudah menikah dengan wanita yang kau pamerkan di sosial media mu. Mengapa kamu melakukan hal itu di saat kamu memiliki janji kepada saya, kamu tahu seberapa hancur nya saya oleh manusia yang katanya sahabat tapi malah menghancurkan saya sekarang kamu juga ingin menghancurkan saya."
Zhafira dengan air mata yang tak henti-hentinya meluruh begitu saja.
"Maksud kamu Khasya?"
Fahzan menyodorkan pertanyaan ke arah Zhafira.
"Siapapun itu saya tidak peduli, saya tetap membenci kamu."
Zhafira menggeleng dengan tubuh lemah miliknya bahunya sudah bergetar hebat, ia sudah tak lagi tahan membahas hal ini.
"Dia mahram saya, dia adalah adik sepersusuan saya, dulu semasa di kampus saya pernah mengagumi dia tapi bagaimana pun dia adalah saudara sepersusuan saya, saya tidak bisa menikah dengan nya, dan kejadian itu juga sudah jauh, jauh sebelum saya akhirnya menemukan kamu yang membuat saya jatuh hati karena akhlak mu, dia yang selalu mengingat kan saya untuk mempercepat mengkhitbahmu, dia ingin sekali bertemu denganmu, saat saya datang ke rumahmu, orang tuamu menerima saya namun saya di patahkan dengan perkataan mereka, yang mengatakan kau sudah merantau ke negri yang jauh, apakah ini alasannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanah Konstantinopel
Short StoryDiubah dari "Langit Senja Istanbul" Ke "Tanah Konstantinopel" "Apakah harus saya yang menanggung segalanya di saat semua ini berjalan begitu sulit kenapa saya harus di buat begitu tersiksa jelas jelas kamu yang tidak mengungkapkan nya." Zhafira Anas...