LSI ¶ 17

2 0 0
                                    

"Kapan nyampe nya Zan, kenapa jauh banget sih lama-lama saya bosan di sini."

"Bentar lagi sabar dong ente."

"Emang sejauh apa sih rumahnya."

"Hampir di tengah hutan." Ujar Fahzan tanpa melihat Rensya yang berada di belakangnya.

"Hah? Jadi kamu mau bawa saya ke hutan, jangan Zan. Kamu mau ninggalin saya ya?"

"Emang siapa yang mau ninggalin ente? Yang ada harimau lari dari hutan kalo ente kami tinggalin di hutan."

"Tenang aja, tidur ente kalo bisa."

"Lama-lama saya mabok, saya lupa bilang kalo saya itu pemabok jalanan."

"Sejak kapan ente pemabok?"

"Baru waktu umur ane umur 16 tahun kemaren Qi, waktu ane jalan-jalan sama temen ane."

"Beneran Sya?"

"Iya Qi." Angguk Rensya.

"Yaudah kamu makan ini Sya."

Fahzan menghentikan mobilnya dan mengeluarkan sebuah pil penghenti mabuk.

"Apa itu Zan?"

"Antimo."

"Hah? Kamu stok sebanyak itu di mobilmu." Bingung Rafisyqi.

"Ya Iyalah, saya udah pengalaman tiap kali saya bawa anak-anak ke mobil saya pasti ada aja yang muntah."

"Jadi kamu stok itu banyak."

"Iya."

"Parah kamu Zan, besok besok kamu masukin obat batuk sama paracetamol juga deh Zan biar jadi apotik berjalan mobil mu ini."

"Paracetamol banyak merek ya Zan, biar koleksi."

Rafisyqi dan Rensya tertawa renyah setelah pernyataan itu keluar dari mulut mereka.

Fahzan hanya diam menanggapi dua manusia itu.

"Ini kamu mau minum nggak?"

"Nggak usah deh nggak jadi. Boleh mampir bentar di swalayan itu nggak Zan saya mau beli snack aja, biasanya saya kalo nggak ngunyah malah saya bisa mabuk."

"Boleh deh. Saya parkir di sana dulu."

"Asik, ente nggak boleh jajan ya Qi, cuman ane doang."

"Ente siapa larang larang ane."

"Ya pokoknya ente nggak boleh ikut beli makanan."

"Nasib ya bawa kucing sama tikus dalam satu mobil, kerjaannya berantem mulu."

"Kamu tuh Qi yang tikus."

"Ente yang tikus Sya."

"Ente itu."

"Hah udah-udah. Nggak jadi jajannya kalo kalian berisik ini."

Rafisyqi dan Rensya diam tak berkutik.

Rafisyqi menatap Rensya dengan mata membelalak.

"Apa ente natap ane begitu."

"Nggak ada ane natap ente."

"Apa yang nggak."

"Ente nya aja yang geer kali."

"Ente yang geer."

"Masya Allah." Fahzan memutar setirnya ke arah parkiran sebuah swalayan.

Mereka terdiam mendengar kalimat itu keluar dari mulut Fahzan.

"Zan kamu nggak marah kan Zan?"

"Gara-gara ente itu Fahzan marah." Rensya menyolot.

"Ente yang mulai kenapa ane yang di salahin."

Tanah KonstantinopelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang