LSI ¶ 30

2 0 0
                                    

"Ra lu apain Ustadz Fahzan?"

"Nggak aku apa-apain kak."

"Maaf ustadz adik saya lancang banget."

"Nggak papa, bukan salah Zhafira juga kok."

"Sekali lagi maaf ustadz. Ayok Ra."

"Tapi kak ini air Kak Fahzan."

"Diem Ra."

"Kak ini airnya saya tarok di sini saya pergi dulu."

Fahzan tetap batuk karena tersedak.

Ika menarik tangan Zhafira meninggalkan keramaian itu.

"Lu kenapa sih? Lu apain Ustadz Fahzan?"

"Aku cuman ngasih air kak nggak lebih kok."

"Terus kenapa Ustadz Fahzan buang airnya?"

"Ya mana aku tau kak."

🕌🕌🕌

"Ustadz udah nggak papa?"

"Nggak papa."

Ujar Fahzan sedikit mengeluarkan batuk dari mulut nya.

"Benar ustadz?"

"Iya. Saya permisi."

Fahzan melangkah menuju mobilnya. Ia sedikit mengatur nafasnya hingga batuk itu berhenti.

Ia mendengus.

Kenapa saya jadi begini Ya Allah. Kenapa sama saya ini?

Fahzan menghembuskan nafasnya kasar. Ia menyalakan mobilnya dan berlalu begitu saja meninggalkan keramaian itu.

Begitu sampai di rumah bertingkat dua itu sang satpam rumahnya membukakan pagar rumah itu.

"Makasih pak." Ujar Fahzan dengan senyuman nya.

Ia memarkirkan mobil itu dan masuk melalui pintu garasi.

"Bu." Teriak Fahzan.

"Apa Zan?" Ujar sang ibu dari arah ruang tamu.

"Kenapa ibu di sini?"

"Ibu lagi nonton TV sama Khasya." Ujar sang ibu menunjuk Khasya yang berada di sebelah nya.

"Ouh Fahzan mau makan dong bu."

"Itu di meja makan."

"Hah, ibu nggak nemenin Fahzan?"

"Kamu bisa makan sendiri kan."

"Trus ibu udah makan?"

"Udah."

"Oh yaudah."

Fahzan berlalu menuju ruang makan di sana ia menatap nanar sang ibu yang biasanya makan bersama nya.

Tapi tidak apa, biarkan manusia itu menghabiskan waktunya bersama putri susunya yang sudah terpisah lebih dari 22 tahun.

Ia menghabiskan makanan yang sudah agak dingin itu sendirian. Ia tersenyum begitu melihat dua manusia di depan nya tertawa bersama.

Kapan lagi ia akan melihat pemandangan itu.

Tanah KonstantinopelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang