LSI ¶ 22

5 0 0
                                    

"Zan, kamu beneran udah nggak papa?"

"Saya udah nggak papa kok Qi."

"Kenapa nggak istirahat aja dulu Zan jangan datang dulu ke kampus, awas nanti kamu nggak bisa ikut persidangan loh."

"Bisa kok Qi tenang aja."

"Kamu nggak trauma Zan sama kejadian kemarin."

(Kejadian Fahzan di Buhul Safwan part 18)

"Trauma tentu aja ada Qi, tapi kalo saya tetap takut akan hal itu justru setan itu akan semakin mengejar saya."

"Benar juga sih. Eh ngomong-ngomong ibu kamu udah tahu belum kalo kamu di santet sama tu manusia."

"Belum." Fahzan menggeleng sambil menyengir.

Rafisyqi menarik bibirnya dan menggeleng seakan mengatakan apa yang di lakukan sosok Fahzan sudah merupakan kesalahan besar.

"Nanti saya bilang."

"Kebiasaan kamu Zan, kemarin waktu kita mau ke desa itu kamu juga nggak bilang sama ibumu. Ibumu harus tau Zan."

"Maaf Qi."

"Bukan buat saya kamu minta maaf tapi, kamu harus minta maaf sama diri kamu dan ibu kamu. Bukan saya yang kamu bohongi. Kedepan nya kalo ada yang mengganjal sama kamu, diskusikan dulu sama ibumu Zan jangan asal bertindak saja."

"Iya Rafisyqi."

Fahzan seakan seorang adik yang mengangguk menuruti setiap perkataan kakaknya.

"Ih iya tadi Rensya nelfon saya katanya Ibu kamu bisa nggak jadi saksi di persidangan nanti?"

"Ibu saya? Mungkin bisa Qi, tapi nanti saya tanya lagi lah. Tapi mungkin nggak deh Qi."

"Kenapa Zan?"

"Nggak mungkin dong, ibu saya udah trauma dengan kejadian itu, saya takut nantinya ibu saya trauma terlalu dalam."

"Yaudah lah nanti saya diskusikan lagi."

"Dan ini satu lagi."

Rafisyqi mengeluarkan bawang putih yang di ikat benang menjadi sebuah gelang dari sakunya.

"Apaan tu Qi?"

"Kamu nggak tau ini apa."

"Nggak." Fahzan menggeleng.

"Bawang putih lah."

"Ya saya juga tau itu bawang putih, fungsinya buat apa coba?"

"Buat bikin kamu terhindar dari serangan santet si Safwan itu."

Fahzan seketika tertawa mendengar itu.

"Kenapa pake bawang putih segala lagi."

"Kamu nggak tahu kalo hantu takut bawang putih. Ini spesial loh saya rakit buat kamu."

"Nggak perlu pake begitu an kali Qi."

"Pake aja napa."

"Nggak usah di pake ya tarok dalam saku saya aja."

Rafisyqi cemberut melihat itu.

"Yaudah iya pasang deh di tangan saya. Ini."

"Nah gitu dong, kerja keras saya ini."

Fahzan tersenyum meledek. Lama-lama Fahzan menjadi kelinci percobaan jika terus di biarkan.

"Nah kan kamu makin ganteng begitu."

"Ganteng katamu, nggak kata orang."

Rafisyqi tertawa garing.

"Jangan di lepas ya Zan sampe minggu depan."

Tanah KonstantinopelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang