Bab 24

460 6 0
                                    

Beberapa hari terakhir ini, Devan merasa ada yang berubah dari Ana, lebih tepatnya setelah kejadian saat di restoran hari itu.

Ana kini lebih banyak diam dan seolah menghindari Devan.

Namun, Ana masih tetap menjalankan semua tugas dan tanggung jawabnya sebagai asisten Devan.

Ana sebenarnya ingin berhenti bekerja, namun mengingat ia masih memiliki hutang, membuat Ana mengurungkan niatnya. Dan ia lebih memilih untuk tetap bekerja, namun dengan sedikit berjaga jarak dengan Devan. Agar Diva tak selalu berfikir negatif tentangnya.

"Ana!" panggil Devan.

Ana menoleh, "Iyah Tuan. Apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Ana.

Devan yang sedang duduk di sofa itu lantas beranjak berdiri.

"Kenapa akhir-akhir ini aku merasa kamu lebih banyak diam dan seolah menghindari ku," ucap Devan sambil mendekati Ana.

Ana mundur dua langkah saat jarak Devan terlalu dekat dengannya.

"Mmm, mungkin itu perasaan Tuan muda saja," ucap Ana.

"Kenapa kamu menjauh!? Apa aku ada salah? Katakan, dimana kesalahanku? Aku minta maaf," ucap Devan kembali mendekati Ana.

"Ehh, nggak Tuan. Tuan muda nggak salah apa-apa kok, Tuan muda nggak perlu minta maaf seperti itu," ucap Ana sambil sekilas melirik ke arah Devan, kemudian ia kembali menunduk lagi.

"Lalu, kenapa kamu banyak diam dan seolah sedang menghindari ku?" tanya Devan.

"Saya rasa, seperti ini lebih baik, Tuan muda," ucap Ana.

Devan menggeleng, "Nggak, Ana. Aku nggak suka kalau kamu mendiamkan ku dan menghindari ku begini," ucap Devan pada Ana.

"Tuan, saya nggak mau mendapat masalah,  niat saya di sini adalah bekerja untuk membayar hutang saya pada Tuan muda. Jika Tuan mempermasalahkan sikap saya, lebih baik saya akan mengundurkan diri saja. Saya akan cari kerja lain di luar sana dan masalah hutang saya nggak akan lupa kok, saya akan tetap membayarnya tapi dengan cara mencicilnya," ucap Ana panjang lebar.
 
Mendengar hal itu, membuat Devan langsung memeluk Ana. Devan tak mau sampai kehilangan Ana. Devan tak mau kejadian seperti dulu terulang lagi di hidupnya.

Ana mematung.

"Ana, aku mohon tetaplah di sini. Percayalah padaku, kamu nggak akan mendapat masalah apapun di sini," ucap Devan meyakinkan. Ana tak menjawab apapun.

"Ana, aku tau kamu seperti ini pasti karena Mama," ucap Devan dengan mata yang terlihat sedang menahan amarah.

Ana menggeleng dengan cepat, "Nggak Tuan. Ini nggak ada sangkut pautnya sama Nyonya," ucap Ana.

"Kamu tunggu sini, aku mau menemui Mama dulu," ucap Devan.

Ana mel0tot ketika mendengar perkataan Devan. Ana pun buru-buru mencegah Devan.

"Tuan muda, jangan. Ini nggak ada hubungannya dengan Nyonya, Tuan," ucap Ana sambil mengikuti langkah Devan yang begitu cepat itu.

Namun, Devan tak mendengar ucapan Ana. Devan terus melangkah menuju kamar Diva dan meninggalkan Ana yang tengah kebingungan itu.

"Gawat! Kenapa jadi gini sih," gumam Ana bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang?

Duar! Duar! Duar!

Devan tak lagi mengetuk pintu akan tetapi menggedor pintu kamar orangtuanya. Devan benar-benar di selimuti rasa amarah.

Ceklek!

"Devan, ada apa kamu gedor-gedor pintu begitu!" ucap Bagas saat melihat Devan.

"Mama mana, Pa!" tanya Devan dengan wajah datar dan sorot mata tajamnya.

"Ada di dalam," jawab Bagas.

Devan pun menerobos masuk guna untuk menemui Mamanya.

Diva yang sedang berada di meja rias itu melihat kedatangan Devan dari kaca besar yang ada di depannya.

"Van, kebetulan kamu kesini, tadinya Mama mau menemui kamu. Ada hal penting yang ingin Mama bicarakan sama kamu," ucap Diva. Diva beranjak berdiri dan menghadap ke arah Devan yang sedang menatapnya.

"Kemarin Mama ketemu Viona dan Viona udah menceritakan semuanya ke Mama. Apa kamu nggak ada niat untuk kembali lagi padanya? Viona udah menyelamatkan nyawa kamu, Van," ucap Diva dengan percaya diri.

"Mau sampe kapan Mama ngurusin masalah pasangan Devan," ucap Devan dengan suara beratnya.

"Van, Mama itu cuma pingin yang terbaik buat kamu. Mama pingin lihat kamu bahagia seperti dulu," ucap Diva.

"Kalo Mama pingin Devan bahagia, Mama nggak usah lagi urusin masalah pasangan buat Devan. Devan udah punya pilihan sendiri," ucap Devan.

"Siapa yang kamu pilih? Apa asistenmu itu yang akan kamu pilih jadi pasanganmu, hmm!?" ucap Diva sembari tersenyum miring seolah merendahkan.

"Iyah Ma. Devan pilih Ana buat jadi pasangan Devan," ucap Devan dengan penuh kayakinan.

Diva melengos, "Mama nggak setuju, Van."

"Setuju ataupun nggak, Devan akan tetap pilih Ana," ucap Devan kekeh.

"Di luar sana masih banyak wanita berkarir yang mengincar dan menginginkan kamu, Van. Tapi, kenapa kamu harus memilih pembantu itu!" sentak Diva.

"Karena Devan bahagianya sama Ana, Ma. Devan nggak pernah memandang status. Mau jadi apapun dia, kalau Devan nggak bahagia, percuma!" balas Devan.

"Devan minta, Mama jangan mengusik Ana," ucap Devan penuh penekanan.

"Sudah-sudah, hentikan!" ucap Bagas yang tak tahan lagi mendengar perdebatan antara Anak dan Ibu itu.

Devan dan Ana pun terdiam ketika Bagas menghentikan perdebatan mereka.

"Van, apa kamu benar-benar mencintai, Ana?" tanya Bagas dengan serius.

Devan menganggukkan kepala.

"Papa merestui kamu dengan dia," ucap Bagas. Diva semakin kesal ketika mendengar perkataan suaminya.

Sedangkan Devan yang mendengar itu merasa bahagia, karena Bagas ternyata merestuinya dengan Ana, sama seperti Omanya.

Sangking senangnya, Devan pun tanpa berbasa-basi lagi, ia segera keluar dari sana.

"Mama, ini kenapa sih! Apa Mama nggak suka kalau Devan bahagia, ha? Papa perhatikan Devan itu sudah mulai ada perubahan semenjak Devan bersama Ana. Lebih baik, Mama restui saja mereka," ucap Bagas pada Diva.

"Pa, Mama ...,"

"Kalau Mama tetep seperti ini. Siap-siap saja Devan pasti akan membenci Mama," ucap Bagas antusias. Lalu, setelah berbicara seperti itu, Bagas melangkah pergi meninggalkan Diva.

"Ckk! Aku menyesal sudah menerimanya kerja di sini waktu itu," ucap Diva penuh penyesalan.

Bersambung.

Di Cintai Tuan Muda Majikan(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang