Bab 19

542 11 0
                                    

Deg!

Devan terkejut saat melihat siapa yang baru saja memanggilnya itu.

Apa dia tak salah lihat!?

Devan langsung berdiri dari duduknya lantaran ia tak percaya dengan kehadiran Viona.

Dan Viona dengan rasa percaya diri memeluk Devan dengan sangat erat.

"Devan, aku rindu sama kamu!" ucap Viona dengan entengnya.

'Siapa dia!? Mukanya kaya nggak asing. Aku kaya pernah lihat tapi dimana!?' batin Ana bertanya-tanya.

Devan yang mendapat pelukan itu hanya mematung, kemudian dengan cepat Devan menjauhkan tubuh Viona agar tak memeluknya.

Viona terkejut dengan apa yang Devan lakukan. Tapi, Viona paham kalau Devan mungkin masih merasa kecewa padanya. Karena saat itu Viona tanpa sebab pergi begitu saja saat tepat di hari acara pernikahannya bersama Devan.

"Van, aku minta maaf, aku tau aku salah," ucap Viona sambil menatap Devan.

Ana hanya terdiam dan menyimak mereka berdua. Di sana wajah Devan berubah 99persen. Tadi sebelum Viona datang, Devan sangat terlihat bahagia dan ceria. Namun, saat ini wajah Devan berubah menjadi datar sedatar-datarnya. Devan saat ini tengah menahan rasa emosinya.

"Ayok kita pergi!" Devan tak merespon ucapan Viona dan malah meraih pergelangan tangan Ana dan membawa Ana pergi dari sana.

Viona tidak tinggal diam.

"Devan, aku mohon dengerin penjelasan aku dulu. Aku saat itu nggak ada niat buat pergi ninggalin kamu, Van. Aku punya alasan kenapa aku pergi saat itu," ucap Viona sambil masih mengikuti langkah Devan.

Devan menghentikkan langkahnya, Devan sebenarnya penasaran dengan alasan Viona. Tapi, saat ini Devan ingin menjaga perasaan Ana.

"Van, saat itu aku terpaksa harus pergi ...,"

"Aku nggak punya banyak waktu," potong Devan. Devan kembali menarik tangan Ana untuk segera memasuki mobil.

"Devan! Devan!" panggil Viona, tapi tak di hiraukan oleh Devan.

Devan langsung menancap gas meninggalkan tempat jogging itu.

Selama perjalanan pulang, tak ada pembicaraan antara Ana dan Devan. Ana pun tak berani bertanya mengenai wanita tadi. Lagian itu bukan urusan Ana. Jadi, buat apa Ana tanya-tanya, nanti di kira kepo.

***

Sesampainya di mansion ...

Ana hanya mengikuti langkah Devan, sesampainya mereka di tangga, Ana menghentikan langkahnya dan Devan menyadari hal itu.

"Ada apa!?" tanya Devan menoleh ke arah Ana.

"Mmm, Tuan muda mau sarapan pake apa hari ini?" tanya Ana.

"Apa saja. Selagi kamu yang membuatkan aku pasti akan memakannya," ucap Devan tapi dengan wajah yang terlihat datar.

Mendengar hal itu Ana senangnya bukan main, tapi ia berusaha untuk tetap terlihat biasa saja. Ia harus tetap bisa mengontrol diri.

"Oh, baik Tuan muda. Kalau begitu biar saya siapkan sarapan dulu untuk Tuan muda," ucap Ana.

Devan mengangguk, "Aku tunggu di kamar!" ucap Devan.

"Iyah, Tuan muda," jawab Ana. Ana pun kemudian beranjak pergi dari hadapan Devan dan bergegas menuju dapur untuk membuatkan Devan sarapan.

Devan menatap Ana dengan tatapan yang sulit di artikan. Kemudian, setelah Ana tak lagi terlihat, Devan segera menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.

***

Devan masih memikirkan Viona. Devan memang kecewa pada Viona, tapi dia sangatlah penasaran apa sebenarnya alasan dia pergi saat itu?

Devan lantas menuju kamar mandi dan berendam di sana. Devan memejamkan matanya dengan isi fikiran yang melayang kemana-mana ...

Brak!

"Kenapa dia kembali di saat aku sudah melupakan semuanya!?" ucap Devan dengan diselimuti rasa emosi.

Bayangkan, empat tahun bukanlah waktu yang singkat untuk Devan bisa melupakan kenangan pahit itu. Tapi, setelah Devan sudah bisa melupakan semuanya dan Devan sudah mulai merasakan bahagia dengan adanya kehadiran Ana, Devan malah mendapat berbagai macam ujian. Yang pertama ia di uji oleh ketidak setujuan Diva terhadap Ana dan yang kedua ia di uji dengan kehadiran Viona yang kembali setelah empat tahun lamanya menghilang dari kehidupan Devan.

Apa kah Devan tak berhak mendapatkan kebahagiaan!?

***
Beberapa menit berlalu ...

Devan sudah merebahkan tubuhnya di ranjang, tangannya sedari tadi bergerak memijat keningnya yang terasa pusing.

Ceklek!

Ana membuka kamar Devan sembari membawakan sarapan untuk Devan.

Devan menyadari kalau Ana yang memasuki kamarnya. Devan lantas berganti posisi menjadi duduk.

"Maaf Tuan muda. Pasti Tuan muda udah lama nunggu," ucap Ana.

Devan menggelengkan kepalanya.

Ana melihat ke arah Devan, "Mmm, ya sudah sekarang Tuan muda sarapan dulu," ucap Ana.

Devan tak banyak bicara. Ia langsung menuju sofa dan segera menyantap sarapan yang di buatkan Ana.

Ana merasa ada yang berbeda dari Devan. Sebenarnya, Ana merasakan hal itu sejak tadi, setelah Devan bertemu dengan Viona. Tapi, Ana mencoba menepis jauh-jauh pikiran negatifnya.

Tak terasa Ana melamun sudah cukup lama sampai tak menyadari kalau Devan telah selesai sarapan.

"Aku ingin pergi menemui, Oma. Apa kamu mau ikut?" tanya Devan pada Ana.

Ana menggeleng dengan cepat, "Ehh, nggak Tuan. Tuan muda saja yang menemui Oma. Saya mau lanjut beres-beres aja," ucap Ana.

"Hmm, aku tinggal dulu," ucap Devan. Dan Ana hanya mengangguk. Kemudian, Devan berlalu pergi.

Ana menghela nafasnya, "Hmmm, sebenarnya wanita tadi siapa, sih!?" gumam Ana.

Ana lantas teringat dengan ucapan Areta yang pernah berkata bahwa Devan pernah di tinggal mempelai wanita saat acara penikahannya.

Dan Ana teringat juga dengan foto yang ia temukan di lantai kamar Devan saat itu.

"Apa jangan-jangan wanita itu adalah mantan kekasih Tuan muda yang dulu pergi saat tepat di hari acara pernikahan mereka? Dan foto waktu itu, foto waktu itu persis dengan wanita tadi," ucap Ana lagi.

Ana mendadak jadi lemas.

"Apa Tuan muda masih mencintai wanita itu?" gumam Ana.

"Kalau emang, iyah. Kenapa rasanya aku kaya nggak ikhlas," gumam Ana lagi kali ini sambil menunduk sedih.

Ana pun spontan mendongak, "Ana, kenapa kamu kaya gini. Kamu harus sadar, Ana. Kamu nggak pantas buat Tuan muda, kamu cuma seorang pembantu. Kalau Tuan muda mau kembali sama masa lalunya yah biarkan saja, lagian kamu kan udah nolak Tuan muda. Lebih baik kamu pendam aja rasa suka mu ini," ucap Ana pada dirinya sendiri.

Ana pun mencoba menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya secara perlahan.

"Niat mu bekerja, agar hutangmu cepat lunas. Dan setelah lunas kamu bisa bebas," gumam Ana. Ana pun kemudian segera membangunkan semangatnya untuk kembali melanjutkan pekerjaannya.

Bersambung.

Di Cintai Tuan Muda Majikan(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang