Bab 25

515 6 0
                                    

Ana berdiri sambil menunduk tepat di hadapan Bagas yang saat ini sedang duduk bersantai di sebuah kursi yang tersedia lingkungan kolam renang mansion.

Ana saat ini tengah di landa rasa takut yang begitu besar. Sebenarnya, ada apa? Kenapa tiba-tiba Tuan Besar memanggilnya kemari? Apakah Ana berbuat kesalahan? Tapi, dia merasa tak melakukan kesalahan apa-apa.

"Se-selamat sore Tuan besar," sapa Ana sopan dan dengan rasa gugup yang menyelimuti dirinya.

"Sore juga," jawab Bagas dengan santai.

"Mmm, ada apa yah Tuan besar memanggil saya? Mmm, apa ada yang bisa saya bantu," ucap Ana yang merasa semakin tegang karena Bagas tengah melihat ke arahnya.

Bagas terkekeh melihat ketegangan, Ana saat ini. " Haha, nggak perlu tegang seperti itu, Ana. Saya menyuruhmu kemari karena ingin mengobrol sebentar denganmu," ucap Bagas.

"Mengobrol? Hmm, kalau boleh tau mengobrol masalah apa, Tuan besar?" tanya Ana dengan rasa penasaran.

"Duduklah dulu," ucap Bagas mempersilahkan Ana untuk duduk di sebuah kursi.

Ana mengangguk, kemudian Ana pun duduk di kursi yang berada tak jauh dari Bagas.

"Apa usiamu masih 19 tahun?" tanya Bagas memulai percakapan dengan Ana.

"Betul, Tuan. Usia saya 19 tahun," jawab Ana.

"Masih sangat muda," gumam Bagas sambil sibuk menggerakkan jari jempol dan telunjukknya di dagunya. Dan Ana hanya tersenyum kaku mendengar ucapan Bagas.

"Apa kedua orangtuamu masih ada?" tanya Bagas lagi.

Ana menggeleng, "Orangtuanya saya sudah tiada, Tuan. Sekarang saya tinggal sendiri, karena saya tak memiliki saudara, saya anak tunggal," jawab Ana.

"Mmmm, maaf sudah kembali mengingatkan tentang orangtuamu. Saya turut prihatin," ucap Bagas.

"Nggak papa Tuan, terimaksih," jawab Ana dengan sopan.

"Kamu benar-benar anak yang mandiri dan pekerja keras. Di usiamu yang masih muda begini seharusnya kamu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi agar bisa menggapai impianmu," ucap Bagas lagi.

"Mmm, saya rasa menggapai sebuah impian nggak harus sekolah tinggi, Tuan. Asal kita mau berusaha dan mencoba untuk menggapai impian itu meski tak sekolah tinggi pun kita dapat menggapainya," ucap Ana. 

Bagas mengangguk-angguk saat mendengar jawaban Ana. Bagas merasa cocok dengan jawaban Ana.

"Ana!" panggil Bagas.

"Iyah, Tuan besar," jawab Ana.

"Apakah kamu mencintai Putra saya?" tanya Bagas to the point.

Ana kaget mendengar pertanyaan yang di lontarkan Bagas.

Ia sampai tak bisa menjawab apa-apa. Namun, raut wajah Ana dapat menjawab pertanyaan itu.

Bagas tersenyum, "Jika kamu benar mencintainya, saya mohon jangan pernah kamu berniat meninggalkannya. Karena dia benar-benar tulus mencintaimu, dia tak mau kehilanganmu. Devan itu memiliki trauma, empat tahun dia tak mau kenal dengan wanita manapun karena trauma itu. Tapi, semenjak kamu datang di kehidupannya saya lihat dia banyak berubah. Senyumnya kembali terpancar dan semangatnya kembali bangkit dan semakin bertambah. Itulah mengapa saya katakan padamu agar tak meninggalkannya. Jika sampai kamu meninggalkannya, saya tak tau apa yang akan terjadi pada Putra saya kedepannya," ucap Bagas dengan mimik wajah sedih.

Ana paham, pasti trauma yang di maksud Bagas adalah tentang Devan yang pernah di tinggal pergi oleh kekasihnya saat acara pernikahannya itu.

"Tuan besar, tapi, saya ini hanyalah seorang pembantu. Saya merasa nggak pantas untuk Tuan muda. Perbedaan saya dan Tuan muda itu sudah sangat jauh dan terlihat jelas berbeda sekali," ucap Ana sambil menunduk.

"Ana, kamu jangan merendahkan diri seperti itu, kamu itu gadis yang baik, pekerja keras, mandiri, sopan, kamu pantas untuk siapapun termasuk Devan. Ana, saat ini yang saya butuhkan adalah kebahagian Putra saya dan yang bisa membuatnya kembali bahagia itu adalah kamu," ucap Bagas dengan serius.

"Hanya kamu yang menjadi harapan saya satu-satunya, Ana. Karena kamu yang bisa menyembuhkan luka yang ada pada diri Devan, kamulah obat dari segala obat yang bisa menyembuhkannya," sambung Bagas.

Ana hanya menyimak semua perkataan Bagas. Ana bingung harus mengatakan apa lagi, jadi ia lebih memilih untuk diam.

Bagas pun beranjak berdiri.

"Baiklah, itu saja yang ingin saya katakan padamu. Waktu sudah semakin sore, nanti Devan mencarimu. Kembalilah dan lanjutkan tugasmu," ucap Bagas.

Ana menggangguk, "I-iyah Tuan besar," jawab Ana.

Bagas pun tersenyum sejenak kemudian meninggalkan Ana lebih dulu.

Ana masih melamun di sana, ia sedang memikirkan semua perkataan yang Bagas ucapkan padanya.

"Ana, ternyata kamu di sini!" ucap Devan yang ternyata sedari tadi sibuk mencari keberadaan Ana.

Dan Degan tadi di beri tahu oleh Areta bahwa Ana berada di area kolam renang bersama Bagas. Setelah mendengar itu, Devan pun buru-buru menuju ke area kolam renang di mansion. Dan yah, Devan melihat Ana di sana. Devan juga sempat berpapasan dengan Bagas.

"Ehh, Tuan muda," ucap Ana ketika Devan menyusulnya ke kolam renang ini.

"Apa barusan Papa mengobrol dengan kamu?" tanya Devan. Ia tadi memang sempat berpapasan dengan Bagas, tapi Bagas tak berbicara apapun padanya.

Ana mengangguk cepat.

"Apa yang Papa bicarakan?" tanya Devan keppo.

Ana lantas tersenyum, "Hmmm, apa yah tadi!? Saya lupa Tuan," ucap Ana sembari seolah sedang berfikir dan mengingat apa yang tadi Bagas obrolkan.

"Ana, ayoklah katakan. Apa saja yang Papa bicarakan padamu. Aku tau kamu hanya pura-pura lupa," ucap Devan dengan wajah memohon.

"Tuan muda keppo deh," celetuk Ana sambil tertawa, karena wajah Devan berubah total saat di katai Keppo oleh Ana.

"Hmmm, kalau kamu nggak mau memberi tahu, aku akan memberikanmu hukuman," ancam Devan.

Ana lagi-lagi terkekeh, "Ahh, Tuan muda nggak seru. Masa main ngancam sih," ucap Ana.

Devan semakin cemberut ketika mendengar ucapan Ana.

"Tuan!" panggil Ana.

"Apa!" jawab Devan jutek.

"Tuan muda kelihatan jelek dan tua lo kalo cemberut begitu," ucap Ana menggoda.

Devan mendelik saat di katai jelek dan tua. Devan pun mencoba menetralkan kembali ekspresi wajahnya.

"Kamu mengejekku!" celetuk Devan.

"Nggak mengejek, kok. Saya ngomong sesuai kenyataan," ucap Ana lagi.

"Hmmm! Jadi, apa kamu nggak suka dengan yang berwajah tua sepertiku ini?" tanya Devan dengan mimik wajah yang sulit di artikan.

"Suka," jawab Ana keceplosan. Ana langsung menutup mulutnya dengan tangan. Ia merutuki dirinya karena sudah keceplosan.

Mendengar jawaban Ana membuat hati Devan berbunga-bunga.

"Mmmm, benarkah?" ucap Devan sembari tersenyum dan menaikkan satu alisnya.

"Eee, i-yah. Mungkin!" ucap Ana sambil mengangkat kedua bahunya.

Devan lantas tersenyum lagi.

Bagas yang memang belum benar-benar pergi dari sana, melihat dari kejauhan interaksi antara Devan dan Ana. Devan terlihat bahagia, dia benar-benar sudah mulai kembali seperti dulu lagi. 

"Semoga kalian bahagia selalu," ucap Bagas yang ikut tersenyum.

Setelah itu, Bagas pun lalu beranjak pergi dari tempat persembunyiannya.

Bersambung.

Di Cintai Tuan Muda Majikan(End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang