Suara cuitan burung pipit serta cahaya yang mulai masuk ke indera penglihatan, mengusik tidur Jay. Lengan yang awalnya ia gunakan untuk menutup sebagian wajah kini tidak berarti. Mau tidak mau ia harus membuka sedikit kelopak matanya dan menyambut sinar matahari yang mengintip dari balik tirai jendela.
Kepalanya sudah tidak sepusing kemarin. Badannya pun terasa lebih ringan saat ia menggerakan tubuhnya ke kanan-kiri. Tak lama, Jay mendengar suara besi pagar rumahnya. Dengan cepat ia bangkit lalu membuka tirai kamarnya lebar-lebar. Jungwon sepertinya baru masuk dari rumahnya. Sosok itu sudah pergi dan menghilang. Jay pun segera bergegas keluar kamar.
Suasananya masih tetap sama. Masih sepi seperti biasanya. Yang membedakan pagi ini adalah aroma masakan yang tercium dari lantai satu. Dengan langkah perlahan namun pasti, Jay dekati sumber yang membuat perutnya keroncongan itu. Satu nampan berisi sepiring nasi dan aneka lauk-pauk tersaji di atas meja. Kemudian Jay duduk di kursi. Ia mengetuk-ngetuk meja sambil berpikir. Tidak sampai dua menit, akhirnya ia mengambil keputusan. Ia menutup kembali makanan itu dan akan menghabiskannya setelah mandi nanti.
Hari ini ia harus sekolah. Bagaimana pun kondisinya nanti, harus ada yang ia pastikan.
***
"Naaaah, baru aja diomongin. Dateng juga orangnya." Gaeul bangkit dari tempat Jay yang semula ia duduki. Sambil menghitung uang kas, ia berganti ke meja di depan Jay. "Baru aja nih anak-anak ngerembukin lo mau dibawain apa nanti."
"Mau ngapain?" tanya Jay santai sambil bersandar pada kursinya.
"Ya jengukin lo lah! Dari hari apa kan tuh lo sakit."
"Ini gue udah masuk. Masih mau dijenguk juga?"
Gaeul melirik Sunghoon. "Capek deh nih ngomong sama temen lo. Bye, gue mau nagihin kas yang lain."
Jay hanya terkekeh lalu menelungkupkan kepalanya di meja.
"Lo tuh kalo masih sakit ngapain maksain masuk, sih? Mending di rumah, istirahat."
Jay menoleh tanpa berniat mengangkat kepalanya. "Percuma. Isi kepala gue jalan kemana-mana. Mending gue masuk sekalian."
"Yaelah paling lo mikirin apa, sih? Ujian? Nanti juga bisa susulan. Utang? Emang lo punya utang?"
Jay hanya mendengarkan celotehan temannya yang satu ini. Pagi-pagi sudah dicecar banyak tanya membuat kepalanya kembali pening. Ternyata sarapan dan obat yang harus ia habiskan sepertinya belum bekerja.
Tak lama bel masuk berbunyi, para siswi yang belum berganti baju segera pergi ke toilet. Yang tersisa di dalam kelas adalah para siswa yang dari awal memang sudah mengenakan seragam olahraga. Ngomong-ngomong olahraga, Jay jadi teringat sesuatu. Ia langsung tegakkan tubuhnya.
"Hari ini Pak Mingyu ngambil nilai gak?" tanya Jay.
Sunghoon membuka jaketnya lalu meletakkan asal di atas meja. Sambil mengangguk ia menjawab pertanyaan Jay. "Iya. Kan minggu lalu udah bilang."
"Bareng anak kelas sepuluh?"
"Sepuluh empat? Iya kali. Gak tau juga gue. Kenapa sih emang?"
Jay tidak menjawab. Iya segera membuka tasnya dan mengambil setelan olahraga. Melihat hal itu membuat Sunghoon bingung.
"Eh, ngapain lo? Mau olahraga? Baru juga masuk. Izin aja sih. Nanti gue bilang Pak Mingyu."
Jay tidak menggubris. Ia langsung membuka seragamnya dan menyisakan kaos hitam polos. Tidak butuh waktu lama untuk Jay men-double kaosnya dengan kaos olahraga. Baru lah Jay melihat teman sebangkunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Milky Way and The Lost Stars [jaywon]
Fiksi PenggemarSepasang mata meninggalkan sepasang mata lainnya. Gelap, dingin, membingungkan. Jay membisu karena janji yang pernah ia ucapkan meledak menjadi ruang kosong yang mampu menyerap apa pun di sekelilingnya. Salah satunya termasuk mimpi Jungwon. Warnin...