Kata orang, jangan terlalu merayakan kebahagiaan. Nanti berujung pada kesedihan. Awalnya Jungwon pikir itu aneh. Mengapa seperti itu? Apa salahnya merayakan sesuatu yang membuat kita tersenyum? Tapi hari ini ia jadi percaya akan kalimat tersebut. Apa ini karena kemarin ia terlampau bahagia? Maka sekarang Tuhan berikan satu fakta yang membuatnya sadar jika bahagia itu tidak lah abadi.
Selama perjalanan pulang, Jungwon kembali melihat map hitam tersebut. Sampai-sampai ia sudah tidak berani membuka dan melihat apa yang ada di dalamnya. Semuanya campur aduk di kepala. Kanada itu jauh sekali. Bahkan Jungwon tidak bisa membayangkannya. Tapi kenapa Jay tiba-tiba mendaftarkan beasiswa ke sana? Apa memang dari awal ia tidak berniat untuk mencoba di negerinya sendiri? Atau memang dari awal, niat Jay adalah menajuhi Jungwon?
Secepat mungkin Jungwon gelengkan kepalanya kuat-kuat. Tidak mungkin. Pasti ada alasannya bukan? Akan Jungwon tanya nanti.
Karena hari ini ia tidak naik sepeda, Jungwon berjalan super pelan. Mungkin orang-orang mengira Jungwon belum makan atau apa. Ia terlihat sangat lesu sekali. Saat ia sudah melihat pagar rumahnya, Jungwon semakin mempercepat langkahnya. Dengan cekatan ia membuka pagar dan masuk ke rumah. Papa sedang membaca buku di ruang tengah. Sedangkan mama sedang melihat-lihat paper bag yang cukup besar dengan nama brand ternama di depannya. Jungwon jadi bingung.
"Mama habis belanja?"
Mama menggeleng seraya tersenyum. "Dikasih sama mamanya Jay. Awalnya dia ngasih oleh-oleh dari Kalimantan. Abis itu cerita-cerita lumayan lama terus Mama dikasih tas ini. Belum dipake sama sekali, katanya. Nih liat aja tag-nya masih nyangkut. Sayang banget, ya. Pasti mahal, deh."
"Cantik kok warnanya. Bisa dipake untuk kebaya Mama yang waktu itu."
"Oh! Bener juga kamu, Dek." Mama kembali memasukkan tas itu pada pelindung kain berwarna putih. "Sayang banget ya mereka mau pindah. Padahal udah di sini lama—"
"Mah." Suara papa memotong kalimat mama. Refleks mama langsung menutup mulut dan menatap suaminya horor. Ia menggeser pandangannya menuju anaknya.
"Dek—"
"Kak Jay mau pindah? Ke mana? Kok Jungwon baru tau?"
Kali ini, Jungwon sudah tidak bisa lagi menyembunyikan ekspresinya. Rasanya ia juga ingin muntah. Mendapat serangan informasi dadakan ini memunculkan banyak emosi. Namun sebisa mungkin ia tahan karena masih di depan orangtuanya.
"Jawab, Maaah. Kak Jay mau pindah ke mana?"
Papa sadar suara anaknya sedikit bergetar. Ia pun menutup bukunya kemudian berjalan mendekat. Ia tatap istrinya dan mengangguk untuk memberi kode. Mama Jungwon yang paham akan hal itu kembali menatap Jungwon.
"Jay daftar beasiswa ke Kanada. Papanya jadi dosen di sana."
"Sekeluarga?"
Mama Jungwon mengangguk pelan. "Rencanya, akhir tahun ini mama Jay nikah dan pindah ke Bali. Bisa dibilang pensiun dini dari kerjaannya. Tapi sebelum berhenti kerja, mama Jay bakalan pindah ke apartemen dulu. Setelah nikah, baru ke Bali."
"Terus, rumah mereka gimana?"
"Mau gak mau dijual. Siapa yang bakal nempatin kalo orangnya pergi semua? Gak ada, Dek."
Tarikan napas Jungwon tersendat. Bahkan ia setengah mati sudah menahan kedua matanya yang panas. Tanpa sengaja ia mengeratkan tangannya pada map hitam yang dari tadi ia bawa.
"Dek, Jay pasti lagi nyari waktu buat cerita sama kamu. Bukan berati dia gak mau ngasih tau kamu."
Ucapan papa membuat Jungwon semakin emosi. Sebelum tambah memuncak, ia berikan senyum yang terlihat begitu memaksa kepada kedua orangtanya. "Na-Nanti Jungwon coba tanya langsung ke Kak Jay. Kalo gitu Jungwon ke kamar dulu ya, Mah, Pah."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Milky Way and The Lost Stars [jaywon]
FanficSepasang mata meninggalkan sepasang mata lainnya. Gelap, dingin, membingungkan. Jay membisu karena janji yang pernah ia ucapkan meledak menjadi ruang kosong yang mampu menyerap apa pun di sekelilingnya. Salah satunya termasuk mimpi Jungwon. Warnin...