6. Supernova

729 87 8
                                    

Lingkar hitam di mata Jungwon menjadi pusat perhatian mama pagi ini. Beliau menuangkan air panas dalam cangkir kopi pagi milik papa tetapi pandangan itu sesekali melirik anak semata wayangnya. Bukan pertama kali mama melihat Jungwon seperti ini. Biasanya faktornya ada dua. Pertama, karena rumus matematika yang sulit ia pahami. Kedua, karena ada yang menganggu pikirannya dan memengaruhi jam tidurnya.

"Kamu kenapa, Dek? Abis begadang?" Mama mengaduk kopi dengan putaran pelan.

"Nggak, Ma." Jungwon berkata jujur. Tapi entah kenapa kekesalannya dari kemarin membuatnya membaca novel berbahasa Inggris yang super tebal, yang sengaja ia beli bukan untuk dipahami alur ceritanya. Melainkan untuk situasi seperti semalam, saat ia tidak tahu harus mengerjakan apa sementara badannya tidak ingin berganti ke mode istirahat.

"Kalo mau sekolah jangan begadang, Dek. Nanti gak konsen waktu gurumu ngasih penjelasan di kelas." Mama membawa cangkir kopi panas menuju ruang tengah, di mana papa sedang duduk santai menikmati kue bugis yang baru ia beli tadi di depan rumah dari penjual kue keliling.

Jungwon mengangguk, tentu mama tidak melihat. Ia lanjut mengambil bekal yang sudah disiapkan mamanya di atas meja makan. Hari ini mama memasak semur ayam dan acar mentimun. Salah satu makanan kesukaan Jungwon.

"Oh, iya, Dek," Mama memanggil dari ruang tengah. Setelah Jungwon memasukkan kotak bekalnya ke dalam tas, ia menghampiri mama.

"Kenapa, Ma?"

"Kemarin Mama lupa nanya ke kamu. Jadi gini, kustomer Mama tuh punya anak yang sekolah di Bimasakti, kelas 12, katanya. Nah, tapi Mama lupa nanya siapa namanya. Kamu tau gak anak kelas 12 yang pinter siapa?"

Jungwon menyerngit bingung. Anak kelas 12 di sekolahnya mungkin banyak yang pintar.

Seperti Jay, misal.

"Anak kelas 12 di sekolah Jungwon kan banyak, Ma. Masa iya Jungwon nanyain satu-satu ke kelas mereka."

"Nah itu dia! Duh, gimana, ya. Mama juga lupa nyebut nama kamu."

"Emang kenapa, sih? Kok tiba-tiba?" Jungwon ikut nimbrung merecoki papa. Ia ambil satu donat bertabur gula halus. Ternyata enak.

"Kemarin tuh Mama ngobrol. Katanya anaknya lagi lengkapin materi buat review pelajaran dari kelas sepuluh. Sekalian deh Mama bilang aja kalo kamu sekolah di sana."

"Terus?"

"Ya terus Mama bilang aja kalo kamu juga lagi nyari temen buat belajar. Gapapa, Dek, pengenalan. Itung-itung nambah pengetahuan biar nanti kamu gak kaget sama pelajaran yang lebih susah. Katanya anaknya mau masuk kedokteran, kebetulan kamu juga kan ngincer jurusan yang sama."

Perkataan Mama barusan membuat kunyahan donat terakhir yang seharusnya nikmat berubah menjadi batu yang sulit tertelan. Ia lirik papanya yang juga sedang menatapnya. Papa hanya mengangkat kedua bahunya.

Setalah seluruh donat habis di mulut, Jungwon baru merespon. "Iya, nanti coba deh Jungwon tanyain siapa gitu." Ucapannya setengah hati. Karena ia juga tidak mungkin bertanya siapa anak kelas 12 yang pintar yang ingin masuk kedokteran.

"Nanti pulang sekolah anaknya mau mampir ke rumah. Mau ngomong sama kamu, katanya."

"HAH? Kok dadakan banget, Ma? Jungwon ada les kalo pulang sekolah."

"Kan tadi Mama udah bilang kalo lupa bilang ke kamunya. Sebentar doang, kok. Nanti abis itu kamu bisa berangkat lagi ke tempat les."

Jungwon menggigit bibir. Dari awal mamanya bercerita tadi, sebenarnya ia sudah mempunyai firasat yang tidak enak. Ditambah respon papa yang ogah-ogahan menanggapi.

The Milky Way and The Lost Stars [jaywon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang