Bab 3

95K 6.1K 139
                                    

"Sudah berapa lama dia ngelamun kayak gitu?" tanya Yusa pada Hani.

"Mungkin sejam," jawab Hani.

Yusa dan Hani memperhatikan Elin yang sedang yang sedang duduk bersila di sofa. Tatapan mata lurus pada layar TV yang mati. Sudah sekitar satu jam Elin tidak beranjak dari posisi itu.

"Dia kenapa sih?" tanya Yusa berbisik. Sekarang ia dan Hani sedang duduk di ruang makan. Dari tempatnya, mereka bisa menatap Elin tanpa penghalang apapun.

Hani menggeleng. "Semenjak datang dia nggak ngomong apa-apa. Cuma bilang butuh waktu buat merenung."

Yusa mencondongkan tubuhnya ke Hani lalu berbisik pelan. "Kayaknya suami barunya nggak bisa muasin dia di ranjang. Makanya dia jadi kepikiran."

Hani berdecak. "Ngasal aja kalo ngomong."

"Habisnya dia nggak gerak-gerak. Betah banget duduk diam di situ."

"Udah, biarin aja. Kayaknya dia emang butuh waktu."

Sementara di tempatnya, Elin hanya diam meski bisa mendengar percakapan kedua temannya yang duduk di area ruang makan. Tidak ada pembatas antara dapur, ruang makan dan ruang tengah, memudahkannya mendengar apapun yang dibicarakan oleh Yusa dan Hani.

Setelah kemarin Elin mendapat kejutan tak terduga dari keluarga suaminya, hari ini ia memilih melarikan diri ke apartemen temannya. Tentu saja setelah ia memastikan Datu sudah berangkat kerja. Anak laki-laki yang dikenalkan dengan nama Aksa, tidak muncul saat Elin dan Datu sarapan. Mereka berdua tidak terlibat percakapan apapun yang membahas soal Aksa.

Akhirnya Elin memilih melarikan diri ke sini. Sebelum pergi ia berpesan pada Mbok Ipah untuk menyiapkan makanan untuk Aksa. Ia tidak mau anak itu kelaparan di saat dirinya tidak berada di rumah.

Elin merasa pernikahan ini adalah sebuah jebakan yang diciptakan Mama mertuanya. Dengan sengaja Datu dan orang tuanya menyembunyikan fakta soal Aksa di hadapannya. Tidak ada diantara mereka yang memberitahu hal ini sebelum ia melangsungkan pernikahan. Seharusnya dari awal ia curiga dengan tawaran pernikahan ini. Akhirnya ia sadar tidak ada yang gratis di dunia ini.

Elin kembali mengingat percakapannya berdua bersama Mama. Tidak ada Papa, tidak ada Datu, dan tidak ada Aksa. Di saat itu Mama menjabarkan semua tentang Aksa yang membuat Elin semakin terkejut.

"Aksa tipe anak yang susah dibilangin. Hampir tiap bulan Mama dipanggil gurunya ke sekolah. Kadang Aksa lupa ngerjain tugas, ramai di kelas, bolos mata pelajaran dan pergi ke kantin, dan yang paling parah dia suka berantem sama teman-temannya."

"Aksa sama sekali nggak dekat sama Papanya. Sejak bayi dia tinggal di rumah Mama sama Papa. Biasanya kalo tanggal merah, Aksa baru nginap di sini. Walaupun nginap, Aksa jarang banget ngobrol sama Datu. Mereka berdua seperti dua orang asing."

Elin menarik napas panjang. Ia memilih mendengarkan, dan tidak menyela cerita dari Mama.

"Datu punya Aksa ketika usianya masih terlalu muda. Sepertinya dia nggak siap untuk menerima kehadiran Aksa. Apalagi dia nggak siap untuk ngurus Aksa seorang diri."

"Mamanya Aksa?"

"Pergi begitu aja setelah menyerahkan Aksa ke kami. Dia memutuskan untuk pergi karena Datu tidak bisa menepati janji untuk menikahi perempuan itu. Dan perempuan itu bilang kehadiran Aksa akan menjadi penghalang masa depannya. Saat itu usia mereka masih 23 tahun. Bahkan Datu masih sibuk dengan kuliahnya."

Tanpa sadar Elin menggigit bibir bawahnya pelan. Dari cerita Mama, dapat disimpulkan kalau Datu dan Ibu kandung Aksa tidak pernah melangsungkan pernikahan. Hal itu membuat kepalanya mendadak terasa pening.

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang