Dua manusia yang baru saja meraih kenikmatan bersama, belum ada tanda-tanda beranjak dari kasur. Datu memejamkan matanya, tapi sebenarnya ia tidak sedang tidur. Di sebelahnya ada Elin tidur dengan posisi tengkurap. Tubuh telanjang mereka berdua ditutupi selimut. Kemudian Datu memiringkan tubuhnya, melihat Elin yang tengah sibuk scroll TikTok.
"Lagi lihat apa sih?" tanya Datu sambil menyelipkan rambut ke belakang telinga Elin.
Elin menunjukkan layar ponselnya. "Bagus ya? Muncul terus di fyp-ku."
Datu manggut-manggut. "Porsche Taycan," gumamnya ketika tahu apa yang dari tadi dilihat oleh Elin.
Elin mengambil kembali ponsel miliknya dari tangan Datu. "Bagus kan? Warna pink-nya soft gitu. Interior dalamnya warna hitam sama merah. Kelihatan kayak mewah banget."
"Porsche kan emang mobil mewah, El," sahut Datu tersenyum tipis. Untuk sesaat ia mengamati ekspresi wajah Elin yang sedang melihat ke layar ponsel. "Kamu bilang gini bukan ngode minta dibeliin porsche, kan?"
Elin melirik Datu kesal. "Aku cuma bilang kalo mobil ini bagus," shautnya. "Emang ada kata-kataku yang menjurus minta dibeliin mobil porsche?"
Datu mengedikkan bahu. "Siapa tau kamu bilang gitu karena minta dibeliin."
Elin menghela napas panjang. "Mas kan baru aja beliin aku mobil. Ngapain juga aku ngode minta beliin mobil lagi?"
Datu mengulum senyum. "Yaudah, nggak usah ngomel gitu dong. Aku kan cuma nanya."
Elin menatap Datu cukup lama sebelum akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. "Emang kalo aku minta mobil porsche bakal dibeliin Mas?" tanyanya iseng.
Datu diam sebentar, tidak langsung menjawab. "Kalo aku beliin, takut tuh mobil bakal nganggur di garasi dan nggak akan kamu pakai," jawabnya.
Elin mengerjapkan matanya, tampak tak percaya dengan jawaban Datu. "Emang ada duitnya?"
Datu tertawa pelan mendengar kalimat tanya Elin yang terdengar meremehkan. Ia bangun dari posisinya dan duduk bersandar di headboard. "Kenapa nanya kayak gitu? Beneran mau minta dibeliin?" balasnya bertanya.
Elin memutar tubuhnya, mengubah posisi tidurnya untuk ikut duduk di samping Datu. Kemudian ia menaikkan selimut yang melorot untuk menutupi dadanya. Ia menyandarkan kepalanya di pundak Datu. "Kayaknya selama ini aku belum pernah nanya pekerjaan Mas Datu deh," celetuknya tiba-tiba.
"Kenapa baru sekarang penasarannya?" tanya Datu dengan wajah geli. "Aku heran sama kamu yang nggak pernah nanya apa-apa soal aku. Kamu nggak pernah nanya kapan aku lahir, aku sukanya apa, aku kerja apa, dan hal-hal personal lainnya. Nggak pernah lho kamu nanya-nanya ke aku kayak gitu."
"Mas yang nggak pernah ngasih tau."
"Emang kamu nggak takut kalo pekerjaanku nggak halal? Nggak takut kalo uang yang aku kasih ke kamu itu uang haram?"
"Uangnya nggak halal?" tanya Elin menatap Datu dengan raut wajah terkejut.
Datu sontak berdecak keras.
Lalu Elin terkekeh pelan, kemudian kembali bersandar di pundak Datu. "Terus kok bisa Mas punya banyak uang? Gimana caranya?"
"Kerjalah," jawab Datu santai. "Kalo kamu mau kita makin kaya, mungkin kita bisa jaga lilin berdua. Aku yang jaga lilin, kamu yang keliling," lanjutnya dengan kekehan.
Elin sontak menarik kepalanya dari pundak Datu. "Mas Datu gila!" serunya kesal.
Datu tergelak melihat reaksi Elin yang melotot padanya. Kemudian ia meletakkan kembali kepala Elin agar bersandar di pundaknya. "Aku bantu Papaku ngejalanin bisnis percetakan. Kalo ditanya kenapa duitku banyak, karena dulu pengeluaranku lebih sedikit dari pemasukanku. Makanya aku bisa nabung dan investasi. Ditambah aku nggak terlalu suka belanja-belanja barang mewah," ucapnya memberi penjelasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness [Completed]
ChickLit"Nikah sama anak Tante, hutang-hutang almarhum Ayahmu akan Tante dan suami anggap lunas." Kalimat itu terus terngiang di kepala Elin Nafisah. Selama ini uang hasil kerjanya tidak pernah dinikmati sendiri. Ada hutang ratusan juta yang harus ditanggu...