Suhu kamar terasa lebih dingin membuat Elin terbangun. Ia turun dari kasur dan berjalan ke arah jendela. Ternyata sedang turun hujan di luar. Kemudian ia menutup gorden dan berjalan keluar kamar. Kakinya melangkah menuju kamar Aksa. Seharusnya anak itu sudah pulang dari tempat latihan taekwondo. Begitu tangannya mengetuk pintu kamar Aksa, dari dalam ia mendengar suara anaknya menyuruhnya masuk.
"Kamu kok belum ganti baju?" tanya Elin melihat Aksa masih memakai seragam taekwondo dan sedang tiduran di kasur sambil fokus pada layar ponsel.
"Baru juga datang, Ma."
"Biasain ganti baju dulu, Aksa."
"Iya, nanti aja Ma."
Elin melangkah masuk dan menutup pintu di belakangnya. Ia menarik kursi dari meja belajar Aksa, mendekat ke kasur. "Kamu lagi apa?"
"Belajar."
"Belajar?"
Aksa bangun dari posisi tidurnya dan duduk bersila menghadap ke Mamanya. "Dengarin penjelasan dari youtube soal materi yang tadi dijelasin guruku."
"Kenapa? Ada materi yang kamu nggak ngerti?"
"Nggak sih. Cuma mau dengarin lagi aja biar makin masuk ke otak."
Elin manggut-manggut. Dia memang masih memperbolehkan Aksa memegang ponsel, tapi tidak boleh main game. Lama kelamaan, kebiasaan Aksa yang main game setiap hari, mulai bisa berkurang. Aksa mengalihkan kegiatan main game dengan menonton youtube. Kebanyakan yang ditonton adalah video pembelajaran. Perubahan Aksa yang semakin positif jelas membuatnya semakin bangga dengan anaknya.
"Tadi pulangnya kehujanan nggak?"
Aksa menggeleng. "Aku pulang naik grab mobil."
"Harusnya Mama bisa jemput kamu. Gara-gara kunci mobilnya disembunyiin sama Papamu, makanya Mama nggak bisa kemana-mana."
"Nggak papa. Mama di rumah aja. Kan kata dokter Mama nggak boleh kecapekan."
Perasaan Elin sontak menghangat. "Kamu termasuk berani banget. Masih umur segini, tapi udah berani kemana-mana sendirian."
"Lagian tempat latihannya dekat, Ma. Nggak sampai sepuluh menit dari rumah. Biasanya kalo lagi rajin, aku juga pulangnya jalan kaki."
"Kalo kamu jalan kaki bisa lebih dari sepuluh menit dong," sahut Elin.
"Makanya aku bilang kan kalo lagi rajin. Buktinya aku lebih sering naik gojek atau grab motor pulangnya."
"Pokoknya selalu hati-hati. Hp nggak boleh sampai mati. Biar Mama bisa lacak lokasimu terus."
Aksa mengangguk. "Ma, boleh nggak kalo aku les?" tanyanya tiba-tiba.
"Boleh dong. Kamu mau les?" Elin tampak semangat mendengar permintaan anaknya. "Nanti biar Mama bilang ke Papa. Habis itu baru Mama cari guru privat buat kamu," lanjutnya.
"Hmmm ... aku mau les di LBB aja, Ma. Kalo les di rumah sendirian nggak enak."
Elin mengerutkan kening dalam. "Kok tiba-tiba banget mau les di LBB?"
"Semua temanku banyak yang les di LBB. Nilai mereka mendadak mulai meningkat semua. Aku takut aja nggak bisa ngejar pelajaran sekolah kalo nggak les kayak mereka."
Elin mengulum senyum. "Yaudah, nanti Mama bilang dulu ke Papa. Besok baru Mama antar kamu daftar buat les."
"Makasih, Ma."
"Yaudah, kamu lanjutin belajarnya. Mama mau ke dapur." Elin mengembalikan kursi ke tempat semula, baru setelah itu ia keluar dari kamar Aksa.
Ketika di dapur, Elin melihat Mbok Ipah sedang memasak tomyum. Baru mencium aromanya saja, Elin sudah yakin kalau masakan Mbok Ipah sangat enak. Mungkin karena melihat Elin yang memandang panci dengan penuh minat, Mbok Ipah sampai menawarinya makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness [Completed]
ChickLit"Nikah sama anak Tante, hutang-hutang almarhum Ayahmu akan Tante dan suami anggap lunas." Kalimat itu terus terngiang di kepala Elin Nafisah. Selama ini uang hasil kerjanya tidak pernah dinikmati sendiri. Ada hutang ratusan juta yang harus ditanggu...