Pagi ini keluarga kecil Datu bangun lebih pagi agar bisa jalan-jalan di sekitar kompleks perumahan. Aksa sudah berjalan lebih dulu sambil mendorong stroller Kafka. Sedangkan di belakang Aksa ada Datu dan Elin berjalan berdampingan.
Udara di pagi hari masih sejuk. Mereka keluar dari rumah sekitar jam lima. Suasana kompleks perumahan lumayan sepi. Mereka memutuskan untuk jalan-jalan dulu selama setengah jam sebelum akhirnya mereka menuju ke area tengah perumahan. Di sana ada sebuah fasilitas umum yang sudah lumayan ramai.
Fasilitas umum yang ada di perumahan ini meliputi taman bermain, lapangan, jogging track, dan beberapa penjual makanan. Selama Datu dan Elin menikah, mereka jarang ke sini. Yang biasa ke sini adalah Aksa. Anak itu sering main sepak bola bersama beberapa temannya di lapangan.
Tiba-tiba satu ingatan muncul di kepala Elin yang sukses membuatnya tersenyum. Tiba-tiba ia merangkul pundak Aksa. "Mama ingat banget. Dulu pertama kali kita kenal, kamu sering banget main di lapangan ini tanpa pamit. Sengaja banget pergi nggak bilang dulu, dan selalu bikin Mama kesal."
Aksa menoleh Mamanya sekilas, lalu tersenyum kecil. Tatapannya tertuju pada lapangan. Banyak yang berlari-larian di sana. "Habisnya aku kesal banget sama Oma. Tiba-tiba aja nyuruh aku tinggal sama Papa dan istri barunya. Aku malas kalo harus adaptasi lagi di tempat baru. Apalagi hubunganku sama Papa nggak pernah akrab sebelumnya."
"Maafin Papa yang dulu ya." Datu mengatakan itu dengan nada menyesal. Sampai kapan pun ia akan tetap mengingat kesalahannya pada Aksa dan mencoba menjadi sosok Papa yang lebih baik untuk anaknya.
Aksa mengangguk ringan. Hubungan keluarganya sangat baik. Papanya yang dulu cuek dan terkesan tidak peduli, perlahan bisa berubah setelah menikah. Meski awalnya ia tidak suka ada perempuan asing di hidupnya, tapi kini ia malah sayang banget ke Mamanya. Hidupnya jauh lebih indah setelah kehadiran Mamanya.
"Mau sarapan apa?" tanya Datu memperhatikan satu persatu penjual makanan yang ada di sana.
"Nasi pecel," jawab Elin.
Kemudian Datu menatap Aksa, menunggu anaknya memberikan jawaban. "Kamu mau makan apa, Kak?" tanyanya lagi.
"Bubur ayam aja deh. Buburnya jangan terlalu banyak, tapi banyakin cakwe sama ayamnya."
Datu tertawa pelan. "Yaudah, kalian cari duduk. Biar Papa beliin sarapan buat kalian."
"Mas" panggil Elin sebelum suaminya berjalan menjauh. "Nggak usah beli minum. Tadi aku bawa botol air minum," lanjutnya sambil melirik bagian bawa stroller Kafka.
Datu mengangguk mengerti sebelum pergi membeli makanan.
Kebetulan di sekitar taman bermain terdapat banyak tempat duduk. Elin dan Aksa memilih tempat kosong untuk diduduki. Ternyata ada banyak pasangan suami istri dari yang masih muda sampai yang lanjut usia. Ada juga anak kecil yang tengah sibuk bermain sepeda, lari-larian atau bermain permainan yang ada di taman.
"Pagi-pagi kayak gini ternyata banyak orang ya, Kak," celetuk Elin.
Aksa mengangguk setuju. "Mama harus sering-sering keluar deh. Hari Minggu kayak gini emang ramai orang di sini."
"Kamu juga sekarang udah jarang keluar rumah buat main bola. Lebih sering main PS di rumah."
"Masih kok, tapi emang nggak sesering waktu itu."
Elin diam, mengamati setiap orang yang berlalu-lalang di depannya. "Lihat, Kak. Itu dua ada anak yang lagi belajar jalan dipegangin sama Papa dan Mamanya."
Aksa mengikuti arah pandangan Mamanya. "Itu Adiknya kembar ya, Ma?" tanyanya mencoba mengamati beberapa saat.
Elin yang ditanya seperti itu jadi ikut mengamati lebih seksama. Ternyata dua anak perempuan itu memang sangat mirip. "Kayaknya emang kembar deh, Kak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Happiness [Completed]
ChickLit"Nikah sama anak Tante, hutang-hutang almarhum Ayahmu akan Tante dan suami anggap lunas." Kalimat itu terus terngiang di kepala Elin Nafisah. Selama ini uang hasil kerjanya tidak pernah dinikmati sendiri. Ada hutang ratusan juta yang harus ditanggu...