Bab 26

71.5K 5.9K 187
                                    

Setibanya Elin di rumah sakit bersama suami dan anaknya, ternyata Hani sedang ditangani oleh dokter. Ia bertemu dengan Yusa di ruang tunggu. Temannya itu sedang duduk di salah satu bangku panjang dengan kepala tertunduk lesu. Dengan langkah lebar ia berjalan menghampiri Yusa.

"Gimana Hani? Parah nggak keadaannya? Apanya yang luka? Kok bisa sampai kecelakaan? Siapa yang nabrak?" tanya Elin dalam satu tarikan napas.

Kepala Yusa otomatis terangkat. Ia bahkan tidak sadar kalau Elin sudah berdiri di hadapannya.

"Yusa!" sentak Elin dengan suara sedikit keras. "Gimana keadaan Hani?" Kali ini ia memegang pundak Yusa dan mengguncang tubuh temannya sedikit keras.

"Dia masih ditangani sama dokter."

Tatapan Elin tertuju pada baju Yusa. Ada beberapa bercak darah yang sudah mengering di baju itu.

"Kamu duduk dulu deh. Ngobrolnya jangan sambil berdiri." Sebelum Elin mengeluarkan suara lagi, Datu menyuruh Elin duduk. Akhirnya Elin duduk di sebelah kiri Yusa.

"Jadi, kenapa Hani bisa sampai kecelakaan?"

"Dia ditabrak sama cewek yang baru lancar naik mobil."

"Kok bisa? Terus sekarang si cewek mana?"

"Lagi nelfon keluarganya. Dia ngasih KTP-nya ke aku," jawab Yusa dengan suara lirih. "Dia bilang baru lulus kuliah dan baru bisa naik mobil. Karena panik ngehindarin gerobak bakso, nggak sengaja nabrak Hani," lanjutnya menjelaskan.

"Terus kondisi Hani gimana? Kenapa kondisi bajumu penuh darah?"

"Oh, tadi kakinya Hani penuh darah. Entah kogeres bagian motor yang tajam, atau mungkin kena sesuatu di aspal. Waktu gendong dia udah berdarah."

"Tapi dia sadar, kan?"

Yusa mengangguk. "Kelihatan kaget, tapi dia sadar."

Elin menghela napas lega. "Awas aja kalo yang nabrak Hani nggak mau tanggung jawab, bakal aku jambak rambutnya sampai rontok."

"Mama, mulutnya. Ada anaknya lho di sini," tegur Datu mengingatkan.

Elin menoleh ke Aksa cepat, kemudian meringis. "Biasanya Mama nggak sebar-bar ini kok. Maklum, bawaan hamil," ucapnya beralasan.

Datu berdecak. "Kasihan anakku di dalam perut. Selalu jadi alasan terus."

Elin melirik Datu tajam. "Minta tolong beliin Yusa minum, Mas. Kayaknya dia lemas banget."

"Nggak usah, nggak perlu," tolak Yusa.

"Nggak papa. Biar aku sama Aksa beliin kalian minum." Datu sudah berdiri dari kursi. "Kamu mau nitip sesuatu?" tanyanya menatap Elin.

Elin menggeleng.

"Yaudah, aku beli minum dulu sama Aksa." Setelah mengatakan itu, Datu berjalan menjauh dengan merangkul pundak anaknya.

"Kamu kok bisa tau Hani kecelakaan?"

"Aku dapat telfon dari nomernya Hani, tapi bukan Hani yang ngomong. Ternyata yang nelfon itu orang yang nabrak Hani." Yusa memulai ceritanya.

"Terus?"

"Lokasi kecelakaannya nggak jauh dari rumah sakit. Kebetulan aku baru selesai shift waktu terima telfon itu. Akhirnya aku minta tolong temanku buat ngantar ke tempat kejadian. Begitu aku sampai sana, Hani nolak dibawa ke rumah sakit padahal kakinya udah penuh darah. Akhirnya aku gendong dan bawa dia ke rumah sakit."

"Yang nabrak?"

"Dia nangis dan panik banget. Aku ke sini naik mobil dia."

"Yang nyetir dia?" tanya Elin panik.

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang