Bab 14

94K 6K 211
                                    

Hari Sabtu tak lantas membuat Elin bangun siang. Padahal ia baru tidur beberapa jam karena Datu tidak berhenti menyentuhnya. Tapi secara alami ia tetap bangun sebelum matahari merangkak naik. Begitu membuka mata, pemandangan yang pertama kali ia lihat adalah dada telanjang Datu. Kedua sudut bibirnya terangkat. Kemudian ia menarik napas dalam, berusaha menyingkirkan tangan Datu yang melingkar di pinggangnya.

"Hmmm...." Datu menggeliat, begitu merasakan gerakan di sebelahnya.

"Mas, aku mau ke kamar mandi."

Bukannya melepaskan, Datu malah semakin mengeratkan pelukannya. "Masih ngantuk, El," sahutnya dengan suara teredam.

"Aku kebelet pipis."

Mendengar alasan itu, akhirnya Datu melepaskan pelukannya meski dengan setengah hati. Kalau Elin sudah turun dari tempat tidur, bisa dipastikan kalau perempuan itu tidak akan kembali tidur. Kebiasaan Elin yang bangun pagi dan langsung mandi setelah bangun sering membuatnya kesal. Padahal ia masih ingin kelonan dengan istrinya. Datu memanjangkan tangannya, meraih ponselnya di samping kasur. Dengan mata menyipit, ia melihat kalau jam di layar ponselnya menunjukkan pukul setengah empat pagi.

"Elin bangunnya pagi banget sih," gerutu Datu sembari meletakkan kembali ponselnya. Karena merasa masih ngantuk, akhirnya Datu menarik guling untuk dipeluk sebagai pengganti Elin yang sudah tidak ada di kasur.

Ketika Elin keluar dari kamar mandi, ia sudah dalam kondisi segar. Pagi ini ia menghabiskan waktu cukup lama di kamar mandi untuk berendam sekaligus keramas. Rambutnya yang masih basah, sengaja tidak langsung ia keringkan. Melihat Datu yang masih tidur, akhirnya ia memilih untuk keluar kamar. Karena hari ini Mbok Ipah tidak datang, seperti biasa Elin yang harus membuka gorden di semua jendela.

Suasana pagi ini masih gelap. Ketika Elin membuka pintu rumah, udara sejuk langsung menyapanya. Ia sangat suka bangun pagi karena bisa menghirup udara yang belum bercampur dengan asap polusi.

Hari Sabtu seperti ini Elin biasanya membiarkan Datu dan Aksa bangun siang. Dua laki-laki itu akan bangun sesuai keinginan mereka. Karena hari ini dia malas masak, ia berencana untuk membeli nasi pecel yang dijual tak jauh dari rumahnya.

Baru saja Elin hendak masuk ke dalam rumah, tiba-tiba ia mendengar suara mobil berhenti tepat di depan rumahnya. Tentu saja ia heran, siapa orang yang bertamu di jam segini. Meski sedikit ragu, akhirnya kakinya melangkah ke pagar untuk melihat mobil siapa yang baru berhenti di depan.

"Elin! Astaga, Mama baru aja mau mencet bel."

Elin bisa melihat sosok mertuanya dari celah pagar yang tidak terlalu besar. Buru-buru ia membuka pagar dan mempersilakan masuk.

"Kamu kok bangunnya pagi banget?" tanya Mama menahan senyum karena melihat rambut menantunya yang basah.

"Elin terbiasa bangun pagi, Ma." Setelah menjawab, dengan sopan Elin mengambil tangan Mamanya untuk salim. "Mama tadi diantar siapa?" tanyanya sembari menggiring Mamanya untuk masuk ke rumah. Mobil yang berhenti di depan rumahnya sudah pergi setelah Mama masuk ke dalam rumah.

"Tadi sama Papa."

"Kok Papa nggak turun dulu?"

"Papa ada perlu mendadak. Makanya Mama di-drop ke sini," jawab Mama lugas. "Nanti siang Mama ada janji sama teman-teman arisan dan minta dijemput dari sini aja. Kebetulan tempat arisannya nggak jauh dari rumah kalian. Makanya Mama minta Papa antar ke sini dulu sebelum Papa pergi," lanjutnya menjelaskan.

Elin manggut-manggut mendengar penjelasan mertuanya. "Emang Papa mau kemana? Kok berangkatnya pagi banget?"

"Ada urusan kerjaan mendadak yang harus ke luar kota," jawab Mama. "Baru beli tiket tadi malam dan kebetulan emang milih penerbangan pagi. Makanya pagi-pagi banget harus berangkat."

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang