Epilog

61.5K 4.4K 122
                                    

Waktu berlalu begitu cepat. Rasanya baru kemarin Elin menatap nanar setiap tamu yang datang ke acara pemakaman Ayahnya, kini ia tatapan matanya penuh dengan binar bahagia karena dikelilingi oleh orang-orang yang ia cintai.

Kebetulan hari ini Papa berulang tahun. Selain Datu, Elin, Aksa dan Kafka, ada juga Awan yang juga diminta untuk datang karena hubungannya dengan orang tua Datu menjadi lebih dekat. Awan tidak datang sendiri, melainkan bersama dengan seorang perempuan bernama Cilla.

Di ruang tengah semua berkumpul bersama. Elin tersenyum mengamati satu persatu dari mereka terlihat bahagia. Ada Awan dan Cilla yang mengobrol bersama dengan Aksa. Karena kebetulan Awan dan Cilla sama-sama suka bermain game, tentu saja obrolan mereka nyambung dengan obrolan Aksa. Selanjutnya, di sisi yang lain ia bisa melihat Mama dan Papa sedang begantian menggendong Kafka. Bahkan sesekali mereka mengajak ngobrol Kafka yang ditanggapi dengan senyum manis dari wajah bayi itu.

"Ikut aku sebentar." Datu menepuk lengan Elin, memberi isyarat agar istrinya mengikutinya.

Elin bangun dari posisi duduknya dan berjalan mengikuti Datu ke halaman belakang rumah mertuanya.

"Awan kayaknya lagi kasmaran banget. Dari tadi duduknya mepet terus ke pacarnya," bisik Datu yang tiba-tiba memeluk Elin dari belakang.

"Sama kayak kamu yang nempel terus ke aku," balas Elin mengusap lengan Datu yang melingkari tubuhnya.

"Mumpung anak-anak lagi dipegang sama yang lain. Aksa lagi ngobrol sama Awan, terus Kafka lagi main sama Omanya."

Saat ini usia Kafka sudah memasuki enam bulan. Anaknya semakin lucu dan menggemaskan. Bahkan Aksa sudah bisa mengajak Adiknya untuk bercanda. Bahkan tak jarang Aksa suka sekali menggoda Kafka sampai menangis. Saat ditanya, Aksa bilang suka mendengar suara tangis Kafka. Meski begitu, Elin dan Datu tahu kalau Aksa sangat menyayangi Kafka.

Selama enam bulan ini Awan tidak pernah membahas soal pertemuan yang terjadi saat itu. Entah apa yang dikatakan Awan, membuat wanita itu tidak berani lagi muncul di hadapannya. Ia cukup lega karena hidupnya jauh lebih tenang tanpa harus memikirkan hal-hal yang tidak perlu.

"Kenapa kalian malah berduaan si sini?" tegur Mama yang tiba-tiba muncul.

Elin menepuk-nepuk tangan Datu, berusaha agar laki-laki itu melepaskannya. Usahanya sia-sia karena sepertinya Datu tidak berniat melepaskan pelukan dari tubuhnya. Akhirnya Elin hanya bisa pasrah dan tersenyum malu ke arah Mama mertuanya.

"Kafka sama siapa, Ma?" tanya Datu.

"Tadi lagi dipegang sama Opanya, terus habis itu dioper ke Omnya. Sekarang lagi digendong sama Cilla."

"Anakku lagi digilir," ucap Datu dengan kekehan geli di wajahnya.

Elin mendengus. "Astaga, Mas. Pemilihan katanya nggak ada yang lebih bagus?"

Datu terkekeh. "Terus, Mama ke sini ngapain? Ganggu aku sama Elin aja lagi pacaran."

"Mas!"

"Aku kan sengaja menjauhkan kamu dari anak-anak biar bisa berduaan. Eh, malah Mama nyamperin kita ke sini," dumel Datu.

Lagi-lagi Elin hanya bisa memukul tangan Datu, berharap laki-laki itu tidak kembali berbicara.

Mama hanya berdecak sambil geleng-geleng kepala. Ia sudah tidak heran lagi melihat kelakuan Datu yang bucin kepada Elin.

"Ada apa Mama cari aku sama Elin?" tanya Datu akhirnya.

"Mama mau ngobrol sama Elin."

"Ngobrol apa?"

"Ngobrol biasa aja. Emang Mama nggak boleh ngobrol sama mantu kesayangan Mama?"

"Iyalah kesayangan, kan mantu Mama cuma satu," sahut Datu dengan decakan pelan.

Mama lantas tergelak.

Datu akhirnya melepaskan pelukannya. "Kamu ngobrol dulu deh sama Mama. Aku masuk lagi ke dalam," ucapnya sebelum mencium pipi Elin cepat.

Setelah sepeninggalan Datu, Mama mengajak Elin untuk duduk di bangku yang ada di sana. Untuk beberapa saat Mama tidak mengalihkan tatapan matanya dari Elin.

"Ada apa, Ma?"

Mama tersenyum, lalu menggeleng pelan. "Rasanya Mama senang karena waktu itu berani nyuruh kamu menikah sama Datu. Ternyata feeling Mama tepat."

Elin diam.

"Mungkin seumur hidup Mama harus berterima kasih ke kamu. Berkat kamu, Datu kelihatan lebih hidup dan peduli dengan Aksa. Berkat kamu, Aksa nggak jadi anak kesepian lagi. Dia bisa dapatkan kasih sayang seorang Ibu seutuhnya dari kamu." Tiba-tiba Mama memeluk Elin.

Elin menyunggingkan senyum, kemudian ia balas memeluk Mamanya.

Saat ini hidup Elin penuh kebahagiaan setelah melalui banyak cobaan di dalam hidupnya. Dari semua yang sudah ia alami selama hidup, ada satu hal buruk yang patut ia syukuri. Hal buruk itu adalah hutang Ayahnya pada keluarga Datu. Kalau dulu Ayahnya tidak berhutang, mungkin Mama tidak akan menawarkan pernikahan yang menurutnya konyol.

Kebahagiaan ini adalah buah dari kesabaran Elin melalui semua penderitaan di masa lalunya. Mungkin memang sudah seperti ini jalannya hidupnya untuk mendapatkan jodoh. Dari situlah ia akhirnya menemukan kebahagiaan yang seutuhnya.

***

Sorry for typo and thankyou for reading❤

Author Note:
Cerita ini termasuk ringan sih walaupun beberapa kali emosi kalian diaduk-aduk. Kadang sedih, kadang ketawa, kadang kasihan. Kalian ngerasa gitu juga nggak sih?

Seperti biasa, mau nanya pendapat kalian soal cerita ini dong? Bagus atau nggak? Gimana karakternya menurut kalian?

Maaf ya kalo cerita ini masih banyak kekurangan. Penulis cuma manusia biasa yang pasti bikin kesalahan. Wkwkwk...

Masih ada satu extra part sebelum aku bikin extra part di KaryaKarsa.

Btw, jangan lupa baca cerita baruku yang judulnya Bitha for The Beast. Semoga kalian suka sama cerita baruku. Jangan lupa vote dan komen yang banyak biar aku semangat update-nya.

Blurb:Menjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Blurb:
Menjadi putri dari pasangan pengusaha dan cucu seorang politikus terkenal membuat hidup Tsabitha Alisha Mahawira tidak bisa bebas. Perempuan yang biasa dipanggil dengan nama Bitha selalu memiliki pengawal yang selalu mengikutinya, mencegah dirinya agar tidak melakukan kesalahan sekecil apa pun.

Sampai akhirnya suatu hari Bitha terkena masalah yang membuat wajahnya muncul di beberapa media berita. Orang tuanya mengambil tindakan cepat karena tahu berita buruknya akan mempengaruhi citra baik Opanya sebagai seorang politikus. Karena beritanya tak kunjung reda, akhirnya Bitha diungsikan ke salah satu rumah teman baik orang tuanya yang terletak di salah satu pemukiman desa yang sangat jauh dari pusat kota.

Di sana Bitha bertemu dengan sosok laki-laki dengan perawakan tinggi dan besar. Memiliki garis wajah yang tegas dan suara berat. Ada satu luka parut memanjang di daerah wajah sebelah kiri serta memiliki tatapan mata yang dingin dan tidak ramah.

Bagaimana kehidupan Bitha setelah diungsikan keluarganya ke salah satu desa terpencil dan harus menghadapi laki-laki yang menurutnya menyeramkan?

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang