Bab 28

73.8K 5.6K 274
                                    

Belanja memang kegiatan yang tepat untuk membahagiakan perempuan. Tak terkecuali Elin yang saat ini sedang semangat memilih bouncer untuk calon anak mereka. Dari mulai masuk ke toko, tatapan mata Elin sudah langsung berbinar senang.

"Katanya mau beli tempat tidur bayi sama stroller dulu."

"Lihat deh, bouncer-nya bagus banget Mas."

Datu berdecak pelan, tapi tangannya malah menunjuk salah satu bouncer yang ada. "Menurutku warna biru bagus."

"Aku suka yang warna putih," celetuk Aksa yang menyimak percakapan orang tuanya.

Datu dan Elin dengan kompak menoleh menatap Aksa.

Aksa menatap Mama dan Papanya dengan alis terangkat. "Kenapa? Emang aku nggak boleh ngasih pendapat buat barangnya Adilkku?"

Elin merangkul Aksa. "Boleh dong. Kakak Aksa boleh kasih pendapat sebelum Mama tentuin pilihan. Pasti pendapat Kakak lebih bagus daripada pendapat Papa," jawabnya. "Ayo, kita lihat-lihat yang lain. Di sebelah sana kayaknya ada nursery storage. Kita lihat ke sana yuk."

Datu melongo saat melihat Elin berjalan bersama Aksa meninggalkannya. Buru-buru ia mengekori istri dan anaknya yang sudah beberapa langkah di depan.

Selama belanja Datu bisa melihat ekspresi bahagia terpancar jelas di wajah Elin. Dengan semangat perempuan itu membeli keperluan bayi yang sudah mereka rencanakan sebelumnya. Datu tidak keberatan harus mengeluarkan banyak uang untuk keperluan bayi mereka yang akan lahir beberapa minggu lagi.

"Mas yang bagian pilih stroller."

"Aku boleh pilih?" tanya Datu yang diangguki oleh Elin.

"Karena begitu anak kita lahir, dorong stroller jadi tugas Papa dan Kakaknya," jawab Elin dengan cengiran lebar.

Sontak Datu dan Aksa saling bertukar pandangan dengan senyum di wajah mereka.

Datu mencoba beberapa stroller. Mulai dari mencoba mendorong, sampai mencoba melipat dengan satu tangan. "Kayaknya kita harus ambil dua deh. Satu yang ringan dan gampang dibawa travelling, satu lagi yang biasa. Gimana menurut kamu?" tanyanya meminta pendapat istrinya.

Elin mengangguk. "Boleh, aku setuju."

Datu mendekat ke Elin lalu berbisik pelan tepat di telinga istrinya. "Harga stroller udah kayak harga motor."

Elin terkekeh. "Karena Mas pilih yang mahal," sahutnya dengan suara pelan. "Apa mau ganti sama yang lebih murah?" tanyanya.

Datu menggeleng. Anaknya harus mendapat barang yang terbaik. "Karena diantara yang lain, pilihanku yang paling nyaman. Ditambah, aku kelihatan macho kalo dorong stroller itu."

Kali ini Elin tertawa. "Suka-suka Mas aja deh. Aku percaya sama pilihan Mas Datu."

"Adik nggak dibeliin car seat, Ma?" tanya Aksa tiba-tiba.

Elin beralih menatap Aksa. "Pasti beli dong. Car seat itu barang paling penting yang harus ada di mobil."

"Terus, kapan beli mainan buat Adik?"

"Paling nanti beli mainan boneka-boneka yang digantung di atas tempat tidurnya. Mainan itu bisa mutar sama ngeluarin suara."

"Gak beli mainan yang lain?"

"Adik masih belum ngerti kalo harus beli mainan terlalu banyak. Nanti ada waktunya kita belanja mainan buat Adik," jawab Elin memberi pengertian.

Aksa manggut-manggut. Tiba-tiba ia merangkul lengan Papanya. "Lihat deh, Pa. Harga stroller Adik hampir sama kayak motor."

Happiness [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang