xviii. halcyon days

1.4K 190 67
                                    

"Is this more than you bargained for yet? Oh, don't mind me, I'm watching you two from the closet, wishing to be the friction in your jeans." (Fall Out Boy)

Aku bermimpi tentang mengancingkan seragamku sebelum mengancingkan kemeja Z.

Kami meninggalkan kasurnya dalam keadaan semburat. Bekas keringat, cairan sperma, dan darah membercaki seprainya. Aku ingin melipat bedspread mahabesar itu dan mengantarnya ke laundry, tapi kami diburu waktu.

Z menarik pergelangan tanganku. Cowok itu sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. We're not in love anymore. Z hanya mencintaiku di tempat tidurnya.

"Biarin aja," katanya. "Nanti ada yang beresin."

"Tapi—"

"Mereka nggak bakal nanya macem-macem, Juliette, relax."

Dan aku tidak bisa menghindari pikiran-pikiran itu dari meracuni batok kepalaku.

Seseorang sudah pernah di sini, mengotori seprai Z seperti aku mengotorinya. Sudah tidak ada waktu untuk pelayan-pelayan Z bertanya siapa yang masuk, apa sebenarnya noda darah itu.

Aku merasa konyol.

Di tangga turun, Z dan aku berpapasan dengan adiknya, Clarence. Cowok itu masih memakai blazer di atas kemeja putih Pyxides Prep. Dia berhenti untuk memandang kami berdua sebelum berdecak pelan dan menggelengkan kepalanya.

"You're not getting any with that attitude, Z," katanya dari puncak tangga.

Z menengadah, menatap adiknya, marah. "You're not like that, C. Shut it out."

"Have it your way, del Rosario."

Malu dan tersindir, aku bersembunyi di belakang punggung Z, pipi dan mataku panas. Clarence tahu seperti apa kakaknya. Cowok itu sudah muak seperti aku seharusnya sudah muak. Tapi aku terlalu menyukai Z, dan aku sudah terlalu penasaran seperti apa rasanya. Aku sudah mendapatkan apa yang aku inginkan. Seharusnya itu sudah cukup kan? Iya kan?

"Let's go, Juliette," Z bergumam setelah langkah-langkah kaki Clarence tidak terdengar lagi. "Let me take you home."

Aku bangun pada sakit kepala yang hebat.

Aku di penthouse Z, di dalam kamarnya, chemise kotorku sudah diganti dengan piama sutera yang baru. Aku merengek. Aku tidak ingin terbangun di tempat ini. Aku tidak ingin mencium bau seprai Z, merasakan bekas cowok itu di mana-mana. Aku tidak ingin keluar dan wajah cowok itu menjadi yang pertama untuk menyapaku. Aku ingin pulang ke rumah, meringkuk di atas ranjangku sendiri, tertidur hingga matahari terbenam dan waktunya untuk bekerja datang lagi.

Memaksa diriku sendiri bangkit, aku berpegangan pada nakas sebelum membuat jalanku keluar dari kamar Z. Aku mendengar suara sesuatu yang berdesis di atas penggorengan, lalu mencium bau mentega. Koridor luas di penthouse Z mendadak terasa lebih pendek daripada satu ruas lengan. Aku melihat cowok itu di depan kompor listrik, memasak sesuatu yang sepertinya telur mata sapi. Aku juga tidak ingin sarapan, tapi aku membutuhkan Z untuk membukakan pintu apartemennya dan membiarkanku pulang.

Berdiri di sana, aku memandangi Z seperti kami tidak pernah terjadi. Tiba-tiba saja, aku kembali ke SMA, dan Z cuma cowok yang membuatku berpikir, "It's not gonna happen."

Aku masih kepikiran.

Seperti apa? Seperti aku memikirkan cowok itu setiap saat; dalam cara paling bodoh, paling liar, dan paling memalukan yang pernah ada?

Here & AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang