"I'll take you out though I'm hardly worth your time." (All Time Low)
—
Focal point dari acara makan siang itu adalah Marki. Maksudku, siapa lagi yang akan datang siang bolong dengan killer look macam model runway Alexander Wang? Kesempatan melihat Marki dalam bodycon dress Jacquemus ketat dan spiked jacket di bahunya cuma datang sekali dalam seumur hidup. Smokey eyes-nya terlihat sangat seksi di sekeliling mata abu-abu cewek itu. Di mana pun cewek-cewek seperti Marki berada, merekalah karakter utamanya.
Cewek itu datang terlambat bersama Daniel, dan aku nyaris tidak berkedip menatap pasangan itu. Mereka terlihat seperti datang langsung dari pemotretan untuk kover depan Vogue. Secara serentak, sepenjuru restoran di The Palladium siang itu menatap dengan penasaran. Marki dan Daniel menempati meja yang sengaja dikosongkan untuk mereka, pasangan yang kelihatannya akan menamai anak mereka dengan sesuatu seperti del Rosario-Desjardins karena keduanya memegang kekuatan yang sama. Diapit oleh Clarence dan Daniel, Marki melepas jaket kulit bertanduknya dalam sebuah gerakan anggun, melempar rambut ke belakang, lalu berkata, "Sorry, I'm late."
"You look good today, darling," puji Yelena.
"Makasih." Marki mengibaskan tangannya. "Aku cakep tiap hari, tapi biasanya pake celana."
"And what's with that face?" Clarence bertanya bosan.
"Oh, nothing." Marki memuntir tubuhnya, mengambil segelas sampanye dari pelayan yang beredar. "Just the face I make when I have someone's life ruined."
Marki membenturkan gelas sampanyenya dengan gelas-gelas imajiner di udara.
Di sebelahku, genggaman Z pada garpunya mengerat.
"Marki," tegur Yelena.
Marki, sementara itu, malah nyengir. "Udah liat berita?"
➕
Z dan aku meninggalkan suite kami di The Palladium sore itu. Mengepak barang-barangku ke dalam mobil, Z dan aku berkendara ke tempat yang jauh, ke mana pun Z membawaku. Everybody Talks dari Neon Trees mengalun sayup-sayup dari tape. Kepalaku terjatuh ke samping, menatap Z yang menyetir. Sesuai speed limit, seperti bagaimana Z biasanya. Jendelanya terbuka, dan rambutnya yang tertiup angin acak-acakan.
"Where are we going?" tanyaku.
"Somewhere."
Sejak Marki mengumumkan cewek itu sudah memastikan kabar tertangkapnya Alyssa tersebar ke seantero media massa, sudah satu ekor bebek dan hati angsa yang kami habiskan. Kami mungkin berpesta, tapi tidak terlalu. Kami di The Palladium untuk merayakan Z yang melamarku. Berita kalau Alyssa tidak akan bisa membela dirinya sendiri cuma pugasan di atas semangkuk yogurt beku yang dingin. Bukan untuk itu kami bersukacita. Lalu, akhirnya, setelah keluarga del Rosario dan Schulz naik ke suite masing-masing, pestanya selesai. Z dan aku masih punya satu hari lagi di The Palladium, tapi kami meninggalkan resor itu lebih awal atas keinginan Z.
Jika ditarik garis di atas peta, ujung Basalt yang satu lagi, selain perbatasannya dengan Pyxis, adalah pantai pengeboran yang akses masuknya hanya dari jalur tepi pantai By the Beach. Ke sanalah aku, Papa, dan Mama bersepeda pagi-pagi saat aku masih kecil. Mulutku belepotan es krim dan hotdog-ku meleleh di dalam keranjang sepeda pengantar bungaku. Jalur itu selalu ramai di pagi hari, tapi hampir tidak ada yang bisa dilihat kecuali pantai yang gersang. Namun, di balik susunan batu karang raksasa di seputar pantai tersebut, ada pantai rahasia yang pasirnya berwarna pink.
KAMU SEDANG MEMBACA
Here & After
RomanceJuliette selalu mendeskripsikan Z sebagai cowok yang lebih cocok dijadikan fantasi. Cowok itu tidak pernah menyapanya di koridor sekolah. Cuma tiupan ringan di leher atau karet rambut yang tiba-tiba ditarik saat Z sengaja lewat di belakang cewek itu...