xxi. king of my heart

1.5K 197 74
                                    

Republish yang tadi pagi, soalnya nanti dibilang nggak update kalau nggak update jam 7. 😂

warning: overly sweetened content ahead. 🍬

Marki menggantikanku di Disclosure untuk malam itu.

Dia meninggalkan estat sekitar tengah hari untuk mengonsultasikan berkas-berkas tuntutannya terhadap Alyssa dan memberi makan media massa dengan gosip tertangkapnya cewek itu. Aku menemani Z sampai keinginannya untuk meninggalkan kamar akhirnya muncul. Kami duduk-duduk di ruang tamunya, mengobrol, sampai waktunya Z untuk mandi. Dia tidak ingin kepalanya disiram air, jadi aku mengisi bathtub-nya dengan sabun—bath bomb dari Lush bernama Intergalactic yang membuat Z hampir menjerit saat aku melempar benda itu ke dalam bak. Kami tertawa. Lalu Z menarikku ke dalam bathtub agar dia tidak sendirian yang berendam di dalam cairan biru.

"Kita nggak bakal jadi smurf kan habis ini?" Kaki Z, setengahnya dilipat, mengapit tubuhku; tumitku beristirahat di pangkal pahanya.

"Memangnya kenapa?" Aku merendam wajahku sampai ke hidung, dan Z menarik pergelangan kakiku. "Kita bakal jadi smurf berdua."

Setelah mengeringkan Z, lalu memakaikan cowok itu piama yang lebih hangat, aku pergi ke pantri salon untuk mengambil makan malam: steik kebab, wortel panggang Vadouvan dengan yogurt, irisan keju dan daging kering. Z tidak makan terlalu banyak, perutnya masih sensitif. Kami menyantap makan malam dengan Minuet dari kwartet gesek di salon bermain di latar belakang, di atas tamu-tamu undangan milik pengantin baru yang merayakan pernikahan mereka di resor seberang jalan. Orang-orang datang dengan jas dan gaun pesta, sedangkan Z dan aku berdansa dengan rambut bau keju di dalam piama katun.

Z menangkapku dan mencium bibirku secara tiba-tiba sebelum berkata, "Aku ngantuk."

Aku mengerutkan hidungku, lalu menyentuh hidung Z dengan telunjukku dan membalas, "You're just a baby."

Lalu dia mengangkatku. Mencium keningku saat dia melakukannya. "Your baby."

Kami menggosok gigi di wastafel yang sama, cermin yang sama, sebelum mematikan lampu dan menarik selimut. Aku hingga menutupi hidung, Z hingga menutupi dada. Selama beberapa lama, kami hanya memandangi satu sama lain, dan Z tampak menikmatinya seperti aku juga menikmatinya. Aku tidak akan pernah bosan dengan wajah Z—hidungnya, bibirnya, matanya, aku suka semuanya. Ini wajah yang mematahkan hatiku, tapi ini juga wajah yang membuatku merasakan sesuatu.

"Kiss me good night?" katanya.

Dan aku melakukannya dalam satu detak jantung.

Z tertidur di ceruk dadaku, menggelosor semakin jauh ke bawah saat dia terlelap ke dalam tidurnya. Aku bertanya-tanya apakah tidurnya nyenyak, apakah dia nyaman di dalam pelukanku seperti ini? Aku mencium rambutnya. Aku hampir bisa merasakan demamnya turun bersama napas yang dia buang saat tidur—napasnya yang menjadi ninaboboku.

Di bawah, Prelude in C bermain saat aku memejamkan mata, dan aku akan mengingat lagu itu selamanya sebagai soundtrack dari penghujung mudaku dengan Z.

Ranjang di sebelahku kosong saat aku terbangun keesokan paginya.

Aku merayap keluar dan memanggilnya, "Z?" Tapi ruang tamu kosong. Estat hening. Bahkan pintu balkon masih terkunci. Karena aku percaya Z tidak pergi ke mana-mana, aku masuk lagi untuk menggosok gigiku dan mandi. Aku berpakaian seadanya, kain foulard dari Dolce & Gabbana yang kutemukan di lemari Z, mengikatnya di bagian atas dadaku seperti kemben, lalu turun ke bawah.

Here & AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang