x. here & after

2.7K 276 84
                                    

Setelah melakukan sekilas riset soal La Paulée di antara sifku yang teramat sibuk, kuputuskan untuk menaruh lebih banyak make up di kelopak mata dan memakai sundress terbaikku.

Ujung-ujung rambut cokelatku kukeriting dan kujepit di belakang sebagian, lalu kuganti sneakers putihku yang selalu kupakai ke kafe dengan heels tinggi. Jika aku terjatuh, Z harus menangkapku. Terserah cowok itu mau apa setelahnya. Malam ini, aku adalah kencan Z, dan cowok itu bertanggung jawab penuh atas aku. Rightfully so.

Sebagai sentuhan final, aku menambahkan lipstik berwarna merlot, lalu turun ke bawah karena telinga Z pasti sudah panas ditanyai ini-itu oleh Mama. Jalanan agak macet saat aku menyetir pulang tadi, jadi aku hanya punya sekitar satu jam lewat lima belas menit untuk bersiap-siap; itulah kenapa aku tidak selesai tepat waktu, dan gagal menyelamatkan Z dari, seperti kata Lemony Snicket, unfortunate event, ini. Suara heels-ku bergema di atas permukaan marmer tangga saat aku berderap-derap turun. Dengan cepat, aku membelok ke arah drawing room, tempat Mama menyandera Z saat ini.

Kubuka pintu, lalu kupindai situasi di dalam.

Z terlihat kalem dengan secangkir teh herbal di dalam cangkir Cina. Jasnya tersampir di lengan sofa, putih dan kontras dengan warna rambutnya. Kemeja hitam Z menempel sempurna di tubuh cowok itu, menutupi seluruh tatonya, kecuali di belakang telapak tangan, tapi bahunya adalah semuanya yang kubutuhkan saat ini; lebar, ramping. Ilusi cahaya di atas kain yang halus menarik garis di sepanjang rentang bahu Z, turun ke barisan kancingnya.

Suara nyaring Mama memecah kesunyian di dalam kepalaku. "Juliette!" dia memekik. "Cantiknya! Z udah nungguin dari tadi nih!"

Z tersenyum. Kepadaku, lalu kepada Mama. "Nggak apa-apa, Ma."

Itu membuatku harus berkedip dua kali sebelum berkata, "Apa?"

Mama hanya mengibas-ngibaskan bulu matanya seperti mengatakan oops.

Astaga. Sudahlah. Tidak ada gunanya banyak komplain pada Mama. Orangtua mana pun yang melihat Z datang untuk anak perempuan mereka akan bereaksi kurang-lebih sama, apalagi melihat siapa orangtua cowok itu. Yah, kecuali Papa. Dia, untungnya, sedang tidak di rumah. Selain sibuk bermain tenis bersama Para JompoTM, Papa juga sibuk melatih tenis untuk anak-anak SMP. Gotta earn that post-retirement cash.

Z memakai jasnya lagi saat cowok itu beranjak. Dia terlihat ganteng—terlalu ganteng. Aku selalu ingin melihat Z di prom kelulusan, kemeja apa yang dia pilih, tux-nya, tapi Z sudah keluar dari sekolah sebelum aku sempat mewujudkan keinginan itu. Aku hanya mendapat sedikit gambaran dari blazer hitam SMA kami. Z tidak pernah mengancingkan blazernya, kemejanya selalu dia biarkan keluar.

Aku selalu penasaran apa yang terjadi jika Z memakai kemeja yang mengikuti bentuk tubuhnya, jas yang pas dengan lebar bahunya. Sebab aku tahu itu akan membuatku jatuh, lalu jatuh cinta lagi padanya.

"Aku pinjam Juliette sebentar." Z merunduk untuk mencium pipi Mama dan membiarkan Mama mencium pipinya.

"Hati-hati, sayang." Tidak salah lagi. Mama sudah jatuh cinta setengah mati pada cowok ini. "Pelan-pelan aja. Ini weekend, pasti banyak yang ke bukit buat liburan."

Z mengangguk, dan aku diam-diam tersenyum, ingat apa yang cowok itu katakan padaku di 25/7.

Banyak hal yang tidak Z ketahui, tapi akan dia lakukan seandainya seseorang memberitahunya.

Terakhir, Mama mengecup pipiku, lalu keningku. "Have fun with Romeo."

Aku tahu Mama menamaiku Juliette untuk sebuah alasan, selain kalau aku lahir di awal bulan Juli, tapi ini pertama kalinya dia menjatuhkan Romeo-bomb padaku, dan itu tidak sama sekali terdengar seperti hinaan. Saat Diana dan teman-temanku yang mengatakannya, mereka memikirkan dua remaja labil yang mati bunuh diri, tapi sepertinya Mama memikirkan hal-hal yang membuat Romeo & Juliet itu sendiri menjadi karya sastra fenomenal; kisah cinta romantis, hal-hal yang membuat orang-orang percaya kalau cinta itu ada—dan berbahaya.

Here & AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang