iv. everybody talks

2.9K 323 29
                                    

2010.

"Kamu diliatin lagi tuh."

Jika orang-orang keberatan saat mereka tertangkap menatapi seseorang, maka Z bukan salah satunya.

Biasanya acara main mata ini hanya terjadi di antara Z dan aku, tapi sudah tiga hari belakangan Diana ikut memergoki Z menatapiku. Aku tidak tahu apa masalah cowok itu, tapi jika Z memang mau memandangiku, dia harus belajar untuk melakukannya diam-diam. Aku sudah capek menunjukkan riwayat SMS sampai log chat Facebook-ku kepada Diana dan dituduh menghapus semuanya sebelum berangkat ke sekolah. Z dan aku tidak berhubungan seperti itu.

Ini sudah seminggu sejak aku tidur dengan Z, tapi tidak ada perubahan mendadak yang terjadi pada kami. Kecuali kalau cowok itu semakin berani memandangiku, Z dan aku tetap tidak saling bicara di sekolah. Aku sebenarnya agak menduga itu, tapi aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya.

Aku mengubur wajahku di buku-buku dan mengerjakan PR-PR-ku agak terlalu awal. Aku pergi tidur cepat. Aku menghabiskan semakin sedikit waktu di kafetaria. Aku tidak malu pada Z, aku hanya mencoba berpikir malam itu bukan apa-apa. Kalau ternyata aku hanya salah satu cewek yang tidur dengan Z—ya, sudah.

Aku kecewa, tapi, seperti yang kubilang tadi, aku agak menduganya.

Z dan aku tidak sekelas, tapi cowok itu tiba-tiba duduk di mejaku keesokan paginya.

Aku hampir tidak jadi masuk ketika Z memanggil namaku, "Juliette."

Cowok itu tahu namaku. Dia bisa mendesahkan namaku saat dia menggigit telingaku. Dia hanya memilih untuk tidak mengucapkannya di sekolah. Paling tidak, tidak sampai hari ini.

Aku melirik cowok itu lewat bahuku. "What do you want?"

Aku mengharapkan you atau jawaban-jawaban corny lain, tapi jawaban Z lebih memusingkanku, "Can we talk? Please?"

Pagi itu, tidak ada siapapun di kelas kecuali Z dan aku. Aku memang selalu datang pagi-pagi, tapi setahuku Z bukan early bird seperti aku. Aku membiarkan Z membawaku ke mobilnya, di mana tidak ada orang yang bisa melihat kami. Kemudian, aku menutup pintu, lalu mengamati saat Z menyalakan mesin dan pendingin udara.

Aku melipat lenganku. "Can you stop staring at me?"

Z menoleh. "Apa?"

"Diana nanyain aku terus," aku mengomel. "Dia nuduh kita deket, terus dia maksa ngecek HP-ku. When she found nothing, dia nuduh aku hapus chat dari kamu."

Z tidak mengatakan apa-apa.

"Cewek-cewek itu kejam," kataku. "Better kamu jangan ngeliatin aku terus-terusan. Not when our friends are around."

Saat Z akhirnya bangun dari blank state-nya, aku membuang pandang ke luar jendela.

"Juliette, looklook at meI'm sorry, okay?" Two magic words. Aku hampir tidak percaya Z bilang please dan sorry di hari yang sama. "I tried to," kata Z, "but I can't."

Aku melirik Z.

"Kenapa kamu ngehindarin aku terus?" rengek Z.

"What do you mean?" tanyaku, ngeri. Ngehindarin? Kami bahkan tidak saling bicara di sekolah, jeez. Dan Z harus berhenti mencoba bicara sok gaul dengan kosa kata romantis. Dia bikin aku merinding.

"Kamu," Z berhenti, lalu menelan. "Kamu nggak lihat aku di kafetaria lagi."

"Seriously, Z?" For fuck's sake, jadi dia menyukai permainan kucing-kucingan itu? Benar-benar ada yang tidak beres dengan cowok ini.

Here & AfterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang