Chapter 12

2.5K 159 177
                                        

~Selamat Membacaaa~

   "Aa Afkaaaa," teriak seorang laki-laki berumur 10 tahun berlari hendak menghampiri Rafka.

   "Rais?" gumam Rafka.

   "Jangan sakitin Aa Afka! Jangan dipukul Aa Rais...." para santri menahan Gus kecil mereka yang semakin berontak ingin mendekati Rafka.

   "Rais... Rais..." Rafka berdiri membalikan badanya, mencari asal suara sang adik yang menangis hebat memanggil namanya.

   Saat kakinya hendak melangkah menuju Rais, Zaid lebih dulu menarik tangannya membuat kaki yang tadi sempat ingin melangkah, kembali mundur dan berlutut.

   "Diam Rafka! Jangan dekati adik mu yang masih suci!"

   "Rafka gak kotor Abah. T-tolong jangan sakiti Rais," ucap Rafka yang masih berusaha mencari sosok adiknya dengan mengandalkan indra pendengaranya.

   "Aa Afka... Rais mau sama Aa... Ummi tolongin Aa Afka," teriak Rais yang semakin menangis hebat ketika melihat Abah nya memegang cambukan yang biasa dia pakai untuk menghukum Rafka.

   Pemandangan itu mengingatkan Rais pada kejadian satu tahun lalu, dimana Abah nya dengan tega mencambuk punggung Rafka beberapa kali hingga mengeluarkan darah. Sejak saat itu, Rais tahu Abangnya selalu mendapatkan hukuman tidak jelas dari Abah nya. Entah apa yang Zaid ucapkan pada sang Abang sehingga membuat Rafka diam tidak pernah melawan. Ingatan itu selalu terekam jelas dalam ingatan Rais ketika melihat punggung Abangnya yang selalu basah oleh luka cambukan atau pukulan.

   "Abah jangan pukulin Aa lagi, Rais mohon."

   "Lagi?" gumam Keisha mengerutkan kening nya bingung.

   "Ayo kita mulai hukumanya," ucap Abah Zaid.

   "Tunggu! Bagaimana mungkin anda tega melakukan hal sekeji ini pada anak anda sendiri?" teriak Keisha begitu lantang pada Abah Zaid.

   "Ini hukuman yang harus dia terima sesuai dengan hukum agama Islam. Kamu juga akan mendapatkan hukuman yang sama," balas Abah Zaid.

   "Tapi kita tidak melakukan apapun! Itu semua fitnah! Kita dijebak. Demi Tuhan saya masih perawan!"

   "Astagfirullah," gumam para santri.

   Keisha tidak peduli dengan bisikan para santri. Dia juga tidak merasa malu jika memang hal itu bisa membebaskan Rafka dari hukuman konyol ini. Itu kebenaran yang harus mereka ketahui. Mereka di jebak dan kini harus mendapatkan hukuman yang bahkan sama sekali tidak mereka lakukan?.

   Disisi lain, Felix uring-uringan menunggu kabar dari anak buah Papah nya yang katanya sudah mendapatkan bukti tapi belum juga mengirimkan bukti itu padanya. Segala umpatan kasar sudah dia lontarkan. Lihat saja, jika mereka terlambat mengirimkan dan terjadi sesuatu pada sahabat nya, dia akan membunuh mereka semua satu persatu. Dasar tidak becus!

   "Tahan perempuan itu. Ayo kita mulai," ucap Abah Zaid lagi membuat Keisha dan Rais memberontak ingin membantu Rafka.

   "Anda Ayah yang buruk! Bagaimana mungkin seorang Ayah tidak mempercayai anaknya sendiri?"

   "Dia bukan Ayah kandung Gus Rafka," bisik salah satu santriawati disamping teling Keisha.

   Keisha terkejut, jadi laki-laki itu Ayah tiri Rafka? Pantas saja raut wajah nya datar dan tidak merasa khawatir atau bahkan sedih sekalipun. Mata Keisha menatap sekeliling lapangan, dia mencari seseorang yang sekiranya bisa membantu Rafka.

Tak!

   "SATU," teriak para santri yang mulai menghitung cambukan Rafka.

   "Allahu Akbar," gumam Rafka merasakan punggungnya yang mulai kembali perih.

Semesta MerinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang