Malam pun terjadi, Rava masih tak ingin keluar dari kamarnya.
Machvell dan Yorald pun insiatif membawakan sesuatu.
"Lo yakin Rava bakal makan ini?" Tanya Machvell ragu.
"Bawain aja dulu, kalau ga suka tinggal kita simpen aja." Balas Yorald enteng.
Mereka berdua pun naik ke tangga dan menuju kamar Rava.
Tok tok tok
Yorald mengetuk pintu perlahan.
Pintu pun terbuka, namun mereka melihat Ben sudah ada di sana. "Ngapain lo berdua?" Tanya Machvell memicingkan mata.
"Gausah berpikiran jorok, gue bukan Jaekar." Balas Ben.
"Tudep kalian mau ngapain" Tanya balik Ben.
"Kami bawain Rava sesuatu buat di makan." Jawab Yorald seadanya.
"Gausah, Rava ga perlu itu." Tolak Ben.
"Gaboleh gitu Ben, suruh mereka masuk." Teriak Rava yang mendengar pembicaraan mereka.
Ben mendesah. "Yaudah masuk." Ucapnya dingin.
Mereka berdua pun masuk, tapi saat ingin masuk, Machvell tiba - tiba melihat seseorang ingin masuk ke kamar Chaeri.
"Ck sialan ini lagi."
Pagi hari tiba, mereka yang biasanya sarapan bersama kini berubah. Mereka lebih sering makan di kamar masing - masing, bahkan ada yang melewatkan sarapan pagi.
"Gue ga nyangka, kita yang dulunya akrab banget kaya keluarga sampai se asing ini." Sahut Hyuka, ia berada di kamar Jaekar bersama dengan Yorald dan Machvell.
"Mau gimana lagi." Balas Machvell.
"Iya anjir, saking ngerasa kita ini udah jadi keluarga sampai nabung buat beli rumah ini." Balas Yorald mengingat masa lalu.
"Dan ternyata malah bawa petaka bagi kita." Sambungnya.
"Ga habis pikir, emang kita punya dosa apa sampai dapat nasib kaya gini." Ucap Jaekar.
Disaat mereka sibuk dengan sarapan mereka, Jaekar nampak murung.
"Kalian kok mau percaya sama gua?" Tanyanya hati - hati.
Yorald tersenyum tulus. "Gue yakin adek gue ini ga ngelakuin apapun." Jawab Yorald sambil memainkan rambut Jaekar.
Jaekar tersentuh, tak salah ia memercayai temannya satu ini.
"Gue senang kalian percaya, terlebih lagi Lila sampai segitunya kemarin." Kata Jaekar mengungkit.
"Udahlah, gausah di bahas mau gimana lagi kita sekarang udah kaya gini." Balas Hyuka.
Jaekar tersenyum misterius.
Malam ini sedikit sunyi, Jaekar memilih untuk mengetuk pintu kamar Lila, ia masih ingin melakukan sesuatu.
Tok tok tok
Lila membuka pintu kamarnya. "Eh Jae? Kenapa?" Tanya Lila, ia pun mempersilahkan Jaekar masuk.
"Gue mau ngasih tau lo sesuatu." Ucap Jaekar.
"Iya bilang aja."
"Gue ngerasa pelakunya itu lagi ngincer gua." Sahut Jaekar suaranya sangat pelan.
Lila terkejut. "Hah?! yang bener? Emang lu tau pelakunya siapa?" Tanya Lila kembali.
"Kalau dugaan gue bener, gue sempat tatapan sama dia pas masuk ke kamar Chaeri kemarin." Jelas Jaekar.
Lila terkejut. "Emang lo curigai siapa?"
Jaekar mendekatkan wajahnya pada telinga Lila, ia berbisik menyebut nama seseorang, tak kalah terkejutnya Lila setelah mengetahui siapa orang yang Jaekar curigai.
"Ga mungkin, Jae. Lo pasti salah liat, dia bahkan ga ada pergerakan yang bikin curiga tau.."
"Gue juga ga nyangka Li awalnya, tapi setelah lo perhatiin baik - baik, dia yang paling kentara dan paling munafik." Jawab Jaekar.
"Jadi gimana dong? Kalau dia curigai lo gimana?" Tanya Lila panik.
"Tenang, gue udah prediksi dia bakal berusaha bunuh gua, tapi mau sejauh mana gue sembunyi gue bakal tetep mati." Jelas Jaekar, Lila semakin terkejut.
"Yang bener aja? Lo gausah ngaco deh." Kesal Lila.
"Percaya Li ama gua, ga inget Chaeri yang udah prediksi ngomong kalau bakal tiada? Ini sekarang gue lagi alami, Li. Gue di bawah pengaruhnya." Sambung Jaekar.
"Ga! ga! ga! gausah ngomong sembarangan deh."
"Serius, Li. Setelah gua mati nanti. Gue bakal kasih lo clue." Ucap Jaekar.
"Stop ngomong mati, mati, mati. Lo harus tetep hidup gue cuman percaya sama lo. Pokoknya lo malam ini tidur disini." Final Lila.
"Loh? ga bahaya?!"
"Lo tidur di tempat tidur biarin gue di lantai."Jawab Lila enteng.
"Dih ga ya, emang gue cowo apaan. Lo tidur di kasur biar gue di lantai." Tolak Jaekar, Lila mengangguk ragu.
Lila pun memberikan sebuah karpet didekat kasurnya. Disaat keduanya sudah berbaring mereka tampak tak nyaman.
"Li." Ucap Jaekar membuka bicara.
"Em?" Lila berdehem.
"Kok lo mau percaya sama gua?" Tanya Jaekar hati - hati.
Lila tersenyum meski Jaekar tak melihatnya. "Gue yakin apa kata hati gue, dan hati gue ngomong lo ga bersalah."
"Kalau misal gue salah satu pelaku itu?" Tanya Jaekar kembali.
"Gue ga percaya." Jawab Lila enteng.
"Tapi Li gue bisa aja bunuh lo sekarang kan?"
Lila bangun dan duduk kemudian menatap Jaekar, Jaekar yang di tatap berusaha setenang mungkin. "Jae, lo pikir gue bodoh? Kalau lo emang pelakunya ngapain ga bunuh gua dari tadi?" Tanya Lila terkesan meremehkan.
Jaekar terdiam dan memilih untuk tidak menjawab Lila. "Tapi kalau ternyata gue pelakunya gimana?" Tanya Lila kembali.
Mereka berdua sama - sama tertawa. "Udahlah, tidur aja kita baru aja ngelakuin hal bahaya, bentar lagi pada curiga." Kata Lila di sertai senyuman manisnya.
Mereka pun tidur, tapi di saat jam 2 malam Jaekar terbangun dan segera duduk di samping kasur Lila.
Ia membuka ponselnya yang sedari tadi berbunyi, tanda notifikasi masuk.
nomor tak dikenal :
Mana lo sialan.
Kurang ajar lo kabur ternyata.
Oke kalau sampai jam 3 lo belum datang, gue bakar rumah itu sekarang.Jaekar yang membaca pesan itu tak sadar air matanya jatuh.
"Maafin gue, Li." Setelah mengatakan itu ia memberikan ponselnya tepat di samping Lila.
"Semoga dengan cara ini lo paham."
Jaekar pun membuka pintu kamar Lila dan mengintip keluar berharap tak ada yang melihatnya.
Ia kemudian keluar dari pintu kamar Lila, dan akan menuju ke taman, ia menghela nafasnya dan tinggal sebentar di kamar Lila. "Maafin gue karena ngecewain lo, Li."
"Gue terpaksa lakuin ini, agar lo ngelakuin ini ga akan di curigai siapapun."
"Makasih karena udah mau percaya sama gue, saatnya gue balas perbuatan lo." Setelah mengatakan itu ia meninggalkan kamar Lila, dan berjalan menuju taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
JANGGAL I TXT ITZY ATEEZ
Horror"yang kita lalui semua ini semuanya diluar akal sehat manusia."