BAB 14 : A Scrap of Paper

1K 179 12
                                    

Adipati dan Serafina untuk kali pertama tidur di dalam mobil. Mereka bahkan sudah menyiapkan peralatan gosok gigi dan juga selimut serta baju ganti di jok belakang. Keduanya rela melakukan hal paling aneh menurut mereka hanya demi menunggui seorang manajer bar pulang bekerja.

Sebenarnya Yudi cukup dapat dipercaya. Apalagi pria yang Adipati tahu masih berumur 30 tahunan itu sudah menjaga mobil Hardi ini selama dua minggu terakhir. Bahkan menolak diberi uang lagi oleh Serafina sebagai bayaran titip mobil. Namun, Adipati dan Serafina tidak mau mengambil risiko Yudi kabur. Mereka harus bertemu teman Yudi itu secepatnya demi menemukan petunjuk lain kebakaran ini.

"Didi."

Panggilan pelan mengalihkan perhatian Adipati dari pintu masuk bar. Dia menoleh dan mendapati Serafina menatapnya dengan sayu. Tak lama wanita itu menguap pelan.

"Kenapa, Ra?" tanya Adipati. Dia mengusap sisi wajah Serafina yang tidak tertutup selimut tebal.

"Kamu nggak tidur semalaman?"

Nada suara Serafina yang terdengar khawatir membuat hati Adipati bergetar. Ada hangat juga yang menyusupi dadanya. Bentuk perhatian ini hal yang biasa mereka lakukan sejak dulu. Namun dengan status hubungan mereka, keintiman yang mereka bagi, rasanya tentu berbeda sekarang.

"Tidur. Bentar," aku Adipati. Senyum lembutnya terpasang. "Aku abis minum kopi melek, Ra."

Serafina mengangguk. "Kalau kamu kecapekan nanti gantian aja aku yang nyetir." Jeda sesaat. "Didi, aku yakin cepat atau lambat kita pasti nemuin siapa penjahatnya. Aku juga mau ingetin kamu kalau kamu nggak sendirian dalam penyelidikan ini. Kamu punya aku dan aku selalu ada di samping kamu."

Senyum Adipati semakin melebar. Kepalanya pun tahu-tahu saja mengangguk lemah. Sebelum perlahan dia menundukkan kepala, lalu memberikan sebuah kecupan kecil di bibir Serafina. Hal yang sebenarnya sejak dulu ingin selalu dia lakukan dan sekarang itu menjadi hal yang wajar pria itu lakukan.

Seketika Adipati tersentak dengan pemikirannya sendiri. Dia segera melepaskan ciumannya, lalu menoleh. Tatapannya kembali tertuju lurus pada pintu masuk bar. Sepertinya fokusnya sekarang tidak boleh terbagi dulu, penyelidikan kasus orang tua mereka, bukan hati.

"Didi, Didi."

Panggilan Serafina sekali lagi menyentak Adipat. Dia menoleh sejenak pada istrinya yang ternyata sedang menunjuk sesuatu di kejauhan.

"Orang-orangnya pada keluar itu, Didi. Ayo buruan kita turun," ucap Serafina.

Namun, Adipati dengan cepat menahan tangan Serafina untuk membuka pintu. Pria itu menggeleng. Dia menunjuk ke arah para pegawai bar yang keluar satu per satu dari pintu.

Segera saja Adipati turun. Dia bergegas mendekati Yudi yang muncul paling terakhir. Pria tiga puluhan itu terkejut. Namun, dia tetap mengangguk seolah paham apa yang ada di kepala Adipati saat ini.

Mesin mobil sudah kembali dinyalakan. Kursi belakang juga sudah cukup rapi dan cukup diduduki oleh satu orang dengan nyaman, tiba-tiba saja Yudi bersuara.

"Maaf, Pak, Bu, semalam saya memang mengiakan untuk menemani Ibu dan Bapak bertemu dengan teman saya, Jaya. Tapi, sebelum itu saya harus memastikan beberapa hal." Yudi meringis sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya. "Karena bagaimanapun saya takut nantinya Jaya atau bahkan saya sendiri malah terseret ke hal-hal buruk. Apalagi Jaya, teman saya itu sudah mati-matian cari kerja, tapi cuma dapat serabutan. Tanggungan dia juga banyak. Jadi, saya khawatir kalau dia ikut terlibat, anak, istri, dan ibunya siapa yang mengurus."

Sebenarnya Adipati sudah akan menjawab, tapi Serafina yang lebih dulu bersuara. Senyum lembutnya terpasang, "Pak Yudi tenang aja, kami pastikan Pak Jaya dan Pak Yudi sendiri aman. Kalau Pak Jaya benar-benar bisa membantu kami, saya dan suami pastikan akan membantu masalah finansial Pak Jaya sebagai hadiah, kami paham balas budi kok."

Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang