"Wanita ini aneh. Bener-bener aneh. Iya nggak sih, Didi?"
Serafina menoleh kepada Adipati. Pria yang sedang duduk di pegangan sofa itu terlihat merenung. Tatapannya fokus pada laptop yang terbuka di meja kopi. Di layar menampilkan video CCTV area minimarket yang ada di bawah Gunawan Emas Perkasa.
"Coba kamu putar ulang lagi, Ra," perintah Adipati.
Sekali lagi Serafina memundurkan beberapa menit video CCTV itu, lalu menekan tombol play. Di layar terlihat Serafina yang masuk lebih dulu, lalu mondar-mandir di sekitar rak pembalut wanita. Tak lama pintu kembali terbuka. Seorang wanita berambut pendek sedagu muncul dengan blazer birunya. Dia berjalan menuju area chiller minuman, lalu mengambil salah satunya. Sebelum kemudian, dia menuju kasir dan membayarnya.
Di video itu pun juga tampak Serafina yang mengendap-endap memperhatikan si Bu Bos itu. Dia juga sedikit berlari keluar minimarket hanya untuk mengejar wanita asing yang mungkin saja kunci dari semua kegilaan ini.
Tidak ketinggalan Serafina juga memutar CCTV di beberapa titik yang kemungkinan ada si Bu Bos itu. Sayangnya, di video itu terlihat bahwa Bu Bos hanya turun dari taksi dan masuk kantor. Dia langsung menuju ke toilet selama lima menitan. Keluar toilet pun langsung bergerak menuju minimarket. Beli satu botol minuman, lalu pergi lagi dengan taksi.
"Masa dia cuma datang ke kantor kita buat beli minuman aja sih, Didi? Effort banget sampai panggil taksi." Serafina kembali bertanya.
"Apa sebenarnya dia mau ketemu seseorang, tapi karena keburu lihat kamu jadi batal?" komentar Adipati setelah merenung lama sekali.
Seketika mata Serafina membulat. Jika fakta yang Adipati katakan itu benar, maka dia kesal. Kalau saja Bu Bos itu tidak menyandari kehadirannya sudah dipastikan mereka akan menangkap kawanan lain wanita itu di perusahaannya.
Menurut analisa Serafina dan Adipati mengenai segala hal yang terjadi, Bu Bos punya kawanan lain. Tepatnya bukan dia pelaku utama karena dia terlalu dekat dengan Asep dan rekan-rekannya. Si pelaku utama hanya menggunakan Bu Bos sebagai tameng yang mungkin bisa dikambing hitamkan suatu hari nanti.
Tatapan Serafina tertuju pada papan tulis putih yang ada di seberang meja kopi. Di sana sudah ada enam foto yang diduga tersangka. Semua ini berdasarkan orang-orang yang datang ke rumah ini selama Serafina dan Adipati melakukan penyelidikan di Puncak, lalu tiba-tiba paket mengerikan ada di dalam kamar mereka.
"Menurutmu–" Kata-kata Serafina terhenti. Saat dia hendak berdiri untuk menunjuk foto-foto dugaan tersangka itu, tiba-tiba saja perutnya terasa kram.
Serafina mengerang lirih. Tadi siang saat melihat kemunculan Bu Bos, rasa kram setiap menstruasi tidak terasa. Sekarang ketika dia sudah santai dan sedang berdiskusi serius dengan Adipati, sakit perutnya muncul. Dia kesal dan juga kesakitan.
Padahal Serafina kira, dia tidak akan lagi merasakan sakit saat menstruasi. Apalagi dokternya dulu pernah berkata sakit menstruasinya kemungkinan hilang setelah menikah. Sekarang dia sudah menikah, sudah melakukan apa pun hubungan suami istri. Dia juga tidak merasakan gejala kram beberapa hari sebelum menstruasi. Namun kenapa saat menstruasi datang sakit itu lagi-lagi datang.
I hate you hormones! Serafina berteriak-teriak di dalam hati.
"Rara ...."
Adipati tiba-tiba berlutut di depan Serafina. Kepalanya mendongak. Mata mereka bertemu. Tangan pria itu mengibas pelan anak-anak rambut Serafina yang menutupi wajah karena dia merunduk.
"Are you okay?" tanya Adipati. Nada suaranya terdengar khawatir. "Perut kamu kram karena lagi datang bulan?"
Serafina mengangguk. "As always."
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Romantik"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...