"You have arrived at your destination."
Suara seorang wanita yang berasal dari sebuah aplikasi peta menghentikan laju mobil Adipati. Untuk sesaat pria itu menatap bebatuan besar di depan matanya. Tidak ada jalan terusan, kalaupun harus keluar dari tempat ini, maka putar balik satu-satunya jalan.
Perhatian Adipati teralihkan sejenak ke jalan raya di bawahnya. Tempat ini cukup luas untuk dua mobil atau bahkan lebih. Namun, tidak ada kehidupan apa pun di sini. Bahkan tidak ada kendaraan selain milik mereka seolah ini tempat pribadi. Padahal saat berbelok ke sini, mereka hanya menemukan penjaga di depan perumahan pinggir pantai.
Kemudian, tatapan Adipati jatuh pada sebuah rumah yang ada di pantai. Jarak dari jalan raya ke rumah itu tidak jauh, hanya dipisahkan mungkin lima sampai sepuluh meter dari jalanan. Sementara area rumah dan pantai sepertinya sedikit lebih jauh lagi. Mungkin agar tidak terkena abrasi air laut apabila sedang pasang.
"Didi, kita turun aja sekarang." Serafina menunjuk rumah itu. "Itu kan tempatnya?"
Adipati mengangguk, lalu memarkirkan mobil rapat ke sisi jalanan. Setelahnya dia dan Serafina turun. Mereka bergandengan tangan memutar untuk menghadap ke rumah pantai.
Rumah itu terbuat dari kayu berbentuk seperti sebuah rumah joglo, tapi dengan sentuhan modern. Semuanya serba putih mengikuti putihnya pasir pantai ini. Ada sebuah tangga kayu kecil di bagian depan rumah. Di area teras, ada dua kursi kayu putih yang bersisian dengan satu meja persegi di tengah-tengahnya. Sebuah pintu kayu yang dicat biru muda, dua jendela berbentuk persegi panjang yang dilapisi penutup kayu.
"Ya ampun!" Tiba-tiba saja Serafina berdecak pelan, lalu melirik Adipati. "Kalau aku nggak inget kita punya urusan penting, aku bakal sesuka itu kamu ajak honeymoon di rumah tepi pantai kayak gini, Di."
"Noted! Nanti setelah semua ini aku pastiin kita bakal honeymoon di tempat proper termasuk di rumah tepi pantai dengan pemandangan cantik."
Serafina terkekeh pelan. Tahu-tahu saja wanita itu berjijit, lalu memberikan sebuah ciuman di pipi Adipati. "Thank you, Hubby."
Jantung Adipati berdebar kencang. Hatinya menghangat. Dia menatap lekat-lekat Serafina. Perlahan dia menundukkan kepalanya. Tanpa peringatan pria itu menyatukan bibirnya dan Serafina.
I love you, Ra. Akhirnya Adipati mau mengakui perasaan itu di hatinya. Saatnya, saat ini bukan waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Bukan hanya hubungan mereka yang baru, tapi keduanya juga sedang menghadapi masalah serius mengenai pembunuhan seluruh keluarga mereka.
"Kita coba masuk, Ra," ajak Adipati.
Masih terus bergandengan tangan Adipati membawa Serafina mendekati pintu masuk. Bunyi kriyet khas terdengar artinya kayu-kayu ini sudah mulai lapuk. Mereka juga menemukan beberapa cat pelapis yang mulai terkelupas.
"Kayaknya ... nggak pernah ada orang ke sini. Nggak terawat sama sekali," gumam Serafina yang dibalas anggukan setuju Adipati.
Saat membuka pintu, Adipati gemas karena pintu dikunci. Dia mendadak merasa bodoh. Tentu saja rumah ini dikunci mengingat dia benar-benar ditinggalkan sendirian dan terbengkalai di tepi pantai.
Adipati sudah mulai agak frustrasi. Matanya mulai jelalatan mencari karpet di depan pintu atau pot-pot bunga yang menempel di dinding. Mungkin saja ada kunci yang terselip di sana. Sayangnya, tidak ada karpet dan pot-pot bunga itu hanya berisikan bunga mati dan tanah yang mengering.
"Coba pakai kunci ini, Didi." Serafina mengeluarkan sebuah kunci. Mata Adipati langsung membulat saat menemukan kunci apa yang istrinya itu maksud. "Mungkin kunci ini rumahnya di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Romance"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...