BAB 16 : Dreadful Gift Box

997 159 13
                                    

Pendingin udara sudah dinyalakan sampai ke suhu paling tinggi. Jendela juga sudah dipastikan ditutup rapat. Namun, entah mengapa hawa dingin mendadak menyeruak memenuhi seantero kamar penginapan milik Serafina dan Adipati tengah malam ini.

Keduanya kini sedang duduk bersisian di lantai dengan punggung yang bersandar pada dipan tempat tidur. Sebuah selimut tersampir menyelimuti Adipati, terutama Serafina. Jari mereka bertautan di pangkuan Adipati. Sementara fokus mereka adalah berkas-berkas yang berserakan di depan mereka, sebuah laptop yang terbuka, dan tentu saja potongan berita puluhan tahun lalu yang mereka temukan di rumah terbengkalai di tepi pantai pagi tadi.

Tiba-tiba saja Adipati memindahkan laptop ke pangkuannya. Dia mulai menggerakan halaman sebuah website. Bukan sembarang website, tapi ini adalah tempat di mana seluruh data perusahaan Surendra berada. Tidak semua orang bisa mengaksesnya, beruntungnya Adipati adalah CEO sekaligus pemilik akses tertinggi website ini.

"Kita ... mulai jabarin ulang apa yang terjadi ya, Ra," bisik Adipati. Dia mulai menunjukkan sebuah berkas yang sudah didigitalisasi di dana. "Di tahun 1999, Ayah dan Papi memutuskan untuk membangun sebuah perusahaan baru yang bergerak di bidang kelapa sawit. Tempatnya ada di Kalimantan."

Tangan Serafina bergerak dengan sendirinya mengambil potongan berita, lalu menaruhnya di atas keyboard Adipati. Dia berbisik, "Menurut keterangan perjalanan pembuatan perusahaan, di akhir tahun 1999, untuk kepentingan perluasan lahan perusahaan kelapa sawit, perusahaan melakukan pembabatan hutan. Dan ... cara paling mudah untuk membabat hutan adalah dengan membakarnya."

"Bener." Adipati mengangguk. Dia menunjuk sebuah berkas lain. "Di sini ada surat izin resmi yang dikeluarkan pemda setempat. Pembakaran itu sudah diizinkan secara legal, terpenting adalah pihak perusahaan memastikan hutan yang dibakar tidak merambat ke pemukiman. Pembakaran diadakan selama satu minggu dan secara pelan-pelan serta aman."

"Sayangnya." Serafina menelan ludah banyak-banyak. Tangannya agak sedikit menguat memegang potongan berita. "Di tanggal 2 Desember 1999, hari lahirku, pembakaran hutan itu nggak sengaja membakar sebuah rumah. Menurut koran ini, tidak ada yang selamat dalam rumah itu."

"Di sini ada berkas perkara sebenarnya," timpal Adipati. "Beberapa bulan setelah kebakaran rumah itu sebenernya perusahaan kelapa sawit itu udah dituntut. Cuma pengadilan memenangkan perusahaan karena bangunan rumah yang ada di tengah hutan itu ilegal."

Adipati terdiam sejenak. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu melanjutkan timeline perusahaan yang sudah dia dan Serafina susun sepanjang hari.

"Di tahun 2015, perusahaan kelapa sawit itu mendadak dijual. Nggak ada keterangan atau alasan khusus kenapa perusahaan itu dijual padahal kinerja perusahaan bagus." Adipati menunjukkan data keuangan perusahaan. "Nggak ada penurunan laba bahkan cenderung naik setiap tahunnya. Apalagi untuk komoditas minyak goreng, perusahaan gabungan milik Ayah dan Papi itu jadi salah satu idola di Kalimantan sana. Jadi, ini cukup aneh, kenapa perusahaan dijual padahal ini masih menguntungkan."

"Pantes ya kamu nggak tahu perusahaan ini, Didi." Serafina menoleh menatap Adipati. Dia meringis. "Kamu masih ada di Inggris sama aku, kuliah. Bahkan kamu juga baru gabung perusahaan Ayah setelah lulus master. Jadi, wajar kalau kamu nggak tahu perusahaan ini. Apalagi jarak perusahaan itu dijual dan kamu gabung itu beda bertahun-tahun."

Sekali lagi Adipati dan Serafina kembali diam. Mereka berdua menatap berkas-berkas, laptop, dan sobekan koran bekas itu bergantian.

Serafina sendiri mulai mencerna apa saja yang mungkin terlewat atau apa yang sudah terjadi. Dia juga mengingat-ingat informasi-informasi apa yang sudah mereka dapatkan selama penyelidikan. Barulah dia menarik kesimpulan sederhana.

Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang