Kepala Serafina terasa seperti terjun bebas. Rasa takut akan jatuh sontak membuatnya terjaga. Refleks, dia membuka mata lebar-lebar. Namun, satu-satunya yang dia lihat hayalah kegelapan yang pekat.
Untuk sesaat Serafina menoleh ke kanan dan kirinya. Perlahan dia juga mendongak. Tetap saja, dia tidak melihat apa pun. Dia yakin, dia tidak buta hanya memang tempat ini sangat gelap.
Ada bau apak seperti kain pel basah yang dimasukan begitu saja ke dalam ruangan pengap. Aroma wewangian seperti pembersih ruangan juga terhidu. Serafina merenung, di mana dia bisa menemukan aroma ini. Sayangnya, tidak ada satu pun tempat yang muncul dalam benaknya.
Tanpa sadar Serafina mengerang pelan. Dia merasakan beberapa bagian tubuhnya seperti sedikit nyeri. Hanya saja wanita itu menyadari hal ganjil, erangan kesakitannya tak terdengar sama sekali. Sontak dia berusaha berteriak. Lagi-lagi tidak ada yang keluar dari bibirnya.
Ketika Serafina ingin menyentuh bibirnya yang terasa seperti direkatkan sesuatu, tangannya tak bisa bergerak. Bukan itu saja, kedua kakinya pun sama-sama tak dapat bergerak.
Gue di mana? Serafina mulai panik. Ketakutan mulai menjalarinya. Dia menggerakan anggota tubuhnya sekuat yang dia bisa. Siapa pun harus menolongnya.
"Udah bangun?"
Sebuah suara seketika menghentikan aksi Serafina. Refleks, dia menoleh menuju sumber suara.
Tak sampai beberapa detik kemudian, tahu-tahu saja sebuah lampu menyala. Serafina mengerjap beberapa kali, lalu memperhatikan kanan dan kirinya. Lampu yang ada di langit-langit adalah lampu pijar yang membuat sekitaran remang-remang. Ada beberapa alat bersih-bersih. Di sebelahnya ternyata ada gagang pel dengan air yang sedikit menetes, sepertinya itu aroma apak yang dia hirup beberapa saat lalu.
Perhatian Serafina pun berakhir pada seorang wanita yang berdiri menjulang, menempel pada pintu masuk. Tempat ini tidak besar dan tidak begitu tinggi, jadi dia tampak seperti raksasa di sana. Rambutnya yang pendek dan wajah yang Serafina kenali membuatnya cukup tahu siapa wanita ini.
Claudia.
"Kenapa sih lo berdua itu bebal banget dibilangi?" tanya Claudia seraya duduk di sebelah Serafina. "Lo juga gampang banget dijebak sampai akhirnya masuk ke dalam perangkap gue, Serafina."
Ingatan Serafina langsung berputar ke beberapa saat yang lalu. Tepatnya saat dia ditinggal sendirian oleh Adipati di tengah-tengah kerumunan untuk membeli minum.
"Serafina."
Panggilan seorang wanita di tengah-tengah keramaian ini membuat perhatian Serafina teralihkan. Tanpa sadar dia mulai celingukan ke kanan dan kiri, mencari siapa yang memanggil. Namun, banyaknya jemaah haji dengan seragam yang sama menjadikannya sulit mencari tahu siapa gerangan.
"Serafina ...."
Sekali lagi Serafina mendengar suara itu. Sekali lagi wanita itu celingukan. Badannya pun ikut berputar mencari sumber suara.
Hingga badan Serafina terhenti. Kedua kakinya terpaku di tempat. Matanya membulat menemukan mata siapa yang bersirobok dengannya di tengah-tengah lautan manusia pagi ini.
Seorang wanita berdiri tidak jauh darinya. Dia mengenakan kerudung panjang berwarna coklat tuanya. Sebuah seragam yang serupa dengan para jemaah lainnya, seragam batik coklat muda. Namun, Serafina yakinkan wanita itu bukan jemaah, tetapi seseorang yang sengaja mengenakan pakaian itu demi tidak dikenali.
"Claudia!" Tanpa sadar Serafina meneriakan nama itu. "Claudia!"
Namun, bukannya gentar, wanita itu malah memasang senyum miringnya. Dia tahu-tahu saja bergerak menjauh. Sontak Serafina mengikutinya. Dia takut, jika dia tidak buru-buru bergerak, maka dia akan kembali kehilangan tangkapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Romansa"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...