Sepertinya benar kata sebagian besar orang, tidak semua bencana berujung duka dan disetiap bencana selalu ada kebaikan di akhirnya. Adipati mengalaminya, akhir dari penusukan dirinya berakhir dengan sangat memuaskan. Karena sekarang, dia seperti diizinkan sejenak untuk menjadi seorang yang lemah dan bisa bermanja-manja dengan Serafina kapan saja.
Apalagi Serafina bukan tipe wanita yang suka memanjakan pasangannya. Sebenarnya Adipati tidak tahu benar apakah istrinya suka atau tidak memanjakan pasangan, mengingat Serafina belum pernah berkencan dengan pria lain.
Namun, jika berhadapan dengan Adipati, Serafina memang cenderung orang yang suka dimanja. Kadang tidak punya ruang untuk pria itu bersikap manja. Jujur saja Adipati suka menjadi orang yang dominan dan menjadi penuntun Serafina. Hanya saja di sisi lain, ada sisi ingin jadi seorang submisif. Sekarang waktunya yang tepat pria itu lakukan.
"Ayang, mau meatball-nya, please," pinta Adipati sambil menunjuk bola-bola daging yang ada di atas spaghetti-nya.
Sambil menghela napas panjang, Serafina tanpa berkomentar langsung menusukkan sebuah bola daging, lalu menyuapkannya pada Adipati. Dengan senyum lebar di wajah, pria itu melahapnya.
"Ayang, haus." Adipati kali menunjuk gelas berisi air di meja. "Mau minum."
"Kan punya tangan!" ucap Serafina. Suaranya agak menggeram.
Adipati menggeleng. Lalu, tiba-tiba saja dia mengerang sambil memegang pundaknya yang baru dioperasi dua hari lalu.
"Aduh, Ayang, sakit. Aduh ...," keluh Adipati.
Serafina lagi-lagi mendengkus keras. Dengan cekatan dia menaruh piring spaghetti di pangkuannya, lalu meraih gelas air untuk membantu Adipati minum.
"Mau makan lagi, Didi?" tawar Serafina setelah Adipati menghabiskan segelas air.
Untuk sesaat Adipati merenung. Dia sedang berpikir haruskah dia makan spaghetti itu lagi atau meminta hal lain. Lagi pula kapan lagi dia bisa bersenang-senang dan dimanja Serafina.
"Nggak, nggak mau lagi Spaghetti-nya," tolak Adipati sambil menggeleng. "Sekarang aku beneran mau bakso, Ayang."
"Didi." Suara Serafina mulai terdengar geram. Tak lama sebuah pukulan sedikit kencang terasa di lengan kiri Adipati. "Makanya kamu tuh jangan sok jadi pahlawan ya! Sekarang makan sama minum aja harus dibantuin. Belum lagi minta aneh-aneh. Kamu mau bakso? Pesen sendiri!"
Adipati meringis. "Ya, kan, Yang, Pesenin dong. Nggak enak nih main HP pake tangan kiri."
"AH!" Serafina terdengar kesal. "Aku beneran nggak terima ya kamu sakit karena kebodohan sendiri. Manjanya setengah mati."
"Sesekali, Ayang."
Sambil melihat Serafina mengotak-atik ponsel, Adipati memilih untuk memeluk istrinya itu. Dia mengendus-endus aroma tubuh sang istri yang selalu memabukan, membuatnya tenang.
Sekarang Adipati mendadak tidak ingin bakso lagi. Satu-satunya yang dia inginkan hanyalah menghabiskan siang sambil memeluk istrinya ini. Namun, dia memilih tak berkomentar, bakso sudah dipesan, bisa-bisa istrinya mengamuk dan meninggalkannya.
Tiba-tiba saja terdengar pintu diketuk. Serafina dengan segera melepaskan diri dari pelukan Adipati, lalu bergerak mendekati pintu. Ketika benda itu dibuka, kepala pelayan rumah mereka muncul.
"Bu, Briptu Riyo dari kepolisian sedang menunggu di ruang tamu sekarang."
Seketika Adipati mendesah napas panjang. Waktu bermanja-manjanya dengan Serafina habis.
***
Siapa sangka Riyo sudah mencari Adipati kurang dari 48 jam mereka bertemu untuk menyerahkan ponsel lama Alviano dan surat kepemilikan villa kebakaran. Sambil menggenggam tangan Serafina, pria itu berjalan dengan langkah tegas menuju ruang kerjanya, tempat Riyo berada sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Romance"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...