"Ra, tenang, Ra." Suara Adipati mengisi ketegangan yang menyelimuti mobil tengah malam ini. "Ra, kamu bisa handle ini. Kita nggak boleh mati, Ra."
"GIMANA CARANYA?"
Sayangnya, Serafina tidak bisa tenang seperti yang Adipati minta. Otaknya sekarang saja macet. Jantungnya berpacu cepat. Telapak tangannya berkeringat. Dia hanya terus mengarahkan mobil tanpa tujuan. Klakson mobil juga terus dia tekan dengan asal dan semakin menekan tombol itu kuat-kuat ketika ada kendaraan di sekitarnya.
"DIDI, INI GIMANA? REMNYA BLONG!" teriak Serafina sekali lagi. Dia berusaha untuk menginjak pedal rem kuat-kuat. Namun, mobil terus melaju kencang, 100 km/jam. "Didi, seratus kilo, Didi!"
Tahu-tahu saja Adipati menekan lampu hazard, menjadikan dua lampu navigasi belok kanan dan kiri menyala bersamaan dan berkedip. Fungsi lampu ini salah satunya menandakan bahwa mobil sedang dalam kondisi darurat. Para kendaraan lain di sekitar juga bisa lebih berwaspada dan menjauhi mobil ini agar tidak menjadi korban.
"DIDI!" Serafina semakin panik.
"Rem mobil kalian blong?" Suara Riyo kembali terdengar. "Maaf, saya tadi menerima telepon dari tim saya."
Adipati segera mengiakan. Riyo pun lanjut berbicara, "Kalau gitu dengarkan saya. Pak Adipati, tolong kirim live lokasinya ke saya. Segera. Bu Serafina, tenang ya. Kurangi kecepatan mobil pelan-pelan dengan pelan-pelan menarik pedal gas. Terus pindahkan transmisi mobil ke nomor 2 atau L. Kita buat beban mobil semakin berat agar melambat."
Serafina mengangguk mendengar arahan Riyo. Sementara itu Adipati dengan cepat mengotak-atik ponselnya.
Agak gemetar Serafina memindahkan transmisi mobil ke nomor 2. Kemudian, lambat-lambat dia menarik pedal gas. Seulas senyumnya terukir saat angka di speedometer berkurang dan berkurang.
"It works, Pak," teriak Serafina. "Tapi masih turun ke 80 kilometer, Pak."
"Oke, saya udah tahu posisi kalian," ucap Riyo. "Pak Adipati, tolong tarik rem tangan pelan-pelan. Jangan terlalu keras atau mobil akan oleng. Bu Serafina, tetap memainkan gas, kalau oleng gas sedikit saja, tapi tetap usahakan untuk menurunkan kecepatan sekecil-kecilnya. Lampu hazard harus selalu dinyalakan dan klakson harus selalu ditekan kalau ada penghalang di depan."
Adipati dan Serafina langsung mengiakan. Keduanya mulai bekerja sama sesuai arahan Riyo.
Baru saja Serafina menekan klakson, umpatan pelan Adipati menarik perhatiannya. Tahu-tahu saja suaminya itu menarik lepas sling yang menyangga tangannya. Dengan suara ringisan, dia menarik pelan-pelan rem tangan.
"Didi, tangan kamu," ucap Serafina lirih.
"Nggak usah peduliin tanganku, Ra. Semua baik-baik aja," balas Adipati. "Fo–awas, motor!"
Seketika Serafina berteriak. Dia menekan klakson berkali-kali, lalu memutar kemudi dengan sedikit kasar ke sisi kanan. Mobil berguncang. Untungnya, benda itu tetap berjalan tegak di jalanan.
"Ra, aku tahu kamu khawatir sama aku, tapi sekarang fokus kita itu berhentiin mobil ini. Jadi tolong, tolong kamu fokus," pinta Adipati yang dibalas anggukan cepat Serafina.
"Bu Serafina." Suara Riyo kembali terdengar. "Setelah ini ada pertigaan. Silahkan belok ke sisi kanan. Nanti di sana ada tanjakan, tempat yang cocok untuk mengurangi kecepatan mobil. Sementara itu mobil harus terus digesekan ke trotoar atau pembatas jalan dua arah yang ada. Tenang, Bu Serafina, semua akan baik-baik saja. Anda dan suami akan selamat. Ini pukul 12 malam, tidak banyak orang berkeliaran, tapi tetap hati-hati."
"Saya ... saya usahakan, Pak," ucap Serafina.
Ketika Serafina melihat belokan menuju jalan kembar, Serafina langsung memutar kemudi dengan amat perlahan menuju ke arah kanan. Sayangnya, itu membuat mobil sedikit berguncang karena berbelok dengan cara kasar dan tidak mengurangi kecepatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Roman d'amour"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...