Bunyi decitan pintu terdengar. Kegelapan langsung menjadi pemandangan pertama. Aroma lembab langsung memenuhi indra penciuman Adipati malam ini. Dia sudah tidak ingat terakhir kali dia mendatangi tempat ini. Karena peraturan pribadinya, tidak boleh ada yang boleh masuk ke ruangan ini sekalipun hanya bertugas untuk membersihkannya. Bukan perfeksionis, hanya merasa lebih aman jika dirinya sendiri yang membereskan kekacauan ruang pribadinya ini.
Dengan lambat Adipati meraba dinding di sekitar pintu masuk. Hanya butuh dua kali menekan tombol, seantero ruangan langsung terang benderang. Tidak lupa pendingin ruangan yang menyala di suhu paling tinggi.
Untuk sesaat Adipati tertegun menatap tempat ini. Bibirnya membentuk satu garis lurus. Tangannya yang bebas terkepal kuat di sisi badannya. Berbeda dengan ruang kerja Satrio, tempat ini tidak ada kepala rusa asli yang telah diawetkan. Di belakang meja kerjanya ada sebuah pigura besar berisikan foto dirinya berdiri di belakang sofa. Sementara di sofa ada kedua orang tuanya dan Serafina yang diapit keduanya.
Napas Adipati tertahan sesaat. Matanya mendadak berkaca-kaca. Dia ingat momen foto keluarga ini diabadikan, enam tahun lalu tepatnya sebelum Serafina berangkat ke Inggris untuk melanjutkan kuliah.
Pada saat itu, Serafina belum secara sah menjadi anggota keluarga. Namun, Adipati merasa wanitanya itu tidak akan pernah digantikan posisinya oleh siapa pun. Orang tuanya dan juga Serafina saling menyayangi. Semua kriteria wanita impiannya pun juga tak berubah, seorang perempuan yang membuat matanya selalu berbinar sejak pertama kali melihatnya ketika lahir.
Sekarang Serafina sudah menjadi milik Adipati, istrinya. Dan dia tidak akan memberikan kesempatan pada siapa pun untuk merenggut miliknya dari tangannya, sekalipun itu kematian. Itulah kenapa pria itu ada di sini malam ini, dalam ruang kerjanya di rumah keluarga Surendra.
Dengan kasar Adipati menghapus air matanya yang menitik. Dia menutup agak keras pintu ruang kerjanya. Langkahnya lambat menuju kursi kerjanya, lalu menduduki tempat itu.
Tanpa ekspresi berarti, Adipati segera membuka salah satu laci yang ada di kabinet belakang kursinya. Sebuah brankas biometrik model terbaru terlihat begitu dia membukanya. Aksesnya cukup rumit dengan sidik jari, lalu masih harus memasukan kode rahasia.
Klik terdengar. Brankas terbuka. Adipati segera merogoh dalamnya, lalu meraih sebuah benda dingin. Benda yang membuat pemegangnya juga merasakan hatinya dingin dan membeku saat menggunakannya di kemudian hari.
Adipati mengeluarkan benda itu. Senyum miringnya terpasang. Walau hanya pernah sekali digunakan saat setelah pertama kali membeli, tapi warna hitamnya masih begitu mengkilap. Aroma bubuk mesiunya juga begitu khas. Ketika isi benda itu terbuka, masih ada tiga slot yang terisi dari empat slot yang ada.
Pistol ini seharusnya tidak perlu Adipati bawa ke mana-mana apalagi sesederhana mendatangi sebuah alamat asing lainnya. Namun, firasat pria itu semakin hari semakin memburuk. Ketakutannya akan kehilangan Serafina juga semakin menjadi-jadi. Apalagi sejak ancaman mengerikan waktu itu.
Sekarang prinsip Adipati satu, jika seseorang berniat membawakan kematian untuk dirinya dan Serafina, maka pria itu akan lebih dulu membawakan kematian untuk mereka yang jahat. Tidak peduli siapa yang akan dihukum oleh dunia nantinya jika peluru ini menusuk jantung mereka, terpenting bagi Adipati adalah Serafina hidup.
Kita harus sama-sama terus, Serafina. Adipati mengangguk. Pegangannya pada pistol itu semakin erat. Rahangnya mengeras. Tatapannya tajam tertuju dengan benda yang dia bawa.
Adipati bersumpah, jika kematian yang akan memisahkannya dengan Serafina, maka itu bukan karena penjahat sialan yang telah membunuh seluruh keluarganya.
***
"Didi, kamu yakin ini rumahnya?"
Pertanyaan Serafina di kursi sebelah membuat Adipati melirik. Namun, dia tidak langsung menjawab. Karena sejujurnya pria itu juga ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Romance"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...