Keputusan Adipati untuk melaporkan Bekti kepada polisi ditolak mentah-mentah oleh Serafina. Entah sudah berapa lama istrinya itu mengomel panjang lebar dari perjalanan pulang sampai akhirnya di rumah. Bahkan sekarang wanitanya itu terus mondar-mandir di ruang tamu mini kamar mereka sambil berkacak pinggang.
Inti omelannya satu, Serafina merasa mereka tidak akan mendapatkan keadilan apabila membiarkan Bekti masuk penjara. Pria nyaris 60 tahun itu akan punya waktu untuk keluar dari tahanan dan mungkin melakukan hal gila lainnya. Seharusnya Adipati memiliki cara lain yang lebih adil. Dia juga tidak mempercayai polisi karena setelah beberapa minggu tidak ada pergerakan dalam penyelidikan.
Hanya saja menurut Adipati ini cara yang paling adil. Dia memiliki alasannya sendiri. Sengaja saja tidak langsung mengatakannya pada Serafina karena tahu istrinya pasti tetap tidak akan menerima sebelum kekesalannya reda. Dia sudah mengenal Serafina sepanjang hidupnya. Tahu benar bahwa wanita seperti istrinya, mau dijelaskan apa pun bahkan dibeberkan fakta paling masuk akal tidak akan didengarkan apabila sedang marah besar.
Lagi pula Adipati sebenarnya menikmati Serafina yang kesal. Istrinya itu terlihat sangat seksi dengan ekspresi marahnya. Badannya yang kurus itu terus bergerak dan bergerak dan bagian dadanya sangat mencuri perhatian. Dia mendadak ingin menarik istrinya itu ke ranjang dan menciumnya dengan keras. Setidaknya omelan Serafina akan berubah menjadi erangan yang memanjakan telinga.
Astaga! Istri ngamuk aja gue bisa mikir jorok ke dia. I'm down bad. Adipati menggeleng pelan.
"Kamu dengerin aku ngomong nggak sih, Didi?"
Tiba-tiba saja Serafina berbalik menghadap Adipati. Kedua tangannya masih berkacak pinggang. Bibirnya agak mengerucut dengan mata memelotot.
Refleks, Adipati meraih salah satu tangan Serafina. Dia menarik istrinya itu pelan, lalu mendudukannya di sisinya. Beberapa kali dia mengusap puncak kepala Serafina dengan sayang.
Semakin lama Adipati menatap wajah Serafina, semakin ingin dia segera menyelesaikan seluruh rangkaian drama kriminal ini. Di kepalanya hanya ada hidup tenang dan bahagia bersama istrinya itu. Mereka pasangan baru, masa depan mereka masih panjang, dan seharusnya banyak hal yang bisa keduanya lakukan selain mendadak jadi detektif seperti sekarang ini.
"Sayang, eh, Rara." Adipati mengumpat dalam hati. Beberapa kali dia keceplosan memanggil Serafina sayang.
Walaupun Serafina itu tidak bersikap menjauh atau menjaga jarak, tapi Adipati cukup was-was. Bagaimanapun belum ada kalimat cinta yang dia ungkapkan, begitu pula sang istri. Takutnya jika dia terlalu menunjukkan sayangnya dan Serafina itu belum menerimanya, Adipati hanya akan dijauhi.
Adipati berdehem pelan. Sesaat dia memalingkan wajah, sebelum kembali menatap Serafina lekat-lekat.
"Kalau kamu nggak mau lapor polisi terus gimana caranya kamu adili Bekti?" Adipati balik bertanya.
"Ya ... gimana ya."
Ketika mendapati Serafina yang kehilangan kata-kata, Adipati hanya bisa mendengkus geli. Kepalanya mengangguk memahami isi kepala sang istri yang rumit itu.
"Oke, apakah kamu berharap aku pake pistol dan langsung nembakin Bekti di kepalanya gitu?"
Pertanyaan Adipati itu sukses membuat Serafina membulatkan mata. Dalam sorot mata istrinya itu, pertanyaan pria itu seratus persen akurat.
"Ra, aku nggak mungkin ngelakuin itu." Adipati mencolek hidup Serafina dengan gemas. "Kita baru nikah dan aku serius dengan pernikahan ini. Aku mau ngeliat kita hidup damai tanpa ancaman dan anak-anak kita yang lari-larian di rumah terus bikin kamu pusing. Ra, aku serius. Ketika semua kekacauan ini selesai, salah satu keinginanku adalah kita pergi honeymoon dan kamu hamil."
KAMU SEDANG MEMBACA
Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]
Storie d'amore"Mari menikah, Serafina." Ini lamaran pernikahan pertama Serafina. Harusnya lamaran ini membahagiakan. Sayangnya, tidak. Lamaran Adipati kepada Serafina di sebuah pemakaman di tengah-tengah hujan yang baru turun. Orang gila mana yang akan menerima...