BAB 18 : A Portrait

927 152 9
                                    

Mobil perlahan berhenti tepat di lobi sebuah hotel berbintang lima. Para pegawai hotel merapat. Sebagian membantu menurunkan koper dari bagasi, ada yang membukakan pintu, ada juga yang mengambil alih kunci untuk memarkirkan mobil. Semua melayani Adipati dan Serafina seolah mereka adalah raja dan ratu yang baru datang dari tempat yang jauh.

Seperti biasa Adipati akan langsung bergerak mendekati Serafina, lalu menggandeng tangan istrinya itu. Keduanya berjalan memasuki hotel diiringi sapaan ramah para pegawai berseragam. Pihak resepsionis pun langsung berdiri seraya menundukkan kepala dengan hormat.

"Ini kuncinya, Pak Adipati, Bu Serafina. Selamat berbulan madu," ucap salah seorang resepsionis dengan senyum lebarnya. Dia memberikan sebuah kunci berbentuk kartu pada Adipati.

Serafina menggumamkan terima kasih. Sementara Adipati hanya tersenyum kecil. Keduanya bergegas menuju lift dan bersiap menuju kamar mereka di lantai 33.

Tiba-tiba saja Adipati mencegat pegawai hotel yang membawa koper mereka. Pria itu menggeleng sambil tersenyum sopan.

"Nggak usah, Pak," ucap Adipati seraya menarik kopernya dari pegangan pegawai hotel. "Cuma satu koper aja dan bisa saya bawa sendiri. Makasih ya."

Pegawai itu hanya mengangguk. Sementara Adipati kembali bersama Serafina. Keduanya kini berpelukan sambil menunggu pintu lift terbuka. Tidak ada yang berbicara. Mereka memilih diam memperhatikan panel lift yang terus turun dan turun.

Begitu pintu lift terbuka, keduanya bergegas masuk. Serafina segera menempelkan kartu, lalu lift pun melesat naik menuju lantai 33.

"Ya Tuhan...."

Gumaman Serafina menarik perhatian Adipati. Istrinya itu sudah bersandar lemah di lift. Tangannya memegang kuat-kuat besi yang ada di sana. Dia menggeleng.

"Are you okay?" tanya Adipati.

Serafina menggeleng. Dia segera bergerak, lalu kembali memeluk Adipati. "Aku nggak tahu ini hal baik atau buruk, tapi aku degdegan banget, Didi."

Kepala Adipati menunduk. Ternyata Serafina sedang mendongak menatapnya. Kedua mata mereka terkunci di udara.

"Aku rasa setelah segala hal yang terjadi sama kita, Ra, apa yang kita lakukan sekarang itu nggak buruk. Kita cuma mau cari tahu kebenaran walau caranya agak jahat. At least ... we don't kill innocent people."

Untuk sesaat Serafina terdiam, sebelum akhirnya mengangguk. Mereka tak lagi berbicara sekarang. Keduanya lagi-lagi termenung menatap panel lift yang terus naik dan naik menuju lantai 33.

Bunyi dentingan lift menyentak keduanya. Dengan gegas Adipati menarik tangan Serafina. Keduanya bergerak menuju kamar 3301. President suite, kamar paling ujung. Jarak per kamar yang agak jauh menunjukkan betapa eksklusifnya area ini.

Serafina agak sedikit tergesa saat menempelkan kartu ke gagang pintu. Dia nyaris menjatuhkan kartu tersebut ketika mendengar bunyi click. Untungnya Adipati dengan cepat menangkapnya, lalu menarik tangan istrinya itu memasuki kamar tidur yang sudah menyala terang.

Aroma lezat keju menarik perhatian Adipati. Dia menoleh ke area ruang makan yang bersebelahan dengan area ruang tamu dalam kamar ini. Meja sudah ditata sedemikian rupa. Pasta dan beberapa makanan lain telah dihidangkan. Bunga dan juga Wine pun tampak memenuhi meja.

Jika di kondisi yang berbeda, Adipati sudah akan membawa Serafina untuk duduk di sana. Mereka juga akan menikmati lezatnya makanan itu, lalu menghabiskan waktu di ranjang. Namun, tidak. Fokus mereka adalah area tempat tidur. Tempat di mana mereka akan membuka kotak hadiah yang sudah dinanti-nantikan.

"Pak Adipati." Sebuah sapaan dan sosok tinggi serta berotot Alex muncul dari area kamar tidur. Tanpa senyum dia menganggukan kepala dengan hormat. "Hadiahnya sudah ada di kamar tidur."

Till The Death Do Us Apart [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang