(23)-Memulai Lembar Baru

12 10 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Setelah pertemuannya dengan Dito, Riza merasakan beban yang telah lama menghantuinya akhirnya terangkat.

Meski masih ada perasaan penyesalan, dia tahu bahwa pengampunan dari Dito adalah kesempatan bagi mereka semua untuk memulai lembaran baru. Namun, perjalanan Riza belum selesai. Dunia kampus, karir, dan hubungan pribadinya terus bergerak maju, menawarkan tantangan baru yang menanti di hadapan.

Langkah Menuju Masa Depan

Hari-hari Riza di kampus semakin sibuk. Tugas-tugas semakin menumpuk, dan proyek desain yang lebih kompleks mulai menghiasi jadwalnya.

Namun, ada satu tugas yang sangat istimewa kali ini—sebuah proyek akhir di mana setiap mahasiswa diharuskan membuat karya desain yang merepresentasikan perjalanan pribadi mereka selama menempuh pendidikan. Proyek ini bukan hanya soal teknik, tetapi juga soal ekspresi diri.

Saat memikirkan proyek tersebut, Riza mulai merenung tentang perjalanan hidupnya selama ini—tentang masa SMA yang penuh liku, tentang pertemuannya dengan Dito, dan tentang bagaimana dia telah tumbuh dan berubah menjadi pribadi yang lebih dewasa. Dia ingin proyek ini bukan hanya sekadar tugas, tapi sebuah karya yang benar-benar mewakili dirinya.

Riza memutuskan untuk membuat instalasi visual yang menggabungkan elemen-elemen dari masa lalunya. Gambar-gambar dari masa SMA, sketsa-sketsa desain yang mewakili berbagai emosi, dan kata-kata pengampunan yang pernah ia terima dari Dito menjadi bagian dari konsepnya. Proyek ini menjadi semacam penutupan dari bab lama hidupnya, dan juga simbol dari langkahnya menuju masa depan.

Hubungan dengan Maya

Di tengah kesibukannya, Riza menyadari bahwa hubungannya dengan Maya semakin dekat. Maya selalu ada untuk mendukungnya, baik di saat-saat sulit maupun ketika Riza meraih keberhasilan.

Tanpa disadari, Riza mulai merasakan perasaan yang lebih dari sekadar persahabatan. Namun, dia ragu-ragu untuk mengungkapkannya. Riza tidak ingin merusak hubungan mereka yang sudah solid hanya karena perasaan pribadinya.

Suatu hari, setelah selesai bekerja di proyek mereka masing-masing, Maya dan Riza duduk di atap gedung kampus, menikmati langit sore yang indah. Percakapan mereka ringan, tetapi ada perasaan yang menggantung di udara.

“Riza, kamu sudah memikirkan apa yang akan kamu lakukan setelah lulus nanti?” tanya Maya tiba-tiba.

Riza terdiam sejenak. “Aku masih belum yakin. Mungkin aku akan mencoba bekerja di sebuah studio desain atau memulai proyek sendiri. Tapi aku merasa, masih ada sesuatu yang belum aku temukan.”

Maya tersenyum lembut. “Kamu pasti akan menemukannya. Aku yakin apa pun yang kamu pilih, kamu akan berhasil.”

Mendengar dukungan Maya, Riza merasakan hatinya berdebar lebih cepat. Namun, dia menahan diri untuk tidak mengungkapkan perasaannya. Dia tidak ingin mengganggu dinamika yang telah mereka bangun selama ini.

Tawaran Magang di Studio Desain Ternama

Di tengah persiapan proyek akhirnya, Riza menerima kabar yang tak terduga—sebuah tawaran magang dari studio desain ternama di kota. Studio tersebut terkenal karena proyek-proyek kreatifnya yang inovatif, dan banyak desainer muda bermimpi untuk bisa bekerja di sana.

Namun, tawaran ini datang dengan tantangan besar. Studio itu berlokasi di luar kota, yang berarti Riza harus mempertimbangkan untuk meninggalkan kampus dan teman-temannya, termasuk Maya. Keputusan ini tidak mudah, karena Riza tahu bahwa menerima tawaran ini bisa menjadi lompatan besar dalam kariernya, tetapi juga bisa berarti meninggalkan zona nyaman yang selama ini dia kenal.

Riza berdiskusi dengan dosennya, Pak Budi, yang memberikan pandangan bijaksana. “Kesempatan seperti ini tidak datang dua kali, Riza. Jika kamu merasa siap untuk mengambil tantangan ini, maka jangan ragu. Tapi ingat, apa pun keputusanmu, pastikan itu datang dari hatimu, bukan karena tekanan dari luar.”

Riza merenungkan kata-kata tersebut. Tawaran ini menggoda, tetapi dia juga merasa ada banyak hal yang belum selesai di kampus, termasuk perasaannya terhadap Maya.

Keputusan yang Berat

Malam sebelum tenggat waktu untuk menerima atau menolak tawaran tersebut, Riza merasa gelisah. Dia memikirkan masa depan kariernya, pertemanan yang telah dia bangun, dan perasaan yang dia pendam. Dia memutuskan untuk bertemu Maya dan berbicara secara jujur.

Di kafe favorit mereka, Riza memulai percakapan dengan hati-hati. “Maya, aku dapat tawaran magang di luar kota. Ini kesempatan besar, tapi aku belum yakin apakah aku harus menerimanya.”

Maya menatapnya dengan perhatian. “Itu luar biasa, Riza! Aku senang mendengarnya. Tapi aku bisa lihat kamu sedang bingung. Apa yang bikin kamu ragu?”

Riza menghela napas. “Aku nggak ingin meninggalkan semua yang aku miliki di sini. Kamu, teman-teman, semuanya. Dan aku juga nggak yakin apakah ini waktu yang tepat.”

Maya tersenyum, meskipun ada sedikit kesedihan di matanya. “Riza, aku nggak akan pernah menahan kamu untuk mengejar impianmu. Jika ini yang terbaik untukmu, aku akan selalu mendukungmu, di mana pun kamu berada.”

Mendengar itu, Riza merasa sedikit lega, tetapi perasaan bimbang tetap ada. Dia menyadari bahwa keputusan ini akan menentukan masa depannya, baik secara pribadi maupun profesional.

To be continued
Published:05,juli,2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang