(08)-kebersamaan yang terbangun

36 11 0
                                    

***

Keesokan harinya, suasana di sekolah terasa berbeda bagi Bintang. Setelah malam penuh ketegangan dengan Riza dan gengnya, ada semacam ketenangan baru yang muncul. Meskipun Bintang tahu bahwa ancaman Riza belum benar-benar hilang, setidaknya untuk sementara, dia merasa aman. Kehadiran Pak Dedi dan keberanian Rina serta Andi telah membuatnya merasa tidak sendirian lagi.

Ketika Bintang berjalan melewati lorong sekolah, dia merasakan tatapan teman-teman sekelasnya. Beberapa dari mereka tampak terkejut dengan perubahan yang mereka lihat dalam diri Bintang. Biasanya, Bintang akan berjalan dengan kepala menunduk, selalu menghindari kontak mata. Namun kali ini, dia berjalan lebih tegak, meskipun masih ada sedikit ketegangan dalam langkahnya.

Setelah jam pelajaran selesai, Rina dan Andi menghampiri Bintang di gerbang sekolah. Mereka tampak lebih santai sekarang, tidak lagi ada beban di antara mereka seperti sebelumnya. Rina bahkan tersenyum kecil saat dia mendekat.

"Aku nggak nyangka kamu berani ngomong kayak gitu ke Riza," kata Rina sambil melipat tangan di dadanya. "Aku pikir kamu bakal lari."

Bintang tersenyum tipis, meski masih ada sedikit keraguan di dalam dirinya. "Aku juga nggak nyangka bisa. Tapi, setelah semua yang terjadi, aku nggak bisa terus lari, kan?"

Andi yang biasanya pendiam, tiba-tiba membuka mulut. "Kamu udah ngelakuin hal yang hebat, Bintang. Aku yakin, Riza mulai mikir dua kali sekarang."

Bintang menatap mereka berdua, merasa terharu. Dulu, mereka adalah bagian dari masalah, dan sekarang mereka menjadi orang-orang yang mendukungnya. Ini adalah sesuatu yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Mungkin, dalam perjalanan menuju keberanian, dia juga menemukan teman-teman yang bisa dia andalkan.

"Apa kamu pikir Riza beneran bakal berhenti?" tanya Bintang setelah beberapa saat.

Rina tampak berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku nggak yakin, tapi aku rasa dia udah kehilangan banyak pengaruh sejak kejadian kemarin. Orang-orang mulai lihat kalau dia nggak sekuat yang mereka pikir."

Percakapan itu membuat Bintang sedikit lega. Dia tahu bahwa perjalanan ini masih jauh dari selesai, tapi setiap langkah kecil yang dia ambil terasa berarti. Mereka bertiga berjalan bersama ke luar gerbang, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, Bintang merasa nyaman berada di tengah-tengah orang lain. Tidak ada lagi perasaan terasing yang selalu membayangi setiap kali dia melangkah di sekolah.

Saat mereka berjalan ke arah halte bus, Andi tiba-tiba menghentikan langkahnya dan menatap Bintang dengan serius. "Ngomong-ngomong, Bintang, kamu tahu nggak? Aku sebenarnya selalu kagum sama kamu."

Bintang mengerutkan kening, terkejut dengan pengakuan itu. "Kagum? Maksudmu apa?"

Andi menghela napas pelan sebelum menjelaskan. "Aku tahu kalau kamu selalu jadi target Riza dan gengnya, tapi kamu tetap bertahan. Kamu nggak pernah melawan mereka, tapi juga nggak pernah benar-benar menyerah. Itu butuh keberanian yang lebih dari sekadar melawan balik."

Bintang terdiam, mencerna kata-kata Andi. Selama ini, dia selalu merasa lemah karena tidak mampu melawan Riza secara langsung. Tapi mungkin, bertahan dan tidak menyerah selama ini juga merupakan bentuk keberanian yang berbeda-keberanian untuk terus maju meski tanpa kekerasan.

Rina tersenyum dan menepuk bahu Bintang. "Andi benar, Bintang. Keberanian nggak selalu berarti kamu harus melawan dengan tangan. Kadang, bertahan dalam kesulitan adalah hal yang paling sulit."

Mendengar itu, Bintang merasa lebih tenang. Mungkin selama ini dia terlalu keras pada dirinya sendiri. Dia selalu menganggap dirinya pengecut karena tidak berani melawan Riza dengan cara yang sama seperti Riza melawannya. Tapi sekarang, dia menyadari bahwa keberanian itu datang dalam berbagai bentuk. Dan keberanian yang ia miliki adalah keberanian untuk tidak membiarkan rasa takut menguasai hidupnya.

Ketiganya tiba di halte bus, dan sebelum berpisah, Rina mengajak mereka untuk duduk bersama di kantin besok. "Kita harus lebih sering ngobrol kayak gini. Siapa tahu, dengan kebersamaan, kita bisa ngelewatin ini semua dengan lebih mudah."

Bintang tersenyum, merasa hangat dengan ajakan itu. "Ya, aku juga pikir begitu."

Perlahan, Bintang mulai menemukan kekuatannya. Bukan hanya dari dalam dirinya, tapi juga dari dukungan orang-orang di sekitarnya. Rina dan Andi, yang dulu merupakan bagian dari masalah, kini menjadi teman-teman yang mendukungnya. Meski ancaman dari Riza masih ada, Bintang kini merasa bahwa dia tidak perlu menghadapi semuanya sendirian. Kebersamaan ini memberikan Bintang kekuatan baru untuk terus melangkah maju, melawan ketakutan yang selama ini menghantuinya.

to be continued
Published:14,Maret,2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang