(05)-langkah yang berat

59 12 0
                                    

HAPPY READING•

***

Hari-hari setelah percakapan di kantin terasa berbeda. Rina dan Andi, meskipun tidak lagi terbuka mengejek, tetap menjaga jarak. Mereka tampak lebih pendiam dan tidak lagi bergaul dengan Riza dan geng senior seintens dulu. Namun, Bintang tahu bahwa perubahan mereka masih rapuh. Di sisi lain, Riza dan gengnya tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Mereka terus mendominasi dengan intimidasi dan ejekan, membuat setiap hari di sekolah tetap penuh tekanan.

Bintang tahu bahwa apa yang terjadi dengan Rina dan Andi adalah langkah kecil, tetapi ia masih harus menghadapi para senior, terutama Riza. Riza adalah tipe orang yang tidak akan pernah membiarkan mangsanya lolos begitu saja. Bintang bisa merasakan ancaman yang semakin membesar setiap kali ia berjalan melewati Riza di lorong atau lapangan sekolah. Ada tatapan penuh kebencian yang membuat tubuh Bintang menegang.

Suatu siang, saat bel istirahat berbunyi, Bintang memutuskan untuk tetap tinggal di kelas. Ia tidak merasa siap menghadapi ejekan dan intimidasi di kantin, setidaknya untuk hari ini. Namun, saat ia sedang fokus pada buku catatannya, pintu kelas terbuka dengan suara keras. Riza, diikuti dua orang temannya, memasuki kelas dengan langkah yang penuh intimidasi.

“Apa kabar, Bintang?” tanya Riza dengan senyum sinis, suaranya membuat Bintang langsung merasa tidak nyaman.

Bintang mencoba untuk tetap tenang, meskipun hatinya berdegup kencang. “Ada apa, Riza?” tanyanya dengan suara yang berusaha terdengar tenang, meskipun di dalam, ia merasa gentar.

Riza mendekat, matanya penuh dengan tatapan meremehkan. “Kamu pikir dengan jadi pahlawan kecil kemarin, kita bakal biarin kamu lolos begitu aja?” katanya, sambil menepuk bahu Bintang dengan kasar. “Kamu pikir kalau Andi sama Rina udah nggak ikut kita, kamu udah aman?”

Bintang merasakan dadanya semakin sesak, tapi kali ini dia tidak ingin menyerah begitu saja. “Aku cuma pengen kamu berhenti, Riza. Itu aja.”

Riza tertawa keras, diikuti oleh teman-temannya. “Berhenti? Kamu nggak ngerti ya gimana permainan ini berjalan? Nggak ada yang bisa berhenti begitu aja. Kamu harus ngerti kalau di sini, aku yang pegang kendali.”

bintang ingin membalas, tapi rasa takut membuat mulutnya terkunci. Dia merasa tubuhnya gemetar. Riza terus menatapnya dengan tajam, seolah menikmati rasa takut yang terlihat di wajah Bintang. Ini adalah momen yang paling ia takuti—berhadapan langsung dengan sumber utama intimidasinya tanpa ada yang membantunya.

Namun, tiba-tiba, pintu kelas kembali terbuka. Rina dan Andi berdiri di ambang pintu. Mereka tampak ragu, tapi jelas sekali mereka telah melihat apa yang terjadi.

“Apa yang kalian lakuin?” tanya Rina, suaranya terdengar goyah tapi jelas. Riza menoleh ke arah mereka, ekspresi sinisnya berubah menjadi dingin.

“Kalian sekarang jadi pembela Bintang ya?” ejek Riza, tapi Rina tetap di tempatnya. Andi yang berada di belakang Rina tampak gugup, tapi dia tetap berdiri di sana, menatap Bintang dengan rasa bersalah.

“Ini udah keterlaluan, Riza,” kata Rina dengan nada yang lebih tegas. “Kamu udah melewati batas.”

Riza mendekat ke arah Rina, tetapi kali ini, Rina tidak mundur. Andi juga, meskipun dengan sedikit keraguan, tetap berdiri di sebelah Rina. Keberanian kecil mereka cukup untuk membuat Riza merasa terganggu. Dia melirik Bintang yang masih duduk diam, lalu kembali menatap Rina dengan tatapan tajam.

“Kalian mau ikut campur urusan gue?” ancam Riza, suaranya mulai memunculkan nada marah.

Rina tidak bergeming. "Nggak ada yang mau ikut campur, tapi ini harus berhenti."

Ada ketegangan di udara yang begitu kental, seolah setiap orang di ruangan menahan napas, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Bintang, yang masih duduk di kursinya, merasa terpukul dengan apa yang dilakukan Rina dan Andi. Meskipun mereka pernah menjadi bagian dari masalah, kini mereka menunjukkan keberanian yang Bintang sendiri masih ragu apakah ia memilikinya.

Setelah beberapa saat, Riza mendengus dan melangkah mundur. “Terserah kalian. Tapi ini belum selesai,” katanya sebelum berbalik dan keluar dari kelas bersama teman-temannya.

Ketegangan pun mereda, tetapi efeknya masih terasa di udara. Rina dan Andi berjalan mendekati Bintang. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Rina pelan.

Bintang hanya bisa mengangguk pelan. Dalam hati, ia merasa terharu sekaligus malu karena masih merasa takut. Tapi dia tahu, langkah kecil ini adalah awal dari sesuatu yang lebih besar—jalan menuju keberanian yang selama ini ia cari, meskipun harus ia tempuh dengan bantuan dari orang-orang yang tak terduga.

Sekian untuk part-nya

Tetap stay tune untuk membaca bab berikutnya.

To be continued
Dipublikasikan pada:13,Maret, 2024

Sampai berjumpa di bab selanjutnya.
Salam sayang dari ryfal, author MASA BINTANG.

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang