(25)-Menemukan Ritme Baru

31 10 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Riza mulai menyesuaikan diri dengan kehidupannya di kota baru dan ritme pekerjaan di studio desain.

Magang di studio itu tidak mudah. Setiap hari dipenuhi dengan tenggat waktu ketat, kritik tajam dari Arya, dan kompetisi di antara desainer-desainer muda lainnya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Riza mulai menemukan ritmenya dan menyadari bahwa dia tidak hanya tumbuh sebagai seorang desainer, tetapi juga sebagai pribadi yang lebih dewasa.

Tantangan dan Pelajaran di Studio

Setiap proyek di studio adalah ujian bagi Riza. Arya, mentor sekaligus kritikus terbesarnya, tidak pernah memberi pujian dengan mudah. Meskipun keras, Arya selalu memastikan bahwa Riza belajar dari setiap kesalahan. Riza sering kali merasa frustrasi karena tuntutan yang begitu tinggi, tetapi dia juga sadar bahwa ini adalah jalan untuk mencapai kesuksesan.

Suatu hari, Arya memberikan proyek besar kepada tim magang, termasuk Riza. Proyek ini adalah kesempatan bagi mereka untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mendesain untuk klien nyata. Riza tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk membuktikan dirinya, bukan hanya kepada Arya, tetapi juga kepada dirinya sendiri.

Namun, tekanan mulai terasa ketika Riza harus menghadapi desain yang lebih rumit dan klien yang penuh tuntutan. Hari-hari berlalu dengan cepat, dan Riza sering kali begadang untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Di sela-sela kesibukannya, dia tetap merindukan Maya, tetapi mereka semakin jarang berkomunikasi karena jadwal Riza yang padat.

Pertemuan dengan Rekan Baru

Di studio, Riza berkenalan dengan sesama desainer muda, Ardi, yang juga seorang magang. Mereka sering bekerja bersama dalam proyek-proyek tim, dan perlahan-lahan mulai menjalin persahabatan. Ardi adalah sosok yang tenang dan selalu memberikan dukungan saat Riza merasa kewalahan. Mereka berbagi banyak ide kreatif dan saling menginspirasi satu sama lain.

Suatu malam, setelah hari yang panjang di studio, Ardi mengajak Riza untuk pergi minum kopi di kafe dekat studio. “Kamu kelihatan lelah, Riza. Kita butuh istirahat sebentar,” kata Ardi sambil tersenyum.

Riza mengangguk, menyadari bahwa dia sudah terlalu lama bekerja tanpa istirahat. Di kafe itu, mereka berbincang-bincang tentang kehidupan, mimpi, dan tujuan masing-masing. Ardi berbagi cerita tentang bagaimana dia juga mengalami tekanan yang sama, tetapi selalu mencoba melihat sisi positif dari setiap situasi.

“Kadang, kita terlalu keras pada diri sendiri,” kata Ardi. “Tapi penting juga untuk memberi diri kita waktu untuk bernapas.”

Percakapan dengan Ardi membuat Riza merasa lebih lega. Dia menyadari bahwa dia tidak sendirian dalam menghadapi tekanan di studio, dan ada orang-orang di sekitarnya yang bisa dia andalkan.

Kabar dari Maya

Di tengah kesibukannya, Riza menerima kabar dari Maya. Pesan itu singkat, tetapi mengejutkan. “Riza, aku dapat beasiswa untuk studi di luar negeri. Aku akan berangkat bulan depan.”

Riza membaca pesan itu berulang-ulang. Dia senang untuk Maya, tetapi kabar ini juga menimbulkan perasaan campur aduk. Di satu sisi, Riza bangga atas pencapaian Maya, tetapi di sisi lain, dia merasa semakin jauh dari orang yang dia cintai.

Malam itu, Riza tidak bisa tidur. Dia memikirkan bagaimana jarak antara dirinya dan Maya semakin jauh, baik secara fisik maupun emosional. Selama ini, dia berharap hubungan mereka bisa tetap dekat meskipun terpisah jarak, tetapi kenyataan semakin menunjukkan bahwa hubungan itu sulit dipertahankan.

Panggilan Penting

Beberapa hari kemudian, Riza menerima panggilan dari Maya. Suaranya terdengar ceria, tetapi ada rasa canggung yang tak bisa disembunyikan.

“Aku senang kamu terima tawaran magang itu, Riza. Aku juga dapat kesempatan besar di sini. Kita berdua sedang mengejar mimpi masing-masing, kan?” kata Maya, mencoba terdengar optimis.

Riza terdiam sejenak sebelum menjawab. “Iya, Maya. Aku senang kamu dapat beasiswa itu. Kamu pantas mendapatkannya.”

Maya melanjutkan, “Aku rasa kita harus realistis, Riza. Kita sama-sama sibuk, dan… mungkin ini saat yang tepat untuk memberi ruang satu sama lain. Aku ingin kita tetap berteman, tapi aku rasa hubungan kita lebih baik dijaga dalam bentuk itu.”

Mendengar itu, Riza merasa perasaannya bercampur aduk. Dia tahu ini mungkin keputusan yang terbaik, tetapi hatinya tetap berat menerima kenyataan bahwa hubungan mereka tidak bisa bertahan seperti yang dia harapkan.

“Aku mengerti, Maya. Aku juga nggak mau menghalangi impian kamu. Kita akan selalu jadi teman baik,” jawab Riza dengan suara tenang meskipun hatinya terasa hampa.

Langkah Baru

Setelah percakapan itu, Riza merasa bahwa dia telah mencapai titik perubahan besar dalam hidupnya. Keputusan Maya untuk mengejar mimpinya di luar negeri membuat Riza sadar bahwa dia juga harus fokus pada perjalanan karier dan hidupnya sendiri. Meskipun sulit, dia tahu bahwa setiap orang memiliki jalannya masing-masing, dan terkadang, perpisahan adalah bagian dari pertumbuhan.

Di studio, Riza semakin menunjukkan performa yang luar biasa. Proyek besar yang dia kerjakan bersama tim akhirnya mendapatkan pujian dari Arya. Ini adalah pertama kalinya Arya memberikan pengakuan nyata atas kerja keras Riza, dan itu membuatnya semakin yakin bahwa dia berada di jalur yang benar.

To be continued
Published:05,juli,2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang