(52)-Pertaruhan Terakhir

5 4 0
                                    

HAPPY READING•

***

Malam telah beranjak larut, tetapi ruangan kantor pusat masih penuh dengan aktivitas. Cahaya layar komputer dan gemericik suara keyboard adalah satu-satunya yang terdengar, mengiringi ketegangan yang meliputi seluruh tim. Setiap anggota tahu betul bahwa apa yang mereka hadapi bukan lagi sekadar persaingan bisnis biasa. Ini adalah pertarungan untuk mempertahankan identitas, harga diri, dan kerja keras yang telah mereka bangun selama bertahun-tahun.

Riza duduk di ujung meja rapat, tatapannya tak lepas dari layar laptop di depannya. Grafik pergerakan saham perusahaan terus berubah setiap menitnya, seperti arus sungai yang tak bisa ditebak.

Di sudut ruangan, Maya sibuk dengan ponselnya, berkomunikasi dengan tim legal dan keuangan. Sementara itu, Rina dan Andi terlihat tegang, meski mereka berusaha menyembunyikannya.

Bintang yang baru masuk ke ruangan langsung melemparkan sebuah laporan di atas meja, suaranya terdengar penuh kepanikan yang tertahan.

"Kita punya masalah besar. Para investor luar baru saja menawarkan harga yang jauh lebih tinggi untuk membeli saham. Mereka sedang mencoba menguasai pasar dari arah yang berbeda."

Sontak, semua mata tertuju pada Bintang. Situasi yang sudah rumit kini semakin genting. Serangan yang mereka hadapi bukan lagi hanya dari depan, tetapi dari segala arah.

"Berapa besar tawaran mereka?" tanya Riza, suaranya tetap tenang meski dalam hati ia mulai merasa gentar.

Bintang menggelengkan kepala. "Cukup besar untuk menarik sebagian pemegang saham kecil berpindah tangan. Kalau mereka berhasil, kita bisa kehilangan kendali dalam hitungan hari."

Rina, yang selama ini selalu berusaha berpikir rasional, kali ini terlihat mulai goyah. "Apa kita bisa menyaingi tawaran mereka? Kalau kita terus meningkatkan tawaran, kita mungkin akan kehabisan modal sebelum permainan ini berakhir."

Riza menatap Rina, mencoba menimbang segala kemungkinan. "Kita sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang. Kalau kita menyerah, semua yang kita bangun akan hancur di tangan mereka."

Maya yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Pak Rahman bilang dia masih bisa menambah investor, tapi risikonya besar. Kita harus siap menerima konsekuensi jika ini gagal."

Riza terdiam sejenak, merenung dalam-dalam. Di satu sisi, langkah ini adalah satu-satunya cara untuk mempertahankan kendali atas perusahaan. Di sisi lain, jika mereka kalah, semuanya akan berakhir. Tak hanya perusahaan, tapi juga kepercayaan timnya-orang-orang yang sudah berjuang bersamanya selama bertahun-tahun.

"Aku tidak akan membiarkan mereka mengambil apa yang menjadi milik kita," kata Riza akhirnya, suaranya mantap.

"Kalau ini adalah perang yang mereka inginkan, maka perang yang akan mereka dapatkan. Kita akan melanjutkan rencana ini."

Dengan keputusan itu, tim kembali bergerak. Andi langsung menghubungi Pak Rahman untuk memberi tahu bahwa mereka akan melanjutkan pertarungan ini.

Sementara itu, Maya dan tim legal mulai menyiapkan segala dokumen dan kontrak yang dibutuhkan untuk membeli saham dalam jumlah besar, bahkan lebih banyak dari yang sudah direncanakan sebelumnya.

Selama berjam-jam berikutnya, telepon tak berhenti berdering, email dan pesan singkat terus berdatangan, mempercepat arus informasi yang bergerak begitu cepat. Setiap detik berharga, dan setiap langkah harus diperhitungkan dengan teliti. Mereka tidak bisa membiarkan satu kesalahan pun.

Di tengah kekacauan itu, Pak Rahman datang membawa kabar baik. "Saya sudah mendapatkan dua investor besar yang siap mendukung. Mereka bersedia untuk menyuntikkan dana tambahan, cukup untuk melawan serangan balik para investor luar."

Riza tersenyum kecil, merasa sedikit lega. "Itu kabar baik. Kalau kita bisa bergerak lebih cepat, kita masih punya kesempatan."

Namun, di balik itu semua, ada ketegangan yang semakin terasa. Karena ini bukan hanya soal uang. Ini soal siapa yang bisa bertahan paling lama dalam permainan ini. Mereka harus memenangkan hati para pemegang saham kecil sebelum investor luar menarik mereka.

Beberapa hari berikutnya menjadi medan perang yang sengit. Setiap langkah yang mereka ambil selalu dihadang dengan langkah balasan dari pihak lawan. Para investor luar terus mengeluarkan tawaran-tawaran fantastis untuk memecah kekuatan Riza dan timnya.

Rina dan Maya menghabiskan sebagian besar waktu mereka di ruang rapat, berbicara dengan para pemegang saham kecil. Mereka harus meyakinkan bahwa perusahaan ini lebih aman di tangan mereka daripada di tangan orang luar.

"Ini bukan hanya soal keuntungan jangka pendek," kata Maya dalam salah satu pertemuan.

"Ini soal masa depan kita bersama. Kalian akan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar, bukan hanya angka di atas kertas."

Namun, tantangan terbesar datang ketika salah satu pemegang saham yang cukup berpengaruh hampir berpindah tangan. Dia tergoda dengan janji keuntungan besar yang ditawarkan para investor luar. Ini adalah momen kritis yang bisa mengubah segalanya.

Riza tahu dia harus turun tangan sendiri. Dalam pertemuan tertutup dengan pemegang saham tersebut, dia berbicara dengan penuh ketulusan.

"Kita sudah bersama sejak awal. Anda tahu apa yang sudah kita bangun bersama, dan Anda tahu bahwa kami selalu menempatkan kepentingan perusahaan di atas segalanya. Apa yang mereka tawarkan mungkin tampak menggiurkan, tetapi apakah Anda benar-benar ingin menyerahkan perusahaan ini kepada orang-orang yang hanya peduli pada angka, bukan pada masa depan kita?"

Pemegang saham itu terdiam, tampak merenung. Lalu, dia mengangguk perlahan. "Kalian sudah menunjukkan dedikasi yang luar biasa. Aku percaya kalian lebih dari mereka. Aku akan tetap bersama kalian."

Serangan balik yang dilancarkan Riza dan timnya mulai menunjukkan hasil. Perlahan-lahan, para pemegang saham kecil kembali ke pihak mereka, menolak tawaran dari para investor luar. Namun, meskipun tanda-tanda kemenangan mulai terlihat, pertempuran ini masih jauh dari selesai.

Pak Rahman mendatangi Riza di akhir hari yang panjang. "Kita berhasil mengamankan sebagian besar saham. Tapi ini belum berakhir. Mereka mungkin punya langkah terakhir yang belum kita duga."

Riza mengangguk, merasa lega tapi tetap waspada. "Aku tahu. Tapi setidaknya untuk sekarang, kita masih bertahan."

To be continued
Published:18, Oktober, 2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang