(55)-Bayangan Masa Lalu

5 4 0
                                    

HAPPY READING•

***

Hari itu, kantor terasa lebih sibuk dari biasanya. Meskipun kesepakatan dengan investor baru telah tercapai, Riza merasa bahwa pertempuran yang lebih besar sedang menanti. Ia tidak bisa sepenuhnya rileks. Di balik semua keberhasilan ini, ada sesuatu yang terus menghantuinya—bayangan dari masa lalu.

Saat ia berjalan melewati koridor panjang menuju ruang kerjanya, kilasan ingatan mulai muncul. Ingatan tentang awal perjalanan mereka. Tentang masa-masa ketika semua tampak mustahil. Tentang saat-saat di mana ia hampir menyerah. Tapi yang paling mengganggu pikirannya adalah kenangan tentang seseorang yang dulu sangat berarti dalam hidupnya—Rendra.

Rendra adalah mantan rekan bisnis dan sahabat terdekat Riza. Mereka pernah membangun perusahaan bersama, hingga suatu hari pengkhianatan memisahkan mereka. Riza selalu berusaha untuk melupakan masa lalu itu, tapi di tengah kesuksesan yang kini ia raih, rasa sakit lama mulai muncul kembali.

Maya, yang selalu menjadi sahabat sekaligus pendukung setia, mengetuk pintu ruang kerja Riza.

"Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada lembut, melihat Riza yang tampak tenggelam dalam pikirannya.

Riza mendesah, lalu tersenyum tipis. "Hanya sedikit nostalgia. Terkadang aku merasa bahwa di balik setiap kemenangan, ada luka lama yang kembali terbuka."

Maya menatapnya dengan serius. "Kau tidak bisa terus-menerus membawa beban itu, Riza. Rendra sudah menjadi bagian dari masa lalu. Kau tidak lagi terikat dengannya."

"Tapi kenangan itu sulit dilupakan," jawab Riza sambil berdiri dan berjalan menuju jendela, menatap langit biru yang luas. "Dia bukan hanya bagian dari masa lalu bisnisku, tapi juga bagian besar dari hidupku. Aku tidak bisa menghapus itu begitu saja."

Di tengah percakapan mereka, telepon di meja Riza berbunyi. Riza meraih telepon itu dengan tangan gemetar. Di layar, terpampang nama yang sudah lama tidak dilihatnya—Rendra. Jantung Riza berdegup lebih cepat. Bagaimana mungkin setelah sekian lama, Rendra tiba-tiba menghubunginya?

Riza memandang Maya, yang mengangguk perlahan, seolah-olah mengerti apa yang sedang terjadi. Dengan hati-hati, Riza mengangkat telepon.

"Rendra?" suaranya bergetar sedikit.

"Riza," jawab suara dari seberang. Suaranya tenang, namun ada kekakuan yang jelas terasa.

"Kita perlu bicara."

Setelah jeda yang cukup lama, Riza akhirnya berkata, "Aku tidak tahu apakah kita masih punya sesuatu untuk dibicarakan."

"Tapi kita perlu bertemu," desak Rendra. "Ada hal-hal yang belum selesai di antara kita, dan aku merasa kita tidak bisa melangkah ke depan tanpa menyelesaikannya."

Riza terdiam. Bayangan masa lalu terus berputar di kepalanya, tapi bagian dari dirinya juga merasa bahwa ini mungkin kesempatan untuk menutup bab yang selama ini mengganggu pikirannya.

"Aku akan memikirkan itu," jawab Riza akhirnya sebelum menutup telepon.

Setelah panggilan telepon itu, Riza merasa gelisah. Meskipun pertemuan dengan Rendra bisa menjadi kesempatan untuk memperbaiki segalanya, ada juga ketakutan besar yang menghantuinya.

Rendra bukan hanya sahabat yang berkhianat, tapi juga seseorang yang tahu setiap kelemahan Riza. Pertemuan ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih besar, atau malah membuka luka lama yang belum sepenuhnya sembuh.

Rina, Andi, dan Dani yang mendengar kabar ini segera datang untuk memberi dukungan. "Apa pun yang terjadi, kami ada di sini untukmu, Riza," kata Andi dengan penuh keyakinan. "Kami sudah melalui begitu banyak hal bersama, dan kami tidak akan membiarkanmu menghadapi ini sendirian."

Riza merasa bersyukur memiliki tim yang selalu mendukungnya. Tapi, ia juga sadar bahwa keputusan akhir ada di tangannya. Apakah ia siap menghadapi masa lalu yang penuh dengan pengkhianatan itu? Ataukah lebih baik ia membiarkan segalanya tetap tersembunyi di balik kesuksesan yang telah ia raih?

Dua hari kemudian, Riza akhirnya memutuskan untuk bertemu dengan Rendra. Mereka bertemu di sebuah kafe yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kota. Saat Riza tiba, Rendra sudah duduk di meja, tampak sama seperti yang ia ingat. Wajah yang penuh karisma, namun ada sedikit kerutan di sudut matanya yang menunjukkan usia dan mungkin juga rasa bersalah.

Rendra tersenyum tipis ketika Riza duduk di hadapannya. "Terima kasih sudah datang."

Riza mengangguk, meski hatinya masih dipenuhi dengan berbagai emosi. "Apa yang ingin kau bicarakan?"

Rendra menghela napas panjang. "Aku tahu, aku banyak berbuat salah di masa lalu. Aku tidak meminta maaf hanya untuk mendapatkan pengampunanmu, tapi aku merasa kita harus menyelesaikan ini, agar kita berdua bisa benar-benar melangkah maju."

"Kenapa sekarang?" tanya Riza, suaranya penuh kebingungan dan sedikit marah. "Kenapa setelah semua yang terjadi, kau baru sekarang merasa perlu untuk menyelesaikan semuanya?"

Rendra menatap Riza dengan tatapan yang lebih dalam dari sebelumnya. "Karena aku melihat apa yang telah kau capai. Dan itu membuatku sadar bahwa aku salah. Aku salah meninggalkanmu dan merusak kepercayaanmu. Dan sekarang, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku sangat menyesal."

Riza terdiam. Kata-kata itu, meskipun tulus, tidak langsung menghapus rasa sakit yang telah ia rasakan selama bertahun-tahun. Namun, di dalam hatinya, ia tahu bahwa kebencian tidak akan membawa kedamaian. Ia sudah terlalu lama terperangkap dalam bayang-bayang masa lalu.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa benar-benar memaafkanmu," kata Riza akhirnya. "Tapi aku juga tidak ingin hidup terus dibayangi oleh masa lalu. Jadi, aku akan mencoba melanjutkan hidupku tanpa membawa dendam ini."

Rendra tersenyum pahit, tetapi juga penuh rasa syukur. "Itu lebih dari cukup. Terima kasih, Riza."

Setelah pertemuan itu, Riza merasa beban di pundaknya mulai berkurang. Meskipun masih ada rasa sakit yang tersisa, ia tahu bahwa ia telah mengambil langkah penting dalam hidupnya. Masa lalu kini sudah tidak lagi menahannya. Riza tahu bahwa jalannya masih panjang, tapi dengan dukungan dari tim dan orang-orang di sekelilingnya, ia yakin bisa menghadapi apa pun yang ada di depan.

to be continued
Published:22, Oktober, 2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang