(26)-Kembali Ke Akar

16 10 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Setelah beberapa minggu yang penuh tantangan di studio, Riza mulai merasakan bahwa kehidupannya di kota baru mulai stabil.

Proyek besar dengan klien berhasil diselesaikan, dan pujian dari Arya memberinya kepercayaan diri baru. Namun, di tengah kesibukan itu, Riza mulai merasa ada sesuatu yang hilang dalam dirinya.

Dia merasa bahwa, meskipun sukses dalam pekerjaannya, ada ruang kosong di hatinya yang belum terisi. Ini membuatnya berpikir untuk kembali sejenak ke asalnya, ke rumah dan orang-orang yang telah membentuk siapa dirinya.

Kepulangan ke Kampung Halaman

Akhir pekan tiba, dan Riza memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Setelah sekian lama berkutat dengan dunia baru yang penuh dengan kompetisi dan ambisi, dia merasa butuh rehat sejenak. Kembali ke rumah di mana dia bisa merasakan ketenangan dan kebersamaan dengan keluarganya.

Ketika sampai di rumah, dia disambut hangat oleh ibunya. Rumah sederhana yang penuh dengan kenangan masa kecilnya selalu membuatnya merasa nyaman.

Ibunya, dengan senyum yang tak pernah pudar, langsung menyiapkan makanan favorit Riza. Di sela-sela makan malam bersama, mereka berbincang tentang kehidupan, pekerjaan, dan impian.

“Bagaimana pekerjaanmu, Nak? Kamu tampak lebih dewasa sekarang,” kata ibunya sambil menyajikan makanan di atas meja.

Riza tersenyum. “Pekerjaan berjalan baik, Bu. Tapi… kadang rasanya seperti ada yang kurang. Mungkin karena aku terlalu fokus sama pekerjaan.”

Ibunya mengangguk pelan, seakan mengerti apa yang dirasakan Riza. “Terkadang, kesuksesan bukan hanya tentang pekerjaan, tapi tentang keseimbangan. Kamu harus ingat untuk tidak melupakan hal-hal yang membuatmu bahagia di luar pekerjaan.”

Pertemuan dengan Bintang

Keesokan harinya, Riza bertemu dengan Bintang, sahabat lamanya yang sudah jarang dia temui sejak pindah ke kota baru.

Bintang adalah teman masa kecil Riza, seseorang yang selalu ada untuknya dalam suka dan duka. Mereka bertemu di kafe tempat mereka dulu sering nongkrong saat masih SMA.

“Wah, udah lama banget, bro! Kamu kelihatan beda sekarang, lebih dewasa,” kata Bintang sambil menjabat tangan Riza dengan senyum lebar.

Riza tertawa kecil. “Ya, mungkin karena kerjaan. Tapi kamu juga kelihatan makin sibuk. Gimana hidup di sini?”

Bintang menceritakan tentang kehidupannya yang sederhana, jauh dari hiruk-pikuk kota besar. Meski tidak bekerja di tempat mewah seperti Riza, Bintang selalu menemukan kebahagiaan dalam hal-hal kecil. Mereka berbicara panjang lebar tentang masa-masa sekolah, kenangan lama, dan bagaimana hidup mereka berubah.

Di tengah percakapan, Bintang menyinggung sesuatu yang membuat Riza merenung.

“Kamu ingat nggak, dulu kita sering ngobrol tentang mimpi-mimpi kita? Tapi, sekarang lihat kita. Kamu berhasil, bro, tapi pertanyaannya… kamu bahagia nggak?”

Pertanyaan itu membuat Riza terdiam sejenak. Dia tahu bahwa, meski sukses dalam kariernya, ada bagian dari dirinya yang merasa kosong. Kehidupan yang dia kejar di kota besar tidak selalu memberikan kebahagiaan yang dia bayangkan.

Kenangan Masa Lalu

Setelah bertemu Bintang, Riza memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kampungnya. Tempat-tempat yang dulu sering dia kunjungi, mulai dari sekolah, lapangan sepak bola, hingga taman kecil di ujung desa, semuanya membangkitkan kenangan indah.

Setiap sudut membawa kembali memori tentang persahabatan, kebahagiaan sederhana, dan cita-cita masa kecil.

Di salah satu sudut taman, Riza berhenti sejenak dan duduk di bangku yang sudah mulai tua. Dia teringat bagaimana dulu dia sering datang ke taman ini untuk merenung dan menulis tentang mimpi-mimpinya.

Saat itu, semua terasa lebih sederhana. Tidak ada tekanan, tidak ada tuntutan, hanya harapan-harapan besar yang dia impikan dengan hati yang bebas.

Kini, dia merasa bahwa dirinya telah jauh melangkah dari akar-akar kebahagiaan itu. Meskipun bangga dengan apa yang sudah dicapainya, Riza sadar bahwa dia tidak bisa terus-menerus mengejar kesuksesan tanpa mempertimbangkan kebahagiaannya sendiri.

Merenungkan Masa Depan

Malam itu, setelah kembali ke rumah, Riza duduk di kamarnya yang dulu. Semua barang-barang dari masa sekolahnya masih ada di sana—buku-buku, foto-foto lama, dan catatan kecil tentang mimpinya menjadi desainer terkenal.

Sambil memandangi barang-barang itu, Riza merenung tentang perjalanan hidupnya. Dia bertanya pada dirinya sendiri, apakah dia masih mengejar mimpi yang sama seperti saat dia masih di kampung?

Dia tahu bahwa hidup selalu berubah, dan begitu juga dengan mimpi-mimpinya. Namun, dia juga sadar bahwa ada hal-hal yang tidak boleh berubah—kebahagiaan, persahabatan, dan nilai-nilai yang dia pegang sejak kecil.

“Apakah aku sudah terlalu jauh dari diriku yang dulu?” pikir Riza.

to be continued
Published:05,juli,2024



Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang