(20)-Awal Perjalanan Baru

18 10 0
                                    

•HAPPY READING•

***

Hari-hari menjelang awal perkuliahan terasa seperti babak baru yang penuh tantangan bagi Riza.

Setelah memutuskan untuk mengambil jurusan desain komunikasi visual (DKV), ia mulai mempersiapkan diri dengan semangat dan optimisme baru.

Setiap pagi, ia bangun dengan perasaan campur aduk—antara antusias dan cemas. Perjalanan ke universitas ini bukan hanya tentang pendidikan, tetapi juga tentang pencarian jati diri.

Rina, Bintang, dan Andi pun sudah mulai melangkah ke jalan mereka masing-masing. Rina sudah mulai beradaptasi dengan kehidupan di luar kota, Bintang sudah mulai bekerja sambil kuliah, dan Andi, yang dikenal lebih pendiam, sudah mulai menempuh jalur teknik yang dia pilih.

Mereka masih sering mengobrol melalui grup chat, saling berbagi cerita tentang kehidupan baru masing-masing, tapi jarak fisik membuat segalanya terasa berbeda.

Riza, meskipun bersemangat untuk memulai perjalanannya di dunia seni dan desain, tidak bisa menghilangkan sedikit rasa cemas.

Bagaimana jika dia tidak cocok dengan jurusan ini? Bagaimana jika dia gagal? Pikiran-pikiran itu selalu menghantuinya di malam hari.

Namun, setiap kali rasa ragu muncul, ia selalu mengingat dukungan keluarganya, teman-temannya, dan semua pengalaman yang telah membentuk dirinya selama ini.

Hari Pertama Kuliah

Hari pertama di kampus akhirnya tiba. Riza berangkat lebih awal, dengan perasaan gugup sekaligus penasaran.

Ia berdiri di depan pintu gerbang universitas, menatap bangunan-bangunan besar yang kini akan menjadi bagian dari hidupnya.

Di kampus inilah, ia akan memulai langkah baru yang mungkin akan menentukan masa depannya.

Sesampainya di kelas pertama, Riza melihat sekeliling ruangan yang penuh dengan wajah-wajah baru. Sebagian terlihat santai, sementara yang lain tampak sama gugupnya dengan dirinya.

Salah satu mahasiswa, seorang gadis dengan rambut pendek dan kacamata, duduk di sebelahnya. Dia tersenyum dan memperkenalkan diri.

“Hai, aku Maya,” katanya dengan ramah. “Kamu baru juga, kan?”

Riza mengangguk dan tersenyum. “Iya, aku Riza.”

Maya adalah mahasiswa baru di jurusan yang sama, dan keduanya langsung merasa nyambung.

Mereka berbincang sejenak sebelum kelas dimulai, dan Riza merasa sedikit lebih tenang karena sudah menemukan teman baru di lingkungan yang sama sekali asing.

Ketika dosen pertama masuk dan mulai memperkenalkan materi, Riza merasa antusiasme kembali mengalir.

Ini adalah dunia yang benar-benar baru baginya—dunia yang penuh warna, kreativitas, dan ekspresi. Dia mulai merasa bahwa mungkin ini adalah tempat yang tepat baginya, tempat di mana dia bisa mengekspresikan semua ide dan imajinasinya.

Tantangan Awal

Namun, tidak semuanya berjalan lancar. Minggu-minggu pertama kuliah penuh dengan tugas-tugas yang menantang.

Riza harus belajar berbagai software desain yang belum pernah dia gunakan sebelumnya, mempelajari teori-teori tentang seni dan komunikasi visual, serta menghadapi tenggat waktu yang ketat. Kadang-kadang, dia merasa kewalahan dan berpikir apakah dia telah membuat pilihan yang tepat.

Di tengah tekanan tersebut, Riza selalu ingat pada kata-kata Andi dan Dani tentang pentingnya mengambil langkah pertama, meski kita tidak selalu tahu hasil akhirnya. Hal itu memberinya semangat untuk terus berusaha, meski kesulitan terus datang.

Di akhir salah satu tugas besar, Riza menerima kritik tajam dari dosennya. Karyanya dianggap kurang orisinal dan terlalu mengikuti tren.

Awalnya, kritik itu membuatnya terpukul, tetapi ia segera menyadari bahwa ini adalah bagian dari proses belajar. Dia bertekad untuk terus memperbaiki diri dan menemukan gaya desainnya sendiri.

Pertemuan dengan Sosok Inspiratif

Suatu hari, saat sedang berkumpul di perpustakaan untuk mengerjakan tugas, Riza bertemu dengan seorang mahasiswa senior bernama Fajar.

Fajar adalah salah satu mahasiswa terbaik di jurusan DKV, dan karyanya sering dipuji oleh dosen-dosen.

Fajar melihat karya Riza dan memberikan beberapa saran.

“Desainmu bagus, tapi coba jangan terlalu terikat pada apa yang sedang populer. Temukan ciri khasmu sendiri. Kalau kamu terus mengikuti arus, karyamu tidak akan memiliki identitas.”

Kata-kata Fajar benar-benar menggugah Riza. Ia menyadari bahwa untuk menjadi sukses di bidang ini, dia harus menemukan suaranya sendiri, sesuatu yang unik dan mencerminkan siapa dirinya sebenarnya.

Setelah pertemuan itu, Riza mulai lebih banyak bereksperimen dalam tugas-tugasnya. Dia mencoba gaya yang lebih orisinal, tidak lagi takut untuk mengambil risiko dalam desainnya. Dan meskipun hasilnya belum sempurna, dia merasa lebih puas dengan karyanya. Dia mulai menemukan jati dirinya sebagai seorang desainer.

Sebuah Pencapaian

Beberapa bulan berlalu, dan Riza semakin terbiasa dengan kehidupan di kampus. Maya menjadi sahabat terdekatnya, dan Fajar sering memberikan bimbingan saat dia merasa bingung.

Tugas-tugas semakin menumpuk, tetapi Riza merasa bahwa dia mulai menguasai apa yang dia pelajari.

Suatu hari, kampus mengadakan kompetisi desain untuk seluruh mahasiswa. Riza, yang awalnya ragu, akhirnya memutuskan untuk ikut serta setelah dorongan dari Maya dan Fajar. Dia bekerja keras menyiapkan konsep yang unik, dan menghabiskan berhari-hari mengerjakan desainnya.

Pada hari pengumuman pemenang, Riza duduk di auditorium dengan jantung berdebar-debar. Saat nama pemenang diumumkan, dia hampir tidak percaya saat mendengar namanya disebut sebagai juara kedua.

Meskipun bukan juara pertama, pencapaian ini terasa sangat besar bagi Riza. Ini adalah pengakuan atas kerja keras dan kreativitasnya, serta tanda bahwa dia berada di jalan yang benar.

to be continued
Published:05,juli,2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang