(57)-Keputusan Terakhir

2 4 0
                                    

HAPPY READING•

***

Seminggu berlalu sejak percakapan antara Riza dan ayahnya, dan meski rasa lega telah menyelimuti hatinya, ia tahu bahwa perjalanan hidupnya belum usai.

Di suatu pagi yang tenang, di tengah suara burung yang bernyanyi dan matahari yang bersinar hangat, Riza mulai merasakan adanya perubahan besar yang menghampiri hidupnya. Namun, ia belum siap untuk menghadapinya—keputusan yang harus ia buat untuk masa depannya.

Satu pertanyaan terus menghantuinya: Apakah ia akan terus melanjutkan bisnis keluarganya, yang selama ini diwariskan kepadanya, atau mengikuti mimpinya sendiri yang selama ini terpendam?

Di satu sisi, bisnis keluarga itu adalah bagian dari warisan yang ditinggalkan oleh ibunya dan dilanjutkan oleh ayahnya.

Ia telah tumbuh dalam bayang-bayang bisnis tersebut, melihat bagaimana ayahnya bekerja keras untuk mempertahankannya meskipun hati mereka telah hancur oleh kehilangan. Tapi di sisi lain, Riza memiliki impian tersendiri—sesuatu yang berbeda, sesuatu yang ia rasa lebih mencerminkan jati dirinya.

Pagi itu, Riza berjalan menuju tempat kerja ayahnya. Ia membawa segepok dokumen—laporan keuangan, proposal proyek, dan kontrak baru yang harus ditandatangani. Setiap langkahnya terasa berat, seolah kakinya tertarik oleh beban yang tak terlihat. Di dalam hatinya, ia tahu bahwa hari ini ia harus membuat keputusan.

Setibanya di kantor, Riza menemukan ayahnya sedang duduk di belakang meja, mengenakan kacamata bacanya, tampak tenggelam dalam tumpukan kertas di depannya. Ketika Riza masuk, ayahnya menatapnya dengan senyum tipis.

"Ada yang ingin kau bicarakan, Riza?" tanya ayahnya, seperti bisa membaca pikiran Riza.

Riza terdiam sejenak, memandang tumpukan dokumen di tangannya. Kemudian ia duduk di hadapan ayahnya, meletakkan dokumen-dokumen itu di atas meja.

"Ayah, aku sudah memikirkan ini selama beberapa waktu," kata Riza pelan, memilih kata-katanya dengan hati-hati.

"Aku tahu betapa pentingnya bisnis ini bagi keluarga kita. Ibu mengorbankan banyak hal demi ini, dan Ayah juga sudah berjuang keras untuk mempertahankannya. Tapi… aku merasa ini bukan jalanku."

Ayahnya tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap putranya dalam-dalam, seolah mencari sesuatu di balik matanya.

"Apa yang kau maksud, Nak?" tanya ayahnya akhirnya, dengan nada lembut namun serius.

Riza menelan ludah, merasa gugup namun yakin dengan apa yang akan ia katakan. "Aku menghargai apa yang sudah Ayah dan Ibu bangun. Tapi ada hal lain yang selalu mengisi pikiranku—impian yang aku simpan selama ini. Aku ingin mengejar hal itu, meskipun mungkin akan sulit, dan mungkin itu berarti aku harus meninggalkan bisnis ini."

Ayahnya terdiam, lalu menghela napas panjang. Riza bisa melihat ada sesuatu yang berat di pikiran ayahnya, mungkin harapan yang hancur atau perasaan bahwa ia akan kehilangan satu lagi bagian dari dirinya.

"Aku mengerti, Nak," jawab ayahnya pelan, dengan suara yang bergetar sedikit. "Setiap orang punya mimpi sendiri. Ibu dan aku mendirikan bisnis ini karena itu adalah mimpi kami. Tapi mimpi kami tidak harus menjadi beban bagi masa depanmu."

Riza terkejut mendengar jawaban ayahnya. Ia mengira ayahnya akan marah atau kecewa, tapi ternyata tidak. Ayahnya lebih bijaksana dari yang ia bayangkan, lebih mengerti perasaan Riza daripada yang selama ini ia sadari.

"Kalau itu keputusanmu," lanjut ayahnya, "aku akan mendukungmu. Aku hanya berharap kau benar-benar yakin dengan pilihanmu, dan apapun yang terjadi, kau akan melakukannya dengan segenap hati."

Air mata menggenang di mata Riza, namun ia menahannya. Ia tidak pernah menyangka bahwa ayahnya akan merespon dengan begitu tenang dan penuh pengertian.

"Terima kasih, Ayah," ucap Riza dengan suara serak. "Aku akan berusaha yang terbaik, apapun jalan yang aku pilih."

Setelah percakapan itu, Riza merasa beban di pundaknya terangkat. Ia masih belum sepenuhnya yakin tentang jalan mana yang akan ia pilih, tapi setidaknya ia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia memiliki dukungan dari orang yang paling penting dalam hidupnya.

Hari-hari berikutnya dihabiskan dengan merenung, berbicara dengan teman-temannya, dan mencoba mencari petunjuk dari pengalaman hidup yang sudah ia lalui. Riza tahu bahwa setiap keputusan besar membawa risiko, tapi ia juga tahu bahwa hidup tidak pernah berjalan tanpa tantangan. Dan dalam setiap tantangan, ada pelajaran yang bisa ia ambil untuk membentuk dirinya menjadi lebih baik.

Pada suatu malam, Riza berdiri di balkon apartemennya, menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Ia teringat akan percakapan terakhirnya dengan ibunya, ketika ibunya berkata bahwa ia harus selalu mengikuti kata hatinya, apapun rintangannya. Malam itu, di bawah sinar bintang yang berkilauan, Riza membuat keputusan terakhirnya.

Ia akan mengikuti impiannya.

To be continued
Published:23, Oktober, 2024

Masa Bintang [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang